Di tengah derasnya arus informasi dan tren yang terus berganti, kesuksesan sering didefinisikan dengan standar instan, yaitu kaya di usia muda, punya banyak pengikut di media sosial, dan hidup penuh kemewahan. Namun, definisi ini kerap mengabaikan proses panjang, kerja keras, dan kedalaman makna yang sesungguhnya. Banyak orang terjebak pada pencapaian yang terlihat di permukaan, tapi lupa bahwa kesuksesan sejati adalah kombinasi antara pencapaian pribadi, kontribusi bagi orang lain, dan kebahagiaan yang bertahan lama.
Media sosial memang membuka peluang besar untuk berkembang, tetapi juga menciptakan tekanan tersendiri. Kita melihat pencapaian orang lain, lalu membandingkannya dengan diri sendiri. Padahal, setiap orang memiliki garis start dan perjalanan yang berbeda. Mengukur hidup dengan penggaris orang lain hanya akan menggerus rasa syukur dan mengaburkan fokus terhadap tujuan asli yang ingin dicapai.
Mungkin sudah saatnya kita membaca ulang arti kesuksesan dengan kacamata yang lebih bijak. Bukan sekadar tentang siapa yang tercepat atau terpopuler, tetapi siapa yang tetap bertumbuh meski menghadapi tantangan, siapa yang mampu menjaga integritas di tengah godaan, dan siapa yang tetap memberi manfaat walau berada jauh dari sorotan. Kesuksesan seperti ini tidak selalu viral, namun mampu meninggalkan jejak yang lebih abadi.
Jika setiap orang mulai mendefinisikan sukses sesuai nilai dan prosesnya sendiri, tekanan sosial akan berkurang, dan ruang untuk saling mengapresiasi akan terbuka lebar. Kesuksesan tak lagi menjadi ajang saling pamer, tetapi menjadi perjalanan penuh makna yang menguatkan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI