Mohon tunggu...
AHMAD ARIF
AHMAD ARIF Mohon Tunggu... profesional -

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkembangan Pancasila dan Pengaruh Dinamika Global

20 Agustus 2013   11:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:04 1931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sikap keberpihakan Bangsa Indonesia kepada Pancasila harus dapat terukur dalam suatu ukuran yang pasti sebagai dimensi Pancasila. Pancasila sebagai falsafah bangsa adalah suatu standar sifat Bangsa Indonesia. Bila standar ini menstandarkan buda bangsa, maka diperoleh standar nilai budaya bangsa yang disebut Kreativisme.

Kemudian Kreativisme menghasilkan suatu standar nilai Aturan Dasar bangsa yang disebut Gotong Royong. Mufakat sebagai standar nilai Interaksi Sosial akan diperoleh dari pola Interaksi Sosial masyarakat yang distandarkan oleh Gotong Royong. Sehingga, standar nilai dinamika politik bangsa yang akan berkembang disebut Musyawarah. Kondisi ini akan diperoleh bilamana dinamika politik bangsa yang terbentuk distandarkan oleh Mufakat.

Lumbung sebagai standar nilai ekonomi bangsa akan terbangun dan berkembang dari pembangunan ekonomi bangsa yang lebih menekankan kepada Musyawarah. Oleh karena itu, lumbung akan berfungsi sebagai tempat rakyat bermusyawarah untuk mufakat di dalam menghitung dan mendistribusikan asset bangsa yang dimiliki, dibangun dan dikembangkan demi menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneisa. Pada akhirnya Sistem Tanah Adat sebagai standar nilai lingkungan akan menentukan sistem pola distribusi pembangunan lumbung yang akan dibangun. Sehingga, perubahan lingkungan yang terjadi tidak akan bertentangan dengan budaya setempat.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai dimensi akan terukur dalam Kreativisme, Gotong Royong, Mufakat, Musyawarah, Lumbung, dan Sistem Tanah Adat. Ukuran-ukuran tersebut akan menentukan sistem tata ruang dari tatanan local hingga tatana nasional, ukuran – ukuran tersebut terakumulasi di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sehingga, Masyarakat Pancasilais sebagai Masyarakat Kreatif (Creative Society) akan terbangun dari bawah melalui para pemimpin yang akan selalu menambah ilmu pengetahuannya dari tingkat lokal hingga tingkatan nasional. Maknanya, penegakan kedaulatan rakyat akan benar-benar terjadi dan terealisasi selaras dengan budaya bangsa.

Dapat dipastikan, tidak berjalannya peran dan fungsi Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka menyebabkan hancurnya sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia. Sehingga mengancam kesinambungan NKRI.

Berdasarkan sejarah, pada saat UUD 1945 ditetapkan sebagai konstitusi maknanya Negara Republik Indonesia berdiri, maka outomatically dimensi Pancasila dapat di bangun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, pada waktu itu kedaulatan Bangsa Indonesia belum diakui oleh dunia. Berdampak tidak dapat digunakannya UUD 1945 dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia mendapatkan kedaulatannya pada 27 Desember 1949 melalui perundingan meja bundar di Den Haag. Namun, UUD 1945 belum dapat digunakan karena yang digunakan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ialah UUD RIS. Karena tatanan yang dibangun UUD RIS federalistik, maka hanya bertahan 8 bulan, karena tidak cocok dengan jiwanya Bangsa Indonesia.

17 Agustus 1950, UUDS ditetapkan sebagai konstitusi sebagai pengganti UUD RIS. Didalam UUDS diamatkan untuk membentuk Dewan Konstituante guna menyusun UUD yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia melalui proses Pemilihan Umum. Pada akhir tahun 1955 pemilu digulirkan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante. Dewan Konstituante mulai bersidang pada November 1956. Namun, sampai dengan pertengahan tahun 1959 UUD belum juga terbentuk karena banyaknya pertentangan kepentingan di dewan tersebut sehingga mengancam kesinambungan NKRI.

Presiden RI pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden guna mengembalikan NKRI kepada rel perjuangannya. Adapun isinya yaitu :

1. Bubarkan Dewan Konstituante

2. Kembali kepada UUD 1945

3. Bangun MPRS dan DPAS

UUD RIS dan UUDS merupakan produk konspirasi yang menjauhkan Indonesia dari nilai-nilai luhurnya. Indonesia dipaksa membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegaranya menggunakan Filosofi Dasar Pembangunan Liberalisme.

Pasca Dekrit Presiden ’59 Dimensi Pancasila mulai dibangun dengan dijadikannya Manifesto Politik yang berisikan USDEK menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan dibangunnya Pembangunan Semesta dengan Bandan Pelaksana yaitu Dewan Perancang Nasional (Depernas). Namun, sebelum menjadi realitas pada Oktober 1965 terjadi Gerakan Satu Oktober (Gestok) sehingga mengganggu stabilitas pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasca Dekrit Presiden Pancasila pun belum menjadi Filosofi Dasar Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena pada saat pembangunan lebih cenderung menggunakan Filosofi Dasar Pembangunan Radikalisme.

Pergantian tanpu kepemimpinan dari Soekarno kepada Soeharto membawa udara segar bagi kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena awal kepemimpinannya Seoharto menyatakan akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun, pada kenyataannya soeharto pun tidak menjadikan Pancasila sebagai Filosofi Dasar Pembangunan. Soeharto, lebih cenderung menggunakan Filosofi Dasar Pembangunan Konservatif, yaitu dengan membangun kerjasama dengan perusahaan multinasional guna mempercepat pembangunan Ekonomi. Pancasila hanya dijadikan tameng kekuasaan yang bertahan selama 32 tahun.

Pasca reformasi, Bangsa Indonesia semakin jauh dari nilai-nilai luhur, karena intervensi asing lebih besar di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan Filosofi Dasar Pembangunan yang digunakan ialah Liberalisme.

Dengan demikian, Pancasila belum pernah digunakan sebagai Dasar Indonesia Merdeka, yaitu menjadi Filosofi Dasar Membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga Bangsa Indonesia mudah dipengaruhi dinamika global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun