Ingat, lingkungan membawa andil 40%.
Lalu sisanya di mana?
Metode yang tak kalah penting dari pendidikan tak lain adalah keluarga. Ibu dan ayah adalah madrasah pertama seorang anak, jika gagal dalam mendidik dan menciptakan keharmonisan dalam keluarga, jangan salahkan jika anak terlunta-lunta di masa depan.
Orangtua acap kali abai dalam mendidik anak karena dirasa cukup memasukkan anak ke sekolah mahal, dengan kurikulum Cambridge atau Al-Alzhar, misalnya, lalu merasa tugasnya sudah selesai. Lalu sang anak lebih nyaman bersama teman ketimbang dengan orangtuanya.
Kita ketahui dalam mendidik anak, sejatinya tak hanya mengejar kecerdasan intelektual, tapi juga kecerdasan emosional, anak-anak yang tak hanya pandai dalam sains tapi juga ramah dan memiliki attitude dan sopan santun, berani menyampaikan pendapat dan tahan mental terhadap bully.
Tidak semua masa depan anak berada di lembaga pendidikan.
Hari ini kita saksikan zaman yang mulai bergeser oleh fenomena disrupsi, bahkan tak lama lagi akan beralih dalam era "great shifting", di mana pola laku manusia tak hanya bergeser, tapi beralih total!
Membekali anak selagi muda dengan ilmu agama dan bahasa asing boleh jadi sebuah pilihan bijak, alih-alih memanjakan dengan segala fasilitas berdalih kasih sayang, yang justru akan membawa anak jadi jauh dari kemandirian.
Jika seorang anak tak memiliki kecakapan dalam matematika dan punya passion di bidang seni misalnya, maka nilai sains di sekolah boleh jadi tak lagi relevan bagi masa depannya.
Seperti formasi sepakbola menyerang 3-4-3 ala Antonio Conte, pendidikan sekarang boleh jadi bertransformasi menjadi seperti itu.
- 30% di sekolah
- 40% lingkungan
- 30% keluarga.
Jadi, jika anak-anak kita tak diterima di sekolah favorit, No Worry!