Harapan baru muncul, saat gagasan poros maritim dunia menjadi semangat baru yang digaungkan oleh pemerintahan Indonesia kala itu, dipimpin oleh Joko Widodo -- Jusuf Kalla. Gagasan tersebut bukan tanpa dasar, sebagai negara pemilik lebih dari 17.000 pulau dan lautan luas yang menyelimutinya, maritim memang menjadi identitas yang kuat untuk nama Indonesia.Â
Potensi bahari di Indonesia begitu besar, bukan saja sebagai kawasan bioteknologi tropika yang luas, melainkan juga menyimpan potensi wisata, mineral laut, industri pelayaran, pertahanan, dan industri maritim dunia serta perairan laut dalam yang belum banyak dijelajah.
Indonesia juga diuntungkan oleh letak teritorial yang strategis secara politik maupun ekonomi. Berada di daerah ekuator, menjadikan Indonesia penghubung negara-negara di benua Asia dan Australia. Indonesia juga terletak di antara dua samudera, Pasifik dan Hindia yang menjadikan Indonesia menjadi kawasan penghubung kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Beberapa selat strategis lalu lintas maritim global juga berada di perairan Indonesia yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar (Syahrin, 2018).
Berdasarkan penelitian Lubis (2007), energi laut di seluruh pantai Indonesia berpotensi menghasilkan lebih dari 2 TW jika dikonversi menjadi listrik secara optimal. Selain ketersediaannya yang melimpah di Indonesia, energi laut juga merupakan clean energy, sehingga cocok diterapkan di pesisir dan pulau-pulau kecil yang selama ini memanfaatkan pembangkit listrik tenaga fosil dengan bahan bakar yang mahal akibat tingginya biaya distribusi.
Salah satu yang menjadi indikator atas penilaian tersebut antara lain tahap pengembangannya yang masih dalam riset murni dan uji coba dalam skala laboratorium, sehingga, kegiatan pilot project belum dapat terealisasi karena terkendala oleh aspek teknis (padat teknologi) dan ekonomi (padat modal).Â
Di sisi lain, listrik yang dihasilkan dari pemanfaatan energi laut secara potensi menunjukkan hasil yang signifikan, khususnya bagi masyarakat pesisir sebagai masyarakat yang memiliki akses terdekat dengan sumber energi laut. Apabila tersedia, Kebutuhan listrik yang belum terlayani oleh PLN sebagai satu-satunya pihak yang menyuplai listrik bagi masyarakat dapat terpenuhi oleh energi laut tersebut.
Besar tarif listrik per kWh yang dapat dihasilkan oleh ketiganya dinilai mampu bersaing dengan tarif listrik non subsidi yang dijual oleh PLN seharga Rp1.163/kWh, yaitu sebesar Rp1.268/kWh untuk energi arus laut, Rp 1.709/kWh untuk energi gelombang laut dan Rp 2.048/kWh untuk energi pasang surut.Â
Sementara, tarif listrik yang dihasilkan energi dari perbedaan suhu air laut (OTEC) masih cukup mahal, yaitu mencapai Rp4.030/kWh sehingga cenderung tidak mampu bersaing dengan tarif listrik konvensional yang kurang lebih empat kali lipat lebih murah.
Di luar aspek ekonomi, salah satu hal yang menjadi alasan kuat pengembangan energi laut adalah perannya sebagai energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan saat ini sedang berupaya didorong untuk dapat mensubtitusi sumber energi fosil yang saat ini masif penggunaannya kendati akan habis di masa mendatang.Â
Energi terbarukan termasuk energi laut di dalamnya merupakan energi bersih yang ketika mampu menggantikan peran energi fosil dapat memberi dampak lebih baik bagi lingkungan karena tidak memiliki emisi.Â
Data Dewan Energi (2019), menunjukkan bauran energi baru terbarukan (EBT) masih berada di angka 9% yang akan terus diupayakan untuk mencapai targetnya yaitu 21% pada tahun 2025 dan 29% pada tahun 2050. Berdasar pada data tersebut, energi laut dapat menjadi solusi bukan saja untuk mencapai target bauran EBT, melainkan juga penyediaan listrik bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dan meningkatkan angka elektrifikasi nasional.
Dewan Energi Nasional, S. J. (2019). Outlook Energi Indonesia 2019. Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional.
Luhur, E. S., Muhartono, R., & Suryawati, S. H. (2013). Analisis finansial pengembangan energi laut di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 8(1), 25-37.
Al Syahrin, M. N. (2018). Kebijakan Poros Maritim Jokowi dan Sinergitas Strategi Ekonomi dan Keamanan Laut Indonesia. Indonesian Perspective, 3(1), 1-17.
Ramdhan, M., & Arifin, T. (2013). Aplikasi sistem informasi geografis dalam penilaian proporsi luas laut Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika, 19(2), 141-146.
Vignesh, S., Thangamani, J. S., Poongundran, T., Joshva, S. S., & Sathish, D. (2019). Wave energy harvester. IJRESM E, 2, 194-6.