Dari buku Brandes kita dapat memetik beberapa kalimat penting sebagai berikut:
"Plat yang dimaksud adalah milik warga asli Desa Kandang Sapi, Kecamatan Kandang Sapi, Tanah Perkebunan Tegalwaru, Kabupaten Krawang. Pemiliknya, yang tidak mau menyerahkannya, untuk sementara menyerahkannya kepada Tuan F. Fokkens, Kontroler Kelas 1.
Saya diizinkan menerima hal-hal seperti itu darinya. Tuan Fokkens menyampaikan harapannya agar mereka menyampaikan sesuatu yang menarik. Bahwa, dia tidak sepenuhnya kecewa dengan harapannya, saya harap, dibuktikan oleh hal-hal berikut ini ........."
"Plat tembaga Kandang Sapi kemungkinan berasal dari sebelum tanggal 19 dan 20 Oktober 1677, saat Susuhunan Amang II menguasai daerah Preanger hingga Ci Pamanukan."
"Satu hal perlu ditekankan di sini. Itulah sebabnya, jika hasil di atas benar dan dengan demikian tahun Alip dalam legenda lempeng Kandang Sapi benar-benar sesuai dengan tahun 1633 M, maka piagam dan surat tersebut dikeluarkan dan ditulis pada tahun yang diperkirakan sebagai tahun pertama digunakannya kalender yang secara spesifik dikenal sebagai kalender Jawa). Surat itu bahkan bertanggal 1 Muharram tahun 1740. Hari pertama tahun itu (tahun lunar) (1555 A.J. Anno Java, Tahun Jawa)."
Jadi sebenarnya keliru sekali jika ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa:
" ......... Â karena pertamakali ditemukan oleh pengawas Belanda Fokken tahun 1888 di kampung Kandangsapi. Sebetulnya, bukan ditemukan tetapi diambil paksa dari pemiliknya, penduduk Kandangsapi - sebuah kampung di distrik Tegalwaru yang sekarang sudah tenggelam oleh Jatiluhur."Â (Pendapat Asep R. Sundapura, budayawan Kabupaten Karawang).Â
Sayangnya, baik Fokko Fokkens, maupun Jan Laurens Andries Brandes,barangkali tidak menanyakan dan mencatat, baik nama pribadi pemegang pelat, nama keluarga, nama kampung atau nama dusunnya. Sehingga beberapa puluh tahun berikutnya Dr. R.D. Asikin Widjaja Koesoema pun juga tidak menyebutkan nama-nama tersebut. Kemana pemegangnya, pemiliknya atau ahli warisnya dan keturunannya. Apakah masih ada keturunannya dan apakah masih ada pelat-pelat kuningan itu ataukah sudah musnah.
Seorang sejarawan dan budayawan Kabupaten Karawang yang lain, Obar Subardja, pada awalnya berpendapat, bahwa Pelat Kuningan Kandang Sapi kemunglinan besar dibawa oleh Jan Laurens Andries Brandes pulang kembali ke negerinya, Belanda dan kemungkinan disimpan dan dipamerkan pada salah satu museum di Belanda, terutama di Leiden.
Terlebih-lebih setelah adanya Proyek Pembangunan Bendngan Jatiluhur, di Sungai Citarum, Kabupaten Purwakarta (yang kemudian disebut sebagat Bandungan Ir. H. Juanda). Â Ir. H. Djuanda Kartawidjaja adalah seorang tokoh nasional Indonesia yang lahir pada 14 Januari 1911 di Tasikmalaya. Ia dikenal sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-10 dan terakhir serta sebagai pencetus Deklarasi Djuanda. Dimana Proyek Pembangunan Bendngan Jatiluhur dilakukan mulai tahun 1957 dan selesai serta diresmikan pada tahun 1967.
Proyek Pembangunan Bendngan Jatiluhur ini dengan menenggelamkan 14 desa dan 70 kampung. Sebanyak 14 desa yang ditenggelamkan untuk pembangunan Bendungan Jatiluhur (Waduk Ir. H. Juanda) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, memang menjadi bagian dari pengorbanan besar demi proyek nasional tersebut. Bendungan ini mulai dibangun pada tahun 1957 dan selesai pada tahun 1967. Berikut adalah 14 desa yang ditenggelamkan: