Mohon tunggu...
Faiz Muzaki
Faiz Muzaki Mohon Tunggu... Guru - Hanya sebutir debu di antara milyaran debu yang ada di dunia

Mahasiswa resmi di UIN Jakarta sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengkhiatan Intelektual

6 Februari 2020   21:15 Diperbarui: 6 Februari 2020   21:33 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: averageyouthministry.com

Jika kita berbicara mengenai peran intelektual, maka tidak terlepas daripada perihal mengenai akademisi. Secara harfiah, akademisi ditujukan kurang lebih kepada orang-orang yang berpendidikan tinggi, pengajar hingga guru besar yang berada dalam naungan institusi perguruan tinggi. 

Pengertian akademisi tidak cukup sampai di situ saja, bila kita mengeruk maknanya lebih dalam lagi kita akan menemukan sosok yang memainkan perannya secara normatif siapa lagi kalau bukan mahasiswa. 

Dengan kata lain, orang-orang yang berpendidikan tinggi baik dari kalangan dosen, guru besar maupun mahasiswa adalah anggota daripada suatu akademi (members of academy) dalam sebuah perguruan tinggi. Namun, pada tulisan ini penulis berupaya mencoba sedikit untuk membahas mengenai pentingnya peranan mahasiswa dalam membangun suatu peradaban bangsa (nations civilization).

Mari kembali kita menyinggung makna daripada kata intelektual. Dalam dunia pendidikan, kata intelektual dikenal sebagai sebutan kognisi yang berarti pengetahuan. Ya, tentu saja banyak sekali kata kognisi atau kognitif disebut-sebut dalam kurikulum pendidikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan dalam belajar. 

Bagi hampir sebagian besar orang memandang bahwa intelektual tidak lebih daripada sebuah kata yang memiliki ciri khas tersendiri dalam diri seorang manusia. Mengingat terdapat kurang lebih lima sebutan bagi manusia dalam Al-Qur'an seperti An-Naas, Al-Insan, Al-Basyar, Bani Adam hingga sebutan yang paling kulminasi, yakni 'Abdu. 

Dalam ilmu balaghah, walaupun sebutan bagi manusia itu bermacam-macam, namun dalam hakikatnya sebutan-sebutan tersebut amat sangat merepresentasikan terhadap peran manusia itu sendiri. Sebutan Al-Insan bagi manusia dalam makna lokalnya dapat diartikan sebagai orang yang memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni. 

Seiring dengan perkembangan zaman, sebutan tersebut kini telah mentransformasi menjadi sebuah gelar yang cukup terpandang dalam suatu stratifikasi sosial. 

Tentu dengan gelar tersebut, banyak orang tak terkecuali mahasiswa yang berbondong-bondong untuk mendapatkannya entah itu dianggap sebagai tanggungjawab besar atau malah justru kepongahan yang sama sekali tak mendasar. Hal ini tergantung daripada perspektif orang yang bersangkutan. Namun, dalam kenyataannya gelar intelektual kerapkali otomatis menempel pada diri seorang mahasiswa.

Sebagai seorang yang menyandang gelar intelektual tentulah tidak usah diragukan lagi kapasitas khazanah wawasan dan pengetahuannya. Namun, kenyataannya hingga kini masih banyak mahasiswa yang justru memanfaatkan kesempatan ini untuk kepentingan yang bersifat pribadi demi menuruti hawa nafsunya sendiri sehingga tidak heran bila mereka semakin lama semakin apatis dalam artian non-reaksi dan non-responsif terhadap berbagai kejadian di negerinya terlebih di sekelilingnya sendiri. 

Mahasiswa sebagai tahap lanjutan dari jenjang siswa memiliki peran yang sebetulnya sangat spektakuler dan revolusioner terhadap segala permasalahan di negeri yang ia duduki. Peran mahasiswa dalam sejarah negeri kita sangat menentukan arah serta tujuan menjadi suatu bangsa yang memiliki visi dan misi  terhadap kemajuan peradaban. Jelas inilah yang diharapkan para orang tua maupun pendahulu kita dulu.

Menjadi seorang mahasiswa tentu tidak terlepas dari segala tanggungjawab dalam menjalankan perannya, akan tetapi ada hal yang patut dijadikan prinsip secara konkret. Prinsip ini mesti dipegangteguh dan harus dijalankan secara konsisten. Selain itu, mereka harus siap menerima segala konsekuensi yang diterima seberapapun pahitnya. 

Prinsip-prinsip ini mencakupi peranan mahasiswa dalam ikut serta menenetukan arah dan tujuan suatu tatanan kehidupan dan peradaban yang lebih baik dan maju. Salah satu prinsipnya, yakni dengan senantiasa menjaga marwah atau kharisma sebagai mahasiswa yang memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni. 

Sebagai seorang intelektual, mereka dituntut untuk senantiasa mengembangkan diri (self development) maupun kehidupan bangsanya ke arah yang lebih maju. Mereka digembleng dan diberikan nilai-nilai serta tauladan yang baik di dalam maupun luar kelas melalui berbagai perkuliahan, pelatihan atau kegiatan yang positif nan produktif. 

Diharapkan dengan semuanya itu mereka dapat menjalankan perannya kelak ketika mengarungi kehidupan nyata di luar kampus yang jauh lebih kompleks atau paling tidak ketika berada di tengah-tengah masyarakat. Senantiasa aktif mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan yang menyangkut khalayak ramai dan ikut berkontribusi terhadap kemajuan dalam mengembangkan usaha-usaha kemasyarakatan yang bertaraf tinggi. Hal tersebut merupakan tujuan dari dibentuknya karakter mahasiswa yang idealis, humanis, serta berwawasan luas.

Dalam menghadapi berbagai problematika masyarakat, hendaknya mahasiswa menjadi garda terdepan atau minimal dalam membantu untuk menemukan jalan keluarnya (a solutive human being). Mereka tidak boleh bersikap acuh tak acuh, apalagi berdiam diri tanpa tahu harus berbuat apa. 

Di sini, mahasiswa harus selalu mengedepankan aspek komunal ketimbang privat. Mereka harus sadar betul bahwa sebagai seorang intelektual sudah seyogianya melakukan hal-hal yang demikian. 

Jika tidak, maka gelar intelektual yang senantiasa melekat pada peranannya hanyalah sebagai slogan belaka dan kosong akan makna. Percuma saja, ketika kita terlalu euforia terhadap sesuatu yang dianggap agung, katakanlah sebutan intelektual (pada diri kita sebagai mahasiswa) yang sebenarnya hal itu yang didapat justru tidak lebih hanya sekadar kesia-sian saja, hampa tak bernyawa.

Oleh sebab itu, jika kita merenungi siapa dan untuk apa kita sebagai mahasiswa, maka jawaban yang paling substansial adalah sebagai makhluk intelektual yang sangat berperan dan menentukan arah serta nasib suatu bangsa. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa ditentukan oleh ke-intelektual-an mahasiswanya itu sendiri. 

Kendati demikian, jika kita masih bersikap seolah-olah kita adalah makhluk yang berintelektual tinggi tanpa ada kemauan untuk melakukan suatu gerakan atau aksi, atau paling tidak ikut berkontribusi maka hal ini merupakan suatu upaya pengkhianatan terhadap ke-intelektual-an (betrayal of intellectuals) mahasiswa yang tidak kurang memalukan daripada seorang pecundang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun