Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya mahasiswa semester 07 prodi PIAUD fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo. Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

iPhone dan Gengsi Sosial, Ketika Gaya Hidup Mengalahkan Logika Finansial

5 Juli 2025   12:48 Diperbarui: 7 Juli 2025   15:24 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi iPhone. (Sumber: GizChina via kompas.com)

Di tengah ketimpangan ekonomi yang masih tinggi, iPhone telah menjelma menjadi lebih dari sekadar alat komunikasi, ia adalah simbol status sosial dan identitas kelas baru. 

Khususnya di Indonesia, memiliki iPhone tidak hanya menunjukkan preferensi teknologi, tetapi juga memancarkan pesan kesuksesan dan kemapanan yang dikemas secara halus melalui layar sentuh dan logo apel tergigit.

Simbol Status dan Identitas Sosial

Teori sinyal sosial menjelaskan bahwa iPhone menjadi alat untuk "menyampaikan pesan" kepada lingkungan sosial. Kepemilikannya menunjukkan seseorang telah mencapai titik kemapanan tertentu. 

Dalam komunitas tertentu, terutama di kalangan muda, iPhone bisa menciptakan hierarki tak tertulis. Seseorang yang menggunakan iPhone dianggap lebih "terlihat" dibandingkan pengguna Android.

Apple pun memperkuat hierarki ini melalui fitur eksklusif seperti iMessage. Pesan berwarna biru antar pengguna iPhone dianggap lebih "elit", sementara pesan hijau dari Android kerap menjadi bahan olok-olokan digital, sebuah bentuk stigma yang diam-diam ditanamkan.

Budaya Pamer dan FOMO

Budaya pamer di media sosial semakin memperkuat daya tarik iPhone. Unboxing video, unggahan story dengan watermark "Shot on iPhone", hingga tren-tren digital lainnya mendorong generasi muda untuk ikut-ikutan, bahkan jika harus memaksakan diri secara finansial.

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) menjadi nyata. Banyak orang merasa harus punya iPhone agar tetap dianggap "relevan" di lingkungan sosial dan digital. Pengakuan dari teman sebaya, influencer, bahkan keluarga, menjadi motivasi utama, menggeser rasionalitas dalam berbelanja.

Strategi Cerdas Apple

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun