Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teman Rasa Sahabat

14 September 2018   18:18 Diperbarui: 14 September 2018   18:31 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rita serba salah siang itu. Kacamatanya yang besar tak sanggup menutupi matanya yang resah gelisah. Hampir setiap beberapa menit dia harus tarik nafas untuk menenangkan fikirannya. Dia tak habis fikir bagaimana mungkin dia berperilaku seperti remaja belasan tahun? Meskipun usianya menginjak 28 tetapi dia masih jomblo dan ingin fokus ke pekerjaanya. Ada banyak yang mencoba mendekatinya tetapi dia merasa belum ada chemistry untuk memulai sebuah hubungan yang serius.

" Sudah lama menunggu saya ", kata seseorang mengagetkan lamunan Rita . Rita melongok. Di hadapanya telah duduk Tristan, lelaki yang dikenalnya di toko buku. Rita baru saja hendak membayar buku yang akan dibelinya ketika tiba-tiba seseorang menghampiri dan ingin berkenalan di dekat kasir. Karena merasa tak pernah kenal dia mendiamkan saja sampai mbak yang di kasir mengingatkan.

" Saya Rita, bekerja di seberang toko ini ", jawab Rita bergegas ke kantornya selepas membeli buku. Rita memang hobby membaca novel dan juga kumpulan puisi. Meskipun dia bekerja di sebuah bank tetapi hobi sejak kecil itu tidak menghalangi dia untuk melanjutkannya.

Tristan mengambil tempat duduk di sampingnya. Taman tempat mereka bertemu itu juga banyak terdapat penjual kaki lima. Ada beragam masakan tersedia.

" Mau makan apa ?", Tristan menawari sambil menatap mata Rita. Rita hanya tesenyum sambil menyerahkan pilihan kepadanya.

Sambil menunggu makanan, Rita kembali mengingat bagaimana dia bisa sampai saat ini duduk di taman bersama Tristan.

Segera setelah Rita membawa buku ke tempatnya bekerja, Tristan datang menyusulnya. Kebetulan waktu itu masih jam istirahat.  Tiga puluh menit mereka habiskan untuk berkenalan. Akhirnya mereka janjian bertemu di taman kecil itu pada hari berikutnya yang kebetulan Car Free Day. Hari libur mereka juga.

" Ini ada tahu gimbal dan es jeruk", Tristan membawa satu nampan isi dua porsi tahu gimbal.

Agak kaku juga Rita ketika harus makan berdua. Ini pertama kalinya di makan siang dengan seorang pria yang baru di kenalnya. Diantara makan siang hanya terselip dialog kecil yang tak penting sekedar membuat suasana tak kaku dan tak dingin saja. Rita tak terbiasa makan sambil mengobrol. Dia takut tersedak dan takut membuat gerakan yang gak nyaman karena makan sambil mengobrol.

Selesai makan barulah mereka melanjutkan obrolannya. Tidak banyak yang diceritakan Rita karena dia bukan tipe perempuan latah yang sok akrab dan mengumbar cerita untuk menarik perhatian lawan jenis. Tristan justru yang banyak cerita tentang kegiatanya dan juga pekerjaannya.

Satu hal yang Rita suka adalah sense of humour Tristan yang sangat tinggi sekali. Sampai membuat Rita tergelak-gelak dibuatnya. Maka cairlah suasana itu.

Angin berhembus agak kencang walaupun udara masih cukup panas. Pohon --pohon yang rindang di taman itu menghalangi sinar matahari langsung mengenai kulit. Terlihat anak-anak kecil berlari-larian di sekitar tempat Rita dan Tristan duduk.

" Mohon maaf, aku sudah punya anak, dua, laki-laki dan perempuan ", kata Tristan tiba-tiba. Rita tak berusaha terkejut karena usia Tristan memang tak muda lagi. Mungkin sekitar 38 tahun, terpaut 10 tahun dari usianya. Tapi dia tampak 5 tahun lebih muda dari usia yang sebenarnya. Mungkin karena suka humor yang membuat dia awet muda . Wajahnya juga membuat dia bisa menyembunyikan umur. Bibirnya tipis, ada lekuk tipis di pipinya,  teramat halus untuk ukuran pipi seorang pria. Berambut halus agak memanjang di poni dan sedikit botak ketika tersingkap oleh angin siang itu. Rita tak sengaja mengamati Tristan ketika dia bercerita panjang lebar tentang dia dan ke dua anaknya.

Rita tak meminta dia bercerita tentang istrinya, tetapi Tristan keburu menginformasikan bahwa dia duda setahun yang lalu.Istrinya meninggal karena sakit. Rita hanya diam manggut-manggut. Ah, dia duda keren. Pasti banyak cewek atau mama muda yang suka sama dia. Rita mencoba menebak semua apa yang difikirkannya ketika Tristan mengatakan bahwa dia bukan tipe yang suka bermain setelah pekerjaan kantor usai. Apakah dia sedang memberikan kesan baik? Ah, Rita tak mau ambil pusing dengan prasangkanya.

Tak terasa mereka sudah saling kenal selama satu bulan. Tidak banyak yang diceritakan Rita ke Tristan karena Rita memang pendiam terhadap masalah pribadi dan keluarganya. Kalau Tristan, aduh dia seperti story teller saja. Tapi dibalik itu semua kelihatannya Tristan mempunyai tujuan kenapa dia bercerita banyak-banyak.

Tidak selalu mereka bertemu , kadang hanya cerita yang didengar oleh Rita. Juga tidak selalu Rita punya waktu untuk mendengarkan cerita Tristan. Keduanya mengambil waktu yang pas saja.Rita tak pernah menyadari bahwa lambat laun Tristan sedang membawa area Rita ke arah Tristan.

Sore itu Tristan bercerita tentang calon istrinya ke Rita. Rita tak begitu antusias mendengar cerita itu, tetapi dia tetap mendengar sampai pada cerita yang menggelikan maka baru Rita tertawa. Baru saja mereka bertemu tetapi Tristan seperti membuat Rita menjadi konselornya. Maka Rita pun memposisikan diri sebagai apa yang diminta, tak lebih.

Di minggu yang lain Rita harus menerima telpon yang membuat dia tak bisa mengerjakan pekerjaan lain karena Tristan seperti memberondong dengan cerita yang tak ada habisnya tentang calon istrinya , kelebihanya, kecantikannya,kebaikannya. Ah Rita lama-lama jengah juga tetapi dia tetap mendengarkan, walaupun kupingnya semakin panas akibat ponsel.

Di minggu yang lain Tristan menelpon disertai calon istrinya dan Rita sempat sepatah dua patah kata mengobrol dengan wanita itu. Akhirnya Rita mengucapkan.

" Selamat menempuh hidup baru ya ?", kata Rita sambil riang gembira.

" Aku ikut senang kalau kamu senang , Tristan ", kata Rita suatu siang saat Tristan menghubunginya. Tetapi siang itu adalah siang yang sangat membuat Rita kaget , karena setelah tiga bulan mereka berhubungan ternyata Tristan justru memutus perempuan itu. Rita bertambah kaget karena di matanya perempuan itu cukup sempurna sebagai istri. Dia memperhatikan Tristan, anaknya dan juga keluarganya.

" Ah, aku tak suka cara dia mengontrol aku. Terlalu. Hampir semua klienku ditanyakan nomornya, dia juga setiap beberapa hari mengecek HP ku. Aku jadi tak punya privasi lagi. Meskipun dia baik tetapi itu sangat mengganggu pekerjaanku ", kata Tristan.

" Tapi waktu aku bilang dulu kalian tampaknya sudah cocok, meskipun aku sempat mempertanyakan waktu perkenalan kalian yang hanya tiga bulan ", kata Rita menyambung.

" Ah, aku jadi tak berminat menikah. Biarlah nanti suatu saat saja ", kata Tristan sambil memandang jauh ke depan.

" Kamu tetap harus menikah, ingat anak-anakmu butuh sosok ibu " , Rita menambahkan.

Empat bulan Rita dan Tristan tidak bertemu karena Tristan harus tugas ke luar negeri. Komunikasi mereka tetap berjalan baik walaupun lewat sms maupun WA.Tetapi satu hal yang tak bisa dipungkiri Rita adalah dia mulai dihinggapi rasa kangen untuk mengobrol dengan Tristan. Rita memastikan ini adalah rasa kangen seorang teman, bukan yang lain. Dia tak ingin terlalu berharap. Tristan adalah pengusaha muda yang tampan, kaya, sukses, dilingkungi wanita cantik dan Rita sungguh tidak siap dengan kondisi Tristan yang menurut Rita sedemikian tingginya.

Ah Tristan, sebentar lagi dia pulang kembali ke Indonesia. Tentunya dia pasti berubah. Mungkin pula sudah mempunyai gandengan cewek dari negeri seberang. Ah sudahlah, Rita tak pusing memikirkan dia.

Hari ini dia baru saja ditelpon Anisha dan Devon, anak Tristan. Mereka meminta Rita datang untuk menemaninya jalan-jalan ke Car Free Day. Ah, kasihan, anak yang butuh kasih sayang ibu. Hah? Buat apa dia mulai memikirkan anak Tristan juga ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun