contoh penerapan ajaran Epictetus pada kehidupan sehari-hari :
 Misalnya ketika seorang pegawai tidak mendapatkan promosi jabatan yang dia harapkan. Reaksi umum adalah merasa kecewa,menyalahkan orang lain, dan kehilangan semangat kerja, Tetapi reaksi yang sesuai dengan ajaran Epictetus adalah berpikir positif dan rasional dengan menyadari bahwa keputasan orang lain berada diluar kendali kita. Yang ia dapat lakukan adalah tetap bekerja keras dan melakukan yang terbaik. Dengan pandangan seperti ini ia tidak dikuasai oleh emosi negatif.
Epictetus menjelaskan bahwa kebahagian sejati datang dari disiplin pikiran,bukan dari hal hal eksternal. Dengan membedakan hal yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan, kita jadi bisa belajar menerima kehidupan dengan lapang dada dan tetap berpikir positif disegala situasi.
friedrich Nietzsche (1844-1900)
1. the will power
Pengertian the will power ( dalam bahasa jerman : Der Wille Zur Macht ) merupakan konsep inti dalam filsafat Nietzsche.
The will power bukan hanya bermakna berkuasa secara politik atau fisik, tetapi juga bermakna Dorongan dasar kehidupan untuk menumbuhkan, membuat, dan menegaskan eksistensi diri.
Menurut Nietzsche, semua mahluk hidup mempunyai daya hidup (power) yang mendorong mereka untuk :
1. Mengatasi kelemahan yang ada pada diri mereka.
2. Melampaui batas diri yang mereka punya.
3. Menciptakan makna dunia sendiri, di dunia yang tidak memiliki makna mutlak.
jadi kesimpulannya the will power adalah energi positif kehidupan, sumber dari kreativitas, keberanian, dan kebebasan.
2. Ja Sagen
The will power melahirkan sikap yang di sebut oleh Nietsche sebagai Ja Sagen (yang dalam bahasa jerman disebus sebagai "to say yes" atau "menyatakan iya")
sikap Ja Sagen berarti menerima kehidupan sepenuhnya termasuk penderitaan, kegagalan, kekacauan --- tanpa menolaknya atau membaginya antara baik dan buruk.
Nietzsche menolak cara berpikir yang membagi dua dunia seperti "baik dan buruk", "suci dan dosa", "surga dan neraka".
"Ja Sagen" berarti berani berkata "iya" kepada apapun di dunia, bukan hanya kepada hal yang menyenangkan saja.
Konsep "Amor fati" (mencintai takdir) adalah bentuk tertinggi dari sikap "Ja Sagen" Nietsche tidak hanya mengajak kita untuk menerima nasib, tetapi juga harus mencintai nasib itu sendiri--- bahkan penderitaan dan kesedihan --- sebagai sesuatu yang indah.
" Amor Fati : may this be my love!... Not merely to bear what is necessary, still less to conceal it --- but to love it."
( amor fati : semoga inilah cintaku... bukan hanya menanggung apa yang perlu, apalagi menyembunyikannya, tetapi setia untuk mencintainya.)
Jadi, makna Ja Sagen adalah sikap yang menegaskan hidup, sedangkan Amor Fati adalah bentuk mencintai takdir
4. Pemikiran Demokritos
Demokritos adalah berpendapat bahwa segala sesuatu tersusun atas atom (a-tomos : "tidak terbagi").
Bagi Nietzsche kehidupan itu harus diterima sebagai satu kesatuan yang utuh, seperti atom yang tidak bisa lagi dipecahkan, yang tidak bisa dibagi antara baik dan buruk.
jadi menurut Nietzsche kehidupan itu harus diterima sebagai satu kesatuan tunggal yang tidak bisa dipisahkan.
Amor Fati adalah bentuk berpikir positif tingkat tinggi --- menerima dan mencintai semua kehidupan, baik semua penderitaan dan semua kebahagiaan.
Seseorang mengalami pemberhentian pekerjaan secara mendadak
sikap orang pada umumnya : merasa kesal, marah kepada keadaan atau menyalahkan nasib yang terjadi kepadanya.
sikap orang yang mengerti Ja Sagen dan Amor Fati : menerima pengalaman tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidup dan mencintai pengalaman itu sebagaimana dia mencintai keberhasilannya.
Dengan begitu ia akan menegaskan hidup (affirmation of life), tidak menyerah pada penderitaan, dan tetap semangat menjalani keadaan.
6. Kesimpulan
Jadi konsep "The Will Power", "Ja Sagen", dan "Amor Fati" menekankan kepada kehidupan yang sangat positif serta meyakini bahwa setiap pengalaman dalam hidup kita adalah bagian dari perjalanan dan kita harus mencintainya.
Wiliam James (1842-1910) seorang filsuf dan psikolog yang berasal dari Amerika
Teori James menegaskan bahwa kita tidak hanya menerima takdir dan mencintainya, tetapi kita harus bisa menciptakan takdir kita sendiri dengan percaya.
Ditengah Zaman yang menuntut bukti untuk setiap keyakinan, Wiliam James datang dengan opininya "Percayalah bahwa hidup ini layak dijalani, dan keyakinanmu akan membantu mewujudkan kenyataan itu."
Kalimat itu sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam.
Stoikisme mengajarkan kita tentang ketenangan dengan menerima takdir.
Tapi Wiliam James melangkah lebih jauh dan berkata "Takdir bukan hanya untuk diterima dan dicintai. Tetapi takdir harus bisa diciptakan."
James meminta kita untuk tidak menunggu kepastian dalam bertindak. Tetapi kita harus berani bertindak tanpa kepastian, dengan keberanian dunia mulai berubah. Kita tidak hidup untuk menunggu bukti, tetapi menciptakan bukti itu sendiri.
itulah inti dari pemikiran The Will to Believe.
Berbeda dengan Stoa yang menuntun manusia untuk tenang dalam menghadapi badai, atau Nietzsche yang mendorong kita untuk mencintai badai, James dengan tegas berkata "bangunlah badaimu sendiri."
Bagi James hidup bukan hanya tentang bertahan, tetapi bagaimana cara kita untuk merubah kenyataan dengan keyakinan yang tulus.
Misalnya ketika seseorang kehilangan pekerjaanya yang merupakan harapan untuk menjalani hidup.
Penganut ajaran Stoik akan berkata "Terimalah dengan lapang dada."
penganut ajaran Nietzsche akan berkata "Cintailah penderitaan itu."
Tetapi Wiliam James akan berkata "Percayalah bahwa hidupmu masih berarti dan lihatlah bagaimana keyakinan menciptakan makna yang baru."
William James mengajarkan bahwa keajaiban bukanlah sesuatu yang datang secara tiba tiba, tetapi sesuatu yang kita cari dengan keyakinan dan usaha yang kita miliki.