Mohon tunggu...
Ahlan Mukhtari Soamole
Ahlan Mukhtari Soamole Mohon Tunggu... Ilmuwan - Menulis untuk menjadi manusia

Perjalanan hidup ibarat goresan tinta hitam yang mengaris di atas kertas maka jadilah penah dan kertas yang memberikan makna bagi kehidupan baik pada diri, sesama manusia dan semesta dan Ketekunan adalah modal keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjadi Manusia Batu

16 Februari 2019   16:32 Diperbarui: 16 Februari 2019   16:52 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar : kejia blog)

Pernahkah kita dikatakan seseorang sebagai kepala batu (artinya suka melawan tidak kompromis) istilah yang membuat kita marah terkadang membuat kita senang karena menganggap kita kuat apabila dibilang kepala batu) bagaimana kalau dibilang manusia batu, objek batu sangat materil sekali diidentik suatu benda yang pasif diam seperti halnya mesin dia hanya mengandalkan kakinya berjalan hewan pun melakukan hal yang sama jadi manusia batu adalah manusia yang berjalan seperti hewan bukan berarti secara terus-menerus.

Realitasnya kehidupan manusia dalam perspektif baru akibat didominasi suatu cara pandangan sains secara total begitu pun secara terapan dalam tataran ilmu sipil atau pertambangan orang-orang yang bergelut dalam material misal sipil bagaimana mencampurkan semen, batu, besi untuk menghasilan kekuatan beton , begitu pun di tambang upaya menemukan sebaran bebatuan yang mengandung mineral berharga.

Pada akhirnya kedua orientasi itu berupaya menjadi 'batu' apalagi manakala batu yang telah menjadi nilai misalnya dalam pasar kapitalisme infrastruktur yang dibangun untuk kepentingan pasar kapitalisme maka menguntungkan sekelompok oligarki dan suatu kekuasaan monopoli pemilik modal, dan bahan tambang yang sebaliknya sama pula bahwa mineral batuan yang diproduksi untuk kepentingan pasar kapitalisme sedangkan signifikansi dari batu sama sekali tidak berdampak baik bagi pembangunan sosial dan lingkungan di mana masyarkat lingkar tambang selalu tereksploitasi tidak memeroleh keadilan dan kesejahteraan, sebaliknya lingkungan yang rusak akibat kegiatan pelepasan batuan-batuan berharga dari batuan induk yang merubah segala komponen morfologi tanah dan lingkup di daerah tersebut.

Pada tataran politik manusia batu ini bersifat destruktif doktrin kapitalisme yang memukau terhadapnya yakni seperti mesin kerja-kerja dan kerja bukankah mesin bekerja secara sistem yang hierarki tanpa kesadaran penuh apakah politik sekedar kerja-kerja yang berarti politik 5.0 politik masa robotifikasi dan massifikasi, tentu tidak, Politik itu ideal suci tidak sekedar kerja apalagi kerja untuk kapitalisme pasasar modal yang bentuknya dengan kepetningan dan keserakahan akibat pengumpulan modal dan keuntungan secara maksimal bahkan surplus.

Politik terdiri dari dua kata (secara etimologi) Polis dan theo atau politea, polis berarti kota sedangkan theo berarti tuhan secara istilah kota tuhan yang berarti nilai-nilai ketuhanan yang terkandung kebaikan di dalamnnya di mana masyarakat hidup secara tentram, damai karena telah memeroleh hak dan kewajibannya telah memeroleh keadilan dan kemakmuran, kota tuhan adalah kota bergumulnya kebaikan, tuhan tak sekdar asal bekerja, namun kerja tuhan adalah untuk kemaslahatan ciptaannya termasuk makhluk hidup di dalamnya untuk memeroleh kebaikan, apabila tuhan asal kerja maka garis-garis kehidupan yang tidak korespondensi secar inklusif dapat meldeak atau rusak sepenuhnya akibat tidak sejalannya tadi pada garis kehidupan yang ditetapkan.

Semboyan pemerintah kerja-kerja dan kerja dikhawatirkan kerja dalam kekeliruan sebab orientasinya pada sekelompok pembisinis kakap kapitalisme sedangkan murka tuhan berada di antara orang-orang yang serakah dan mengumpulkan kekayaan secara sepihak dan tidak dibagikan bagi orang-orang yang membutuhkan dalam hal ini rakyat jelata.

Menjadi manusia batu harus dilawan

Apabila kita menjadi manusia batu maka kita akan terpuruk dalam satu ambigu dan sistem yang destruktif karena sebab dari sistem itu belum menemukan titik kemerdekaan bagi manusia, oleh karena itu sepatutnya menjadi manusia yang memiliki kemerdekaan, pengharapan pada kemajuan berbangsa dan bernegara.

Sebagaimana dilakukan oleh pendiri bangsa Bung Karno, Bung Hatta Bung Sjahrir, Tan Malaka dan beberapa tokoh dari Maluku dan MinangKabau yang mengedepankan perjuangan di atas nilai kemerdekaan intelektualitas yang sungguh bertentangan dengan sikap pasif mesin massifikasi, kemerdekaan itu yakni berjuang untuk memeroleh keadilan dan kemakmuran tanpa penindasan dilakukan oleh penjajah yakni kapitalisme liberal (neokolonialisme)sekelompok orang secara kecil menguasai kekyaaan dan keuntungan secara sepihak. 

Maka, sepatutnya diskursus yang dihantarkan yakni menciptakan manusia yang medeka demi kemajuan ummat dan bangsa.

*Penulis adalah Alumnus Universitas Karya Dharma Makassar/ Pegiat Belajar Filsafat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun