Mohon tunggu...
ARIF RAHMAN HAKIEM
ARIF RAHMAN HAKIEM Mohon Tunggu... wiraswasta -

TEGAS, JUJUR,

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kedaulatan Anggota Versus Legalitas

4 Mei 2012   11:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:43 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kedaulatan anggota....!!!!!!!! Itulah 2 kata sakti yang selalu diagung-agungkan kelompok penentang PSSI, dimulai dari digelarnya liga tandingan yang -katanya- diikuti tim-tim terbaik negeri ini dan merupakan klub-klub anggota resmi PSSI, lalu menggelar RASN yang -juga katanya- digelar oleh seluruh pengprov PSSI dan melahirkan kpsi, dan terakhir menggelar KLB yang dibanderol dengan HARGA MATI,di klaim diminta dan diikuti oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI, dan menghasilkan "produk unggulan" bernama Haji La Nyalla Mahmud Mattaliti, mantan EXCO PSSI terpecat dan aktivis sebuah ormas kepemudaan yaitu Pemuda Pancasila. Dari semua kegiatan yang disebut diatas, mereka selalu mengklaim semuanya diikuti dan dijalankan oleh mayoritas anggota resmi PSSI, jadi semua keputusan yang dihasilkan semestinya resmi menjadi produk PSSI sebagai induk federasi sepakbola Indonesia.

Benar adanya, dalam suatu organisasi kedaulatan anggota merupakan kekuasaan tertinggi. Apapun yang diinginkan dan disuarakan oleh mayoritas anggota semestinya bersifat mutlak dan menjadi hal yang harus dijalankan. Namun untuk organisasi bernama PSSI, sepertinya hal itu merupakan pengecualian, setidaknya jika mengacu pada kejadian yang pernah terjadi di PSSI sebelumnya. PSSI tidak bisa disamakan, dengan misalnya sebuah partai politik, ormas, dimana anggota punya kekuatan mutlak untuk menentukan siapa pemimpin mereka.Ada satu hal yang mungkin terlupa-atau memang sengaja tak dianggap-, bahwa PSSI bukan semata tentang huruf I yang merupakan akronim Indonesia, melainkan lebih tentang huruf PS yang merupakan singaktan dari Persatuan Sepakbola, yang artinya adalah federasi,asosiasi sepakbola (suatu negara) yang berinduk kepada federasi sepakbola dunia yaitu FIFA.

Ini berarti bahwa bahwa suatu federasi sepakbola sebuah negara tidak hanya butuh suara mayoritas anggota, tapi juga memerlukan LEGALITAS dari induk organisasi yaitu FIFA. Dan untuk PSSI, FIFA sudah jelas memberi contoh bahwa LEGALITAS ternyata lebih tinggi kedudukannya dibanding kedaulatan anggota. Masih segar dalam ingatan kita, setahun yang lalu ketika kelompok yang menamai dirinya K-78 yang didukung MAYORITAS anggota PSSI begitu ngotot mengusung pasangan Geoerge Toissuta- Arifin Panigoro (GT-AP) dalam kongres PSSI yang diprakarsai oleh Komite Normalisasi yang dibentuk untuk menyelesaikan kisruh PSSI waktu itu dan dimentahkan oleh FIFA. Saat itu, bisa dikatakan tak ada satu statuta (PSSI maupun FIFA) yang melarang pasangan tersebut menduduki kursi ketua dan wakil ketua umum PSSI. Bahkan ketua komite normalisasi yaitu Agum Gumelar dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi tidak bisa menjelaskan secara pasti apa alasan pelarangan tersebut. Beliau hanya menyebutkan bahwa FIFA kurang berkenan dengan aktivitas salah satu calon yaitu Arifin Panigoro yang sebelumnya memprakarsai pagelaran Liga Primer Indonesia yang dicap sebagai breakaway league.  FIFA tak ingin adanya breakaway league di Indonesia akan menjadi preseden buruk dan ditiru oleh negara lain jika Arifin Panigoro diloloskan menjadi kandidat petinggi PSSI. Begitupun dengan beberapa anggota K-78, mereka bahkan sampai melayangkan gugatan ke CAS, namun hasilnya tetap, pasangan tersebut tak bisa sekedar mencalonkan diri.

Berkaca dari kejadian tersebut, semestinya para kelompok PSSI sadar, bahwa mereka bukan cuma bisa mengandalkan kekuatan kedaulatan anggota sebagai modal menentang PSSI, melainkan butuh yang bernama legalitas. Dan sepertinya itu jadi sesuatu yang akan sangat sulit didapat. Tanda-tanda kearah itu sebenarnya sudah gamblang, dimulai dari permintaan FIFA untuk menggelar kongres biasa sebelum tanggal 20 maret, ditolaknya gugatan kpsi atas pembatalan kongres tahunan (biasa) Palangkaraya oleh CAS, terakhir, pernyataan FIFA yang hanya mengakui PSSI hasil kongres Solo, seperti tertera disini. http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/liga-indonesia/12/04/03/m1wdp8-fifa-hanya-akui-pssi-hasil-kongres-solo

Tapi sepertinya para dedengkot penentang PSSI memang sudah buta hati. Berbagai rentetan fakta diatas tak sekalipun menyurutkan kengototan mereka. Bagus memang, jika yang mereka perjuangkan adalah sebuah kebenaran yang bersifat mutlak. Tapi untuk urusan sepakbola, dengan track record para tokoh-tokoh penentang PSSI, apa yang masih bisa diharapkan...???????????????

wallaahu a'lam...
damai negeriku,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun