Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cintailah "Pulau Kecilku" Bangka Belitung

7 Oktober 2020   10:14 Diperbarui: 7 Oktober 2020   10:31 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gasing, olahraga tradisional Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini | dokpri

Dulu, sebelum tanah-tanah/aliran sungai-sungai di bongkar oleh mesin TI (tambang inkonvensional) yang dibebaskan bagi seluruh masyarakat, sungai-sungai yang dulunya terkenal bersih dan jernih, tumbuhannya rimbun dan sudah banyak dijadikan pemandian umum dan sungai-sungainya yang dulu menjadi tempat mata pencaharian masyarakat, dan karena karunia itulah taber sungai (upacara tolak bala sungai) diadakan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan melantunkan doa-doa penghindar dari bahaya buaya dan roh jahat di sungai. 

Namun sekarang acara itu tidak ada lagi karena para penambang ilegal sudah menghancurkan sebagian besar sungai di Bangka. Danau-danau sisa ekploitasi PT. Timah pun yang tak terhitung jumlahnya, danau kecil/besar bekas galian timah tersebar hampir diseluruh daerah, dan sebenarnya kebanyakan danau bekas pertambangan masa lalu PT Timah itu di masa sekarang airnya sudah jernih dan berbagai macam ikan sudah hidup, karena danau bekas pertambangan yang sudah berusia puluhan tahun itu sudah jernih dan sehat. Kemudian kehancuran sebagian danau-danau jernih itu kembali terjadi setelah TI ilegal beraksi. Air menjadi keruh dengan tanah terbongkar dan tumbuh-tumbuhan/semak belukar di sekitar sungai mati.

Dulu sebelum TI terjadi, sisi baiknya dari danau-danau/aliran sungai yang dulunya jernih itu tercipta tari-tarian tradisional daerah yang kini sudah dilestarikan para seniman, seperti tari Kedidi, upacara adat Bebantan, upacara tolak bala sungai dan sebagainya. Dari danau bekas pertambangan PT. Timah ini juga tercetus ide-ide kreatif dari generasi muda menciptakan tari kreasi, dan dari tumbuh-tumbuhan danau yang tersisa tercipta pernak pernik properti/perkakas dapur berupa suyak, tikar purun, dan lain sebagainya. Dan setelah semua hancur, seniman tetap mengangkat kisahnya ke dalam seni pertunjukan, karena demikian itu menjadi ide kreatif bagi para seniman daerah.

Selain sungai, mata pencaharian masyarakat Bangka adalah berkebun dan berladang. Kebun lada hampir ada di tiap desa di daerah, upacara adat dan tarian tradisional pun lahir dari sini. Nemun kebun lada ini pun sudah mulai tersingkirkan oleh perkebunan sawit, padahal dari kebun lada lah tari-tari pergaulan muda-mudi, dincak, musik gambus dan sebagainya lahir. Lahir ketika panen raya diadakan oleh masyarakatnya, serta sebagai tari hiburan ketika upacara adat/tolak bala diadakan.

Upacara adat itu terjadi untuk masyarakat lebih mudah membuka ladang hingga musim panen tanpa ada gangguan dari hewan liar dan mahluk halus. Sedangkan syair-syair bedambus (bermain alat musik gambus) tercipta kala mereka menginap di pondok kebun hingga tertidur. Adakalanya mereka menghibur diri berdaek dan bermain musik gambus di depan rumah, ada juga musik dambus dimainkan di tengah perkampungan seharian dimana kala itu tidak ada hiburan apa pun di perkampungan sehingga musik dambus menjadi tempat mereka untuk menari/bedincak menghibur diri.

Tarian tradisional biasanya tercipta dengan melambangkan/mencerminkan tempat yang menjadi tarian tersebut, seperti tari gambus, tari ini tercipta dari dincak/joget masyarakat kampung ketika mendengarkan alunan musik dambus. Selain sebagai menghibur diri, musik gambus juga berguna menghibur masyarakat setempat. Seperti halnya seperti sekarang ini, saat mendengar musik dangdut maka akan membuat orang berjoget, dan joget inilah yang terjadi pada tari gambus. Kemudian seperti tari Kedidi (yang sudah saya tulis pada artikel sebelumnya tentang tari kedidi), tari ini tercipta dari nelayan yang melintasi sungai Menduk dan mencontoh gerak-gerik burung kedidi yang konon banyak terdapat sepanjang sungai Menduk, di desa Menduk kecamatan Mendo Barat. 

Kemudian seperti tari Campak yang merupakan tari pergaulan muda-mudi untuk saling memikat hati, untuk saling menemukan jodoh mereka. Namun tari sudah mengalami perubahan karena sekarang dikenal sebagai tari pergaulan muda-mudi, maka pada perjalanan ceritanya di masa silam, tari ini berisikan penari wanita semua yang diawali oleh nduk campak (dukun wanita) dengan jampi-jampinya yang mampu menjadikan penari wanitanya menjadi cantik dan menarik di mata para pria, hingga para pria ingin menari bersama dengan syarat harus memberikan uang kepada penari wanita, kemudian tari ini terus berkembang pada masa masa penjajahan dan setelah masa penjajahan.

Demikian juga halnya dengan silat tradisional Bangka. Ilmu beladiri asli Indonesia ini sudah ada sejak dulu, karena silat sudah dikuasai masyarakat Bangka sejak dimulainya perang antar saudara/antar masyarakat. Silat tradisional Bangka sudah disegani sejak dulu oleh masyarakat Bangka sendiri, pendekar-pendekar silat Bangka sasngat dihormati, apalagi yang menguasai silat tradisional Bintit. Silat ini dikenal permainan bawahnya atau selalu mengincar bagian bawah musuk (pinggang, punggung dan kaki), silat ini sangat berbahaya sehingga banyak guru-guru silat pada jaman dulu tidak mengajari muridnya silat Bintit karena takut dipergunakan muridnya untuk kejahatan. 

Sekarang silat ini dipercaya sudah tidak dikuasai lagi oleh masyarakat Bangka. Namun silat ini pernah sempat terekam pada saat masyarakat tempilang mengadakan acara perang ketupat, upacara adat ini diselingi oleh hiburan pencak silat, dan di saat itu ada 2 pendekar silat saling bermain silat menggunakan gerak kaki silat Bintit yang ia kombinasikan dengan silat kedidi. Silat Bintit dikenal dengan gaya mengintipnya diantara tangannya, gerakan mengintip kelemahan musuhnya.

Pernah saya diceritakan oleh almarhum bapak Kamarulzaman (pewaris tari/silat kedidi) jika pada masa lalu, silat di Bangka ini sering dipertandingkan oleh para pemuda/para murid-murid perguruan silat antar desa sebagai tali silahturahmi para pendekar, mereka sering bertanding silat jika masyarakat kampung sebelah mendatangi kampung lainnya, oleh karena itu dalam perkembangannya, silat digunakan saat rombongan mempelai pria datang melamar mempelai wanita. 

Silat yang terkenal pada masa itu adalah silat bintit dan kemudian muncul lagi silat kedidi. jadi terbentuknya silat tradisional adalah sebagai olahraga, sebagai penghubung tali silahturahmi antar masyarakat dan sebagai suatu seni budaya daerah setempat sehingga ia menjadi seni tradisional daerah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun