Sekira tahun 2000, saya pernah menghadiri kajian di rumah Ahmad Sumargono (kini sudah almarhum) di Jakarta. Dia pendiri Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan  Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI).
Banyak narasumber terkenal yang menyampaikan pandangan dan pemikiran. Di antaranya Hartono Mardjono, MS Kaban, Adian Husaini, Jumhur Lamtong, dan lainnya.
Saat itu, Ahmad Sumargono dikenal sebagai seorang tokoh dan politisi yang dianggap sebagian orang beraliran "keras". Saya berbincang akrab dengan beliau. Saya merasa nyaman-nyaman bertukar pikiran dengan dia.
***
Pekan ini, saya memandu diskusi publik di Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Temanya, "Urgensi Syiar Moderasi Dalam Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Media Massa".
Diskusi ini merupakan rangkaian dari kegiatan Uji Kompetisi Wartawan (UKW) Media Afiliasi Muhammadiyah. Penyelenggaranya Kementerian Agama (Kemenag) RI, UMS, dan MD Indonesia.
Pembicaranya, Prof. Dr. Suyitno (Kepala Balitbang Kemenag RI), Roni Tabroni, M.Si (Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah), dan Dr. Makroen Sanjaya (praktisi media).
Isu moderasi beragama menjadi salah satu isu penting yang akan diangkat dalam agenda Muktamar ke-48 Â Muhammadiyah dan Aisyiyah di Surakarta pada 18-20 November mendatang.
Kenapa media massa? Karena instrumen ini memegang peranan penting dalam meneguhkan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Media massa juga efektif menyuarakan moderasi beragama dan meredam penyebaran ideologi terlarang.
Saya disuguhi hasil riset Setar Institute yang mengonfirmasi ancaman tersebut, yaitu adanya peningkatan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) pada masa pandemi ini.