Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Yusuf Ekodono, Bomber Timnas, dan Penalti Emas

31 Desember 2020   23:50 Diperbarui: 28 Mei 2021   16:13 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusuf Ekodono menjajal rumput baru Gelora 10 November. foto:pshw

Seperti bernostalgia. Hadir di stadion legendaris di Surabaya. Menghirup bau rumput dan tanah liat. Mengusap embun yang menempel di rumput, lalu mengoleskan ke kedua lutut. Menyaksikan tribun penonton yang megah. Mengingat ulang luapan suporter dengan berbagai atributnya.  

Begitulah perasaan Yusuf Ekodono saat tampil di laga persahabatan Persebaya All Star di Stadion Gelora 10 November atau karib disebut Stadion Tambaksari, Sabtu (19/12/2020). Acara itu menandai dibukanya stadion berkapasitas 30 ribu itu dengan fasilitas rumput baru. Juga untuk memeringati 100 Tahun Bung Tomo.

Yusuf tampil bareng legenda Persebaya lainnya. Di antaranya, Maura Hally, Muharom Rusdiana, Usnadi, Jacksen F Tiago, Ibnu Grahan, Anang Ma'ruf, Mursyid Effendi, Reinald Pieters, Slamet Bachtiar, Bonggo Pribadi, Mat Halil, dan Agustiar Batubara.  

Bagi Yusuf, Stadion Tambaksari adalah saksi bisu perjalanan karirnya sebagai pemain bola. Sebelum menjadi pemain, Yusuf nyaris tak pernah absen menonton dua tim kebanggaannya, yakni Niac Mitra dan Persebaya. Yang sering, dia nonton di tribun timur.

"Saya gak pernah menonton di tribun VIP karena mahal," ujarnya, lalu tersenyum      


Waktu itu, Niac Mitra masih diperkuat dua pemain Timnas Singapura, yakni Fandi Ahmad (striker) dan David Lee (kiper). Yusuf sangat mengidolakan Fandi Ahmad. Dia dianggap striker flamboyan. Pribadinya baik. Selalu ramah terhadap fansnya. Meski lahir di Singapura, namun nenek Fandi Ahmad berasal dari Pacitan, Jawa Timur. Tak salah bila karakter Fandi Ahmad terkesan "Njawani".

"Karena mengidolakan dia (Fandi Ahmad), anak pertama saya beri nama Fandi Eko Utomo," kisah Yusuf.

Stadion Tambaksari menjadi kenangan ketika Yusuf menjadi pemain Persebaya. Riuh dukungan Bonek (julukan suporter Persebaya). Teriakan dan yel-yel yang membakar semangat. Fanatisme dan militansi yang tinggi selalu ditunjukan Bonek di setiap pertandingan.

Yang menjadi kebanggaan Yusuf, Stadion Tambaksari selalu penuh ketika Persebaya bertanding. Apalagi jika lawan-lawannya tim besar seperti Persija, Persib, Persipura, dan PSIS, penonton pasti membludak, bahkan sampai ke pinggir lapangan. Namun begitu, tidak penah ada kerusuhan.

"Bonek mendukung tim Persebaya dan tidak mengganggu tim tamu yang sedang bertanding," ungkap Yusuf.

oke-yusuf-persebaya-5fedfc9a8ede486d060db202.jpg
oke-yusuf-persebaya-5fedfc9a8ede486d060db202.jpg
Rebut Piala Persija 

Yusuf Ekodono mulai bermain sepak bola sejak tahun 1975. Masa itu, dia masih berusia 8 tahun. Masih duduk di bangku sekolah dasar. Hampir tiap hari dia bermain sepak bola di kampung. Lebih sering cekeran (tanpa alas kaki).  

Yusuf kemudian bergabung dengan klub sepak bola Indonesia Muda (IM), tahun 1977. Latihannya di Lapangan PJKA Pacar Keling, Surabaya. Awal bergabung di IM, Yusuf dikenal pendiam dan pemalu. Beruntung, dia bisa cepat beradaptasi dengan teman-temannya.

Yusuf juga senang karena kedua orang tuanya mendukung cita-citanya menjadi pemain sepak bola. Masa itu, Yusuf rela membantu usaha ibunya di rumah dengan imbalan dibelikan sepatu bola yang bagus. Bagi Yusuf, dengan sepatu bola bagus, nyaman dipakai, dia bisa melakukan ball feeling dan menendang bola yang pas. 

Selama di IM, karir Yusuf terbilang moncer. Dia sering dipasang di game internal maupun melawan klub lain. Main sebagai striker. Hingga nama masuk line up IM untuk Kompetisi Internal Persebaya. Di kompetisi yang digelar secara periodik tersebut diikuti klub-klub tenar, di antaranya Assyabaab, Suryanaga, THOR, Sasana Bhakti, Putra Gelora, dan PSAD.

Nama Yusuf mulai melambung. Ini setelah IM berhasil menjadi juara Kompetisi Internal Persebaya dua kali berturut-turut, tahun 1978-1979. "Keberhasilan IM ini setelah 25 tahun tak pernah merenggut gelar juara," kenang Yusuf.

Kepiawaian Yusuf menggocek si kulit bundar akhirnya terpantau pelatih Persebaya. Tahun 1985, Yusuf terpilih mengikuti seleksi Persebaya junior. Seleksi tersebut diikuti puluhan pemain yang direkrut dari klub-klub anggota Persebaya.

Yusuf pun girang. Impiannya menjadi pemain Persebaya sebentar lagi akan menjadi kenyataan.  Namun, sehari menjelang seleksi, petaka menimpa. Yusuf mengalami kecelakaan. Dia ditabrak mobil saat berangkat latihan. Akibat peristiwa itu, Yusuf mengalami cedera. Tungkainya sakit. Sulit digerakkan. Dia terpaksa mengundurkan diri dari seleksi Persebaya junior dan memilih memulihkan cedera kakinya.

Selang beberapa bulan, Yusuf kembali dipanggil Persebaya junior. Di sana, dia membuktikan diri sebagai striker jempolan. Gol-gol cantik lahir dari kakinya. Dia juga piawai dalam memberikan assist. 

Setahun berikutnya, Yusuf dipanggil Persebaya. Namanya masuk skuad saat Persebaya menjadi runner-up Perserikatan 1986-1987 dan 1987-1988. Di usianya yang masih muda, Yusuf lebih banyak duduk di bangku cadangan. Karena Persebaya saat itu punya striker dengan julukan duet maut: Syamsul Arifin dan Mustaqim. 

Yusuf tak putus asa. Di tetap berlatih serius. Bahkan, dia menambah porsi latihan sendiri. Tahun 1998, Yusuf masuk skuad Persebaya untuk mengikuti kompetisi memperebutkan Piala Persija. Main di Stadion Utama Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno). Ada 30 pemain yang terpilih.

Tampil di Senayan seperti mimpi. Sebelum main, dia merasakan grogi. Cemas. Begitu masuk lapangan, suasana batinnya berbeda. Bisa cair. Dan dia mampu tampil ngosek (tak kenal lelah). Hasil latihan serius benar-benar menempa mentalnya.

"Saya senang karena Persebaya akhirnya menjadi juara dan membawa pulang Piala Persija," tutur Yusuf.

Skuad Timnas SEA Games Manila 1991. 
Skuad Timnas SEA Games Manila 1991. 

Kuda-Kuda Satu Langkah

Tampil moncer di Persebaya, Yusuf Ekodono akhirnya bisa mengisi skuad Timnas Indonesia. Waktu itu, dia sempat menjadi bagian dari Timnas Indonesia yang mengikuti ajang kompetisi Piala Raja di Bangkok, tahun 1988 dan 1988.

Yusuf Ekodono juga memerkuat Timnas di Ajang SEA Games Manila 1991. Kala itu, Timnas dilatih Anatoli Polosin, Vladimir Urin, dan Danurwindo. Latihannya keras bak militer. Sehari, wajib latihan tiga kali. Banyak pemain yang kedodoran dan akhirnya mengundurkan diri.   

Bagi Yusuf, latihan berat yang diterapkan Polosin sangat besar pengaruhnya terhadap mentalitas pemain Timnas. Mereka yang terbiasa menghadapi tekanan berat bisa unggul melawan tim-tim hebat di Asia Tenggara.

Ketika itu, Yusuf merasakan atmosfer persaingan striker Timnas yang ketat. Ada dua striker senior, Bambang Nurdiansyah dan Peri Sandria. Sementara dua striker muda yang lagi bersinar, yakni Widodo C Putro dan Rochy Putiray.  

Buntut persaingan itu, posisi Yusuf akhirnya digeser. Dia ditempatkan sebagai ekstra striker alias gelandang serang. Posisi ini tidak mengenakkan bagi Yusuf. Namun sebagai pemain profesional, dia harus beradaptasi dengan skema yang disusun pelatih.  

Di kancah bergengsi itu, Yusuf harus bersabar. Pasalnya, dia harus menunggu untuk masuk Starting XI. Meski ditempatkan sebagai pemain cadangan, Yusuf merasa loyalitas dan fanatisme sebagai bangsa Indonesia sangat tinggi.

Timnas Indonesia lolos ke babak semifinal, bertemu Singapura. Pertandingan berlangsung ketat. Singapura yang diperkuat Fandi Ahmad mampu menahan Indonesia 0-0 hingga 120 menit. Dalam adu penalti, Indonesia berhasil melenggang ke final setelah unggul adu penalti dengan skor 4-2.

Di final, Indonesia bertemu Thailand. Yusuf ikut bermain. Waktu itu, media-media memberitakan Thailand bakal bisa mengungguli Indonesia. Penampilan Timnas Indonesia dianggap tidak menjanjikan. Hasil uji coba jelek, main bola tidak cantik, dan tidak punya pola permainan yang bagus.

"Namun yang menjadi tekad kami saat itu adalah punya mental pemenang," tandas Yusuf.    

Pertandingan melawan Thailand berlangsung ketat. Thailand tampil agresif. Sementara Indonesia tampil lebih bertahan dan mengandalkan serangan balik. Hingga 90 menit skor belum berubah, masih 0-0. Di babak perpanjangan waktu juga sama.  

Dalam adu penalti, lima orang ditunjuk sebagai eksekutor penalti. Mereka, Ferril Raymond Hattu, Maman Suryaman, Yusuf Ekodono, Widodo C. Putro, dan Sudirman. Dari lima orang itu, tendangan Maman Suryaman dan Widodo C. Putro yang gagal membobol gawang lawan.

Cerita seru diungkapkan Yusuf. Sebagai penendang penalti ketiga, dia bukan hanya membuka harapan, tapi juga membuat jantung deg-degan. Pasalnya, Yusuf yang berjalan tenang menaruh posisi kuda-kuda satu langkah dari bola. Terdengar teriakan pelatih dari bench, "Yusuf mundur, mundur..."

Yusuf "mengacuhkan" teriakan itu. Dia menyakini dengan caranya menendang penalti. Dan, hanya dengan satu langkah, Yusuf bisa mengelabui penjaga gawang Thailand, Chaiyong.    

"Waktu nendang penalti itu saya tidak ada beban. Saya memang sering berlatih menendang penalti sendiri tanpa sepengatahan pelatih. Makanya, ketika ditunjuk, saya menyatakan siap," beber pria kelahiran 16 April 1967 itu.

Indonesia menang mendapat medali emas SEA Games Manila 1991. Hingga kini, rekor itu belum terpecahkan. Terakhir, Indonesia harus mengakui keuggulan Vietnam 0-3 di SEA Games Filipina 2019.

Novaldo Troy Putra, Fandi Eko Utomo, Yusuf Ekodono, Bayu Subo Seto.foto:beritalima.com
Novaldo Troy Putra, Fandi Eko Utomo, Yusuf Ekodono, Bayu Subo Seto.foto:beritalima.com

Melatih PS Hizbul Wathan

Tiga anak Yusuf Ekodono kini mengkuti jejaknya. Fandi Eko Utomo bermain di klub Liga 1 PSIS Semarang, Wahyu Subo Seto memerkuat klub Bhayangkara FC yang juga berlaga di Liga 1, dan Novaldo Troy Putra masuk skuad PS Hizbul Wathan (PSHW) yang berlaga di Liga 2.

Yusuf mengaku tidak pernah memaksa anaknya menjadi pemain sepak bola "Semua karena kemauan sendiri. Patokannya lulus SMP, saya selalu tanya mau menjadi pemain bola atau bekerja. Karena tidak bisa dua-duanya jalan sama-sama," tutur Yusuf.

Selain itu, Yusuf juga menanama disiplin tinggi untuk semua anaknya. Sebab, mereka harus melalui proses yang benar. Berlatih setiap hari, menjaga pola makan, dan dilarang begadang.

Makanya, kalau anak-anaknya bisa meneruskan jejaknya hal itu lebih besar karena upaya yang serius dan fokus.  "Kuncinya pada mereka sendiri yang harus menjiwai sepak bola. Berikutnya baru dukungan saya sebagai orang tua," imbuh Yusuf

Tahun 2019, Yusuf ditunjuk menjadi head coach PSHW. Klub milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur itu, berkompetisi Liga 2. PSHW baru melakoni satu pertandingan melawan Persijap Jepara. Setelah itu kompetisi berhenti karena pandemi covid-19.

Yusuf punya tanggung jawab besar membawa tim berjuluk Laskar Matahari itu untuk meraih prestasi bagus. 

PSHW, bagi Yusuf, punya potensi menjadi tim besar. Karena memiliki basis massa yang kuat, dalam hal ini Muhammadiyah.

"Jika PSHW ada di seluruh Indonesia, tentu ke depan PSHW tak akan kesulitan menyeleksi pemain. Karena bisa merekrut pemain-pemain berbakat dari binaan PSHW sendiri," ungkapnya.

Yusuf juga mengapresiasi misi PSHW yang tidak hanya ingin meraih prestasi di kancah sepak bola nasional, tapi juga bagian dari dakwah kultural Muhammadiyah.  

"Mudah-mudahan PSHW bisa bertahan. Bahkan bisa naik ke Liga 1. Ini akan menjadi klub sepak bola kebangganna Muhammadiyah," tuturnya.

Yusuf tidak sedang bermimpi. Sebagai pemain berpengalaman, dia layak punya ambisi. Mewujudan mimpi-mimpi membangun tim sepak bola yang disegani. Syukur-syukur bisa berkontribusi membangun atmosfer sepak bola nasional agar lebih baik.

Yusuf selalu menarpkan permainan pendek, cepat, dan agresif. Dia juga mengajarkan agar  selalu menjunjung tinggi sportivitas dan menjauhi permainan kasar.  Apa yang dia citakan barangkali selaras dengan kata-kata inspiratif  Johan Cruyff. "Sepak bola sekarang semua tentang uang. Ada masalah dengan nilai-nilai dalam permainan. Ini menyedihkan karena sepak bola adalah permainan yang paling indah. Kita bisa memainkannya di jalan. Kita bisa memainkannya di mana saja." (agus wahyudi)

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun