Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nyentrik, Cowok Ini Punya Trik Jualan Brownies di Mal Tanpa Bayar Sewa Stan

7 Oktober 2019   14:14 Diperbarui: 8 Oktober 2019   15:18 3373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dwi Ardhi Nugroho. Foto:dok biteardy

 "Dadi pedagang iku akale kudu akeh. (Jadi pedagang itu akalnya harus banyak, Red)" 

Hal itu diyakini benar oleh Dwi Ardhi Nugroho. Pelaku usaha ini terbilang nyentrik. Dia bisa jualan brownies di mal tanpa harus bayar sewa stan. Lho, kok bisa?

Ya, pria kelahiran Surabaya, 14 Februari 1972 ini, punya jurus ampuh bisa "menerobos" mal-mal untuk menjajakan dagangannya. Rata-rata, dalam tiga jam blusukan di mal, Ardhi bisa menjual 24 pack brownies. Harganya Rp 55-100 ribu. Per hari, omzet jualan di mal Rp 1 juta lebih. Dalam sehari, dia bisa dua kali jualan di mal.

Ihwal kenekatan Ardhi jualan di mal dilatarbelakangi keadaan. Setelah resign dari perusahaan properti di Bali, dia memutuskan berwiraswasta. Belajar membuat kue menjadi pilihannya. Dan brownies menjadi produk andalannya. 

Setelah belajar otodidak berbulan-bulan, Ardhi menyakini browniesnya layak jual. Sebagai pemula, dia tak punya modal besar alias cupet. Untuk ongkos produksi saja sangat ngepres. Apalagi harus keluar biaya untuk menyewa stan di mal.

Namun spirit bonek (bondo nekat) Ardhi sangat kuat. Dia yakin browniesnya bisa jualan di mal. Pengalamannya sebagai sales properti tentu sangat membantunya berwirausaha.

Ardhi pakai siasat seperti ini. Ketika jualan di mal, dia berdandan layaknya pengunjung kaum eksekutif. Baju dan sepatu harus keren. Badan harus wangi. Rambut tersisir rapi alias klimis. Barang dagangannya dibawa dengan tas. Seakan-akan membawa barang belanjaan.

Dalam aksinya, Ardhi bukan menawarkan kepada pengunjung, melainkan menyasar pegawai di gerai-gerai brand-brand ternama. Seperti Hugo Boss, Guess, Bonucci, Bucheri, Keris Gallery, dan masih banyak lagi.

Ardhi menyapa ramah mereka. Mengajak mereka ngobrol. Setelah akrab, dia coba tawarkan dagangannya.  "Eh Mbak, apa gak kepingin beli brownies. Ini rasanya spesial, lho?" cetus pria yang menamatkan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (UNS) ini. 

Ardhi tahu, calon konsumen pasti bertanya harganya. Biasanya, Ardhi tak mau langsung menjawab. Tapi memberi pilihan varian brownienya dulu. Jika sudah terjawab, Ardhi masih menanyakan lagi mau makan brownies sendiri atau bareng teman, keluarga, orang dekat, atau pacar. Perempuan atau lelaki. Ardhi menawarkan alternatif. "Ya, kalau cewek suka yang chocho-melt ini, Mas. Bikin meleleh hati," ucap Ardhi,  lalu tersenyum.

Dengan cara itu, konsumennya merasa terhibur dan mendapat pengetahuan. Terbukti, mereka tidak sekali membeli. Bahkan mengontak Ardhi untuk repeat order.

Eh, ada lagi. Ardhi pernah punya pengalaman yang membuatnya speechless. Suatu ketika,ada  perempuan memesan browniesnya. Namanya Vita. Dia minta brownies tersebut dikirimkan ke seseorang. Setelah mentransfer uang, perempuan itu memberi alamat yang dituju. Berikut dia menitipkan pesan yang dikirim via WA. Dia minta kata-kata itu dituliskan di kertas mungil. Ditempel di kemasan brownies. Pesannya begini:

"Dear Anggi, 

 Kamu inget nggak brownies ini hampir setiap hari kita makan selama 7 tahun waktu kita masih satu kantor. Sekarang kita berjauhan. Aku di Jakarta, kamu di Surabaya. Ini aku kirim brownies. Semoga selalu mengingatkan persahataban kita. Jangan lupakan aku, ya." 

 Sahabat terbaikmu, Vita

 Selama blusukan di mal, Ardhi mengaku pernah juga "diamankan" security. Saat dia jualan di Galaxy Mall, Royal Plaza, dan Tunjungan Plaza. Sekali, Ardhi mendapat peringatan tak boleh jualan lagi. Dua kali, foto wajahnya dipasang di pos security. "Jadi, pas masuk saya pasti dicegat," akunya.

Biasanya, kalau wajahnya dikenali, Ardhi menghentikan aksinya sampai beberapa pekan. Menunggu para security mal melupakan wajahnya, hehe....

***

Foto: dok biteardy
Foto: dok biteardy

Ardhi Dwi Nugroho merintis usaha sejak September 2009. Modalnya meminjam uang teman. Browniesnya ditawarkan ke teman dan orang yang dikenal. Jika ada retur, Ardhi membagi-bagikan kepada orang-orang sekitar rumahnya. 

Ardhi pernah mencecap pengalaman pahit. Ceritanya, kala itu, dia berkeinginan menitipkan browniesnya di lapak penjual kue basah. Setiap hari banyak pembeli. "Saya manggilnya Tacik. Perempuan keturunan Tionghoa. Umurnya 50 tahunan. Dia yang punya lapak itu. Dia panggil saya Nyo," aku dia.

Waktu ia ngajukan nitip brownies, Tacik bilang gak masalah. Hanya, ia minta diberi tester dulu. Supaya yakin saja kalau browniesnya layak jual. Ardhi mengiyakan. Sehari berikutnya, ia antarkan tester brownies ke Tacik. Dibungkus dalam kemasan mika plastik.

Ardhi antusias karena browniesnya bakal djual di lapak Tacik. Namun yang terjadi sebaliknya. Setelah memungut satu potongan brownies kemudian memakannya, Tacik tiba-tiba memuntahkan. "Hueekk...hueekk.."       

Sontak, kejadian itu menarik perhatian orang-orang di sekitar lapak. Banyak mata-mata yang menatap jijik.  "Gak enak... Wis ndak usah dijual ndik sini," ucap Tacik.

Ardhi tak percaya dengan kejadian tersebut. Dia nelangsa. Lalu pergi dengan rona rona memerah. Brownies yang dibuatnya dibawa lagi, lalu ia bagikan kepada tukang becak dan kaum dhuafa.

"Saya baru sadar kalau duit untuk beli bahan pinjem teman. Saya telepon dia lagi. Untungnya, dia masih mau kasih pinjaman uang lagi," ujar dia, mengenang

Dari kejadian itu, Ardhi bertekad akan membuktikan kalau ia bisa bikin brownies yang enak. Yang lebih laris dari kue yang dijual di lapak Tacik itu. Ardhi mempelajari resep yang ditonton di YouTube.

Usahanya tak sia-sia. Brownies yang dititipkan kantin sekolah, toko, dan warung di kawasan Pucang, Surabaya, ternyata laku. Karena masih cari pasar, Ardhi jual brownies Rp 2,5 ribuan per potong. Satu potong dikemas dengan plastik.

Usaha Ardhi merangkak naik. Akhir 2018, dia berhasil meraup omzet Rp 30 juta sebulan. Untuk produksi, Ardhi dibantu dua orang. Kapasitas produksi sekarang 50 pack sehari. Selain di mal, ia yang melabeli produknya Bite Ardy, juga aktif mengikuti event pameran. Pun jualan di medsos, setiap hari puluhan order dilayani.

***

Foto: dok biteardy
Foto: dok biteardy

Di penghujung tahun 2018, Ardhi mengalami musibah. Sepulang jualan di mal, dia mengalami kecelakaan. Ardhi mengalami cedera cukup berat. Kaki kirinya tak bisa ditekuk. Untuk berjalan, dia harus pakai krek. Bukan cuma itu saja. Tangan kananku juga bengkak. Gerak sedikit pasti sakit. 

Ardhi harus istirahat total. Dia sangat terpukul dengan kejadian ini. Bukan hanya fisik, urusan bisnisku juga terganggu. Ardhi tak bisa lagi berproduksi. Buntutnya, empat orang karyawanku pergi. Dalam waktu hampir bersamaan. "Saya gak bisa cegah mereka ," ucap Ardhi.

Lantaran gak berpenghasilan, Ardhi gak bisa memenuhi kebutuhan periuk nasi. Gilirannya, ia tak bisa bayar kontrak rumah. Ia kemudian pindah ngekos. Itu pun juga gak bertahan lama. Hingga dia numpang di rumah orang. Makan dan tidur ikut dia.  

"Saya merasa berada di titik nadir. Saya bermuhasabah. Saya anggap ini semua peringatan Allah," tutur dia.

Suatu ketia, Ardhi dihubungi pelanggannya. Dia minta dibuatkan brownies. Ardhi ceritakan kesulitan karena kondisi fisiknya. Tapi pelangganya memaksa. Dia minta Ardhi mau membuatkan brownies untuknya. Berapa pun harganya. Termasuk ia mau bantu apa yang aku perlukan agar kondisinya segera pulih.  

Ardhi tak kuasa mengelak. Dia terima pesanan pelanggannya itu. Dia melawan semua kesakitan yang dirasakannya. Alhamdulillah, meski tidak secepat dari biasanya, brownies pesanan pelanggannya itu bisa diselesaikan. Dan yang lebih membahagiakan lagi, pelanggannya puas.

Sejak itu, Ardhi merasa punya harapan. Energi alam bawah sadarnya menggerakkan untuk bangkit. Tiap hari ia melatih otot tangan dan kakinya. Dia juga rutin terapi di ahli urut urat. Beberapa bulan hasilnya dirasakan. Kondisinya berangsur pulih.

Perlahan, Ardhir kembali memproduksi brownies lagi. Dia menyusun rencana lagi. Tahap demi tahap. Hingga pada pertengahan 2019, ia bisa menyewa tempat untuk jualan dan produksi di Pucang Kerep 8, Surabaya. Keaktifannya di program Pahlawan Ekonomi  dan Pejuang Muda Surabaya sungguh membantunya. Pundi-pundi rupiah berhasil ia kumpulkan. Dia kini juga menjadi inisiator komunitas UKM Bantu Teman di Surabaya. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun