Dalam usahanya mengkampanyekan sastra islami bukan berarti tidak ada tantangan. Ia menceritakan bahwa pernah suatu waktu di salah satu daerah di Brebes, Jawa Tengah yang menjadi basis komunis. Anak-anak yang ingin datang ke acaranya dibelokkan ke tempat lain. Akhirnya acaranya tidak jadi, hanya diadakan di kos-kosan. Berdasarkan pengalaman itu, menurutnya memang realitasnya tantangan itu ada.
Hal paling inspiratif dari Bunda Pipiet Senja adalah semangatnya yang masih menyala di usia tua dan kemampuannya bersahabat dengan penyakit yang dideritanya sejak usia 17 tahun. Hingga usia yang telah melewati gerbang setengah abad, ia masih mampu bertahan dengan penyakit thalasemia. Akibat penyakit ini, limpa dan kantung empedu dalam tubuhnya harus diangkat. Bahkan menurutnya, dokter sudah tiga kali memvonis ia tak akan hidup lama. Tambahan pula ia juga menderita sakit jantung.
Namun semuanya itu tidak membuat Bunda Pipiet berdiam diri. Ia masih terus bergerak menebar kebaikan dengan mengajarkan menulis sastra Islami. Bahkan pernah suatu hari Hb-nya mencapai poin 4, sehingga dirinya ambruk tak sadarkan diri. "Allah sudah memberikan saya kesempatan maka saya ingin memanfaatkannya dengan baik," katanya kepada wartawan Suara Hidayatullah dalam wawancara di kediamannya di perumahan Kota Wisata Cibubur, Jawa Barat.
Pipiet Senja telah menghasilkan ratusan karya dan telah diterbitkan dalam bentuk buku atau novel, di antaranya Jejak Cinta Sevilla, Dalam Semesta Cinta, Jurang Keadilan, Cinta dalam Sujudku, Catatan Cinta Ibu dan Anak, Tuhan Jangan Tinggalkan Aku, Kepada YTH Presiden RI, Orang Bilang Aku Teroris, dan Menoreh Janji di Tanah Suci.
Dalam Semesta Cinta adalah buku pertamanya yang berisi memoar hidupnya. Menurut Pipiet, sudah ada produser film yang meminta karyanya untuk dijadikan film. Tapi ia menolak dengan alasan karena ini memoar, maka tunggu dulu sampai ia meninggal. Semoga memoar ini benar-benar dapat diangkat ke layar lebar sebab kini wanita dan sastrawan tangguh ini telah kembali ke pelukan Sang Khalik.
Sementara buku yang berisi perjalanan karir menulisnya diberi judul Orang Bilang Aku Teroris. Istilah "teroris" ini dari teman-teman TKW, yang maksudnya tukang teror menulis.
Hal paling inspiratif lainnya dari Emak para TKW ini adalah bahwa di balik aktivitas harian yang begitu padat ditambah tanggung jawabnya sebagai ibu, dan penyakit yang diderita ia masih mampu menghasilkan ratusan karya.
"Saya sudah terbiasa mulai beraktivitas jam 02.00. Karena itu, jam 20.00 saya sudah tidur. Jam 02.00 itu saya gunakan untuk shalat dan mengaji. Nah, mulai jam 03.00 hingga subuh saya gunakan untuk menulis. Selesai shalat Subuh, saya masak dan mengurus cucu. Kalau tidak ke mana-mana saya dikamar saja untuk menulis," begitu tips membagi waktu yang dibagikan kepada kita semua, utamanya bagi para penulis sastra islami. Kiranya patut kita renungkan bahwa banyak ulama penulis yang melahirkan karya-karya monumental di waktu-waktu sebagaimana yang dilakukan Bunda Pipiet Senja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI