Dunia sedang memperbincangkan kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Perdana Menteri (PM) Singapura menilai kebijakan tarif impor Trump bisa memicu krisis ekonomi dunia.
Sebulan lalu, investor kelas dunia sekaligus spekulan ulung, George Soros menjadi sorotan khususnya di Indonesia karena dianggap berada di belakang pelemahan nilai rupiah hingga tembus di atas Rp. 16.000 per dolar AS. Kini kurs nilai rupiah terhadap dolar semakin melemah hingga mencapai angka Rp. 17.000.
Soros memang memiliki rekam jejak menggoncangkan keuangan atau ekonomi negara lain. Tahun 1992, ia dituduh bertanggung jawab terhadap goncangnya ekonomi Inggris sehingga mendapat gelar The Man Who Broke the Bank of England setelah memanfaatkan kelemahan mata uang poundsterling Inggris. Bagaimana cara mainnya? Pemilik perusahaan investasi Quantum Fund dan memiliki jaringan hedge fund ini memborong mata uang asing sehingga Bank of England menyerah pada tekanan pasar, hingga Inggris pun keluar dari mekanisme nilai tukar Eropa. Hasilnya, Soros mendapat keuntungan miliaran dolar dalam hitungan hari. Dikutip dari CNN Indonesia (18/5/2018), Soros saat itu mendapat keuntungan besar hingga mencapai US$ 2 miliar.
George Soros di Balik Krisis Ekonomi Asia?
Apakah George Soros juga bersembunyi di belakang krisis ekonomi tahun 1998 yang bukan hanya mengguncang Indonesia tetapi juga Asia secara umum? Di antara ekonom yang berpendapat demikian adalah mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli. Di antara tuduhan yang ditimpakan padanya adalah sebagai dalang ambruknya nilai mata uang Bath Thailand yang berdampak sistemik hingga ke Indonesia.
Mengapa sampai berdampak ke Indonesia? Sebab "kesuksesan" Soros di Thailand menyebabkan menjamurnya spekulan yang mengikuti jejaknya, sehingga krisis yang awalnya terjadi di Thailand menyebar dengan cepat ke negara-negara Asia lainnya termasuk ke Indonesia. Hanya berselang dua bulan dari terpaparnya Thailand, krisis moneter juga telah melanda Indonesia akibat sentimen dari negara tetangganya.
Selain Rizal Ramli, PM Malaysia Mahathir Muhammad secara terang-terangan menuduh Soros sebagai biang kerok jatuhnya ekonomi Asia pada tahun 1998 tersebut. Soros bergeming. Ia membantah tuduhan Mahathir dan justru menjelaskan bahwa Bank Sentral Thailand lah yang tidak memiliki pengetahuan cukup soal hedge fund.
Meskipun Soros membantah, tetapi kita harus ingat bahwa analisanya benar-benar terjadi. Saat itu, Soros membuat analisa bahwa negara-negara Asia yang terjebak dalam tumpukan utang luar negeri membuat ekonomi mereka sulit bergerak. Keadaan diperparah dengan anjloknya nilai mata uang mereka dan maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) hingga akhirnya memunculkan gejolak sosial. Analisa Soros inilah yang benar-benar dialami oleh beberapa negara Asia termasuk Indonesia.
Akankah Krisis Ekonomi 1998 Terulang di Indonesia?
Masyarakat Indonesia tentu masih ingat krisis ekonomi pada tahun 1998. Saat itu pada awal Januari, masyarakat dikagetkan dengan nilai rupiah yang terjun bebas ke angka Rp. 11.000 per dolar AS bahkan pada 22 Januari 1998 tembus ke angka 17.000, padahal pada pertengahan 1997 masih di kisaran 2.000 per dolar AS. Akibatnya utang luar negeri dengan sendirinya membengkak.