Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik Selera di Kampung Sri Pemandang Atas dan Sekitarnya

21 Januari 2020   22:04 Diperbarui: 21 Januari 2020   23:01 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mudik, bagi sebagian perantau, khususnya perantau sejati alias tidak pernah menetap lagi di kampung halaman, adalah pulang ke kampung halaman (pulang kampung/pulkam). Berkumpul dengan orangtua, keluarga kandung, keluarga besar, tetangga atau kawan kampung, dan bersama keluarga baru bertamasya ke tempat wisata yang aduhai di sekitar daerah asal.

Bagi sebagiannya lagi, mudik tidaklah cukup begitu. Mudik yang berikutnya adalah "mudik selera" atau "pulang ke selera asal". Ada kerinduan yang mendayu-dayu, dan merayu-rayu lidahnya, sehingga mudik menjadi kesempatan yang paling aduhai untuk menuntaskan kerinduannya.

Makanan, khususnya jajanan/kudapan, khas kampung halaman merupakan impian selera usang bagi para putera daerah yang telah lama merantau, bahkan berdomisili di luar daerah yang sangat jauh. Bukan makanan berlabel "nasional" apalagi "internasional", karena selama waktu yang lama lidah udik "ditaklukkan" oleh rasa yang "asing-baru".

Mudik Selera
Tiga alinea pembuka di atas hanyalah pendapat saya sendiri (subyektif). Boleh diabaikan, dikritisi, dikoreksi, bahkan disanggah, karena setiap lidah memiliki kesan subyektif-mendalam sejak berfungsi untuk mengecap rasa suatu santapan atau kudapan tertentu dan pola pikir membentuk patokan awal mengenai "selera".

Mudik pun merupakan bagian subyektivitas (kemauan) saya alias bukan hasil kesepakatan (obyektif) dengan banyak orang. Iya, 'kan?

Dokpri
Dokpri
Nah, pada akhir 2019, tepatnya 29 Desember, saya mudik bersama istri saya. Perjalanan mudik kami tempuh dengan dua kali penerbangan dari bandara Sepinggan, Balikpapan sampai ke Depati Amir, Pangkalpinang.

dokpri
dokpri
Terhitung sejak 2015, tepatnya pada waktu merayakan ulang tahun pernikahan orangtua, saya rutin mudik. Saya memang sudah bukan lagi warga Babel, tepatnya Sungailiat, karena sejak 2009 saya sudah menjadi warga Kaltim, tepatnya Balikpapan.

Dokpri
Dokpri
Kebetulan di Kota Minyak saya sudah mendapatkan dua jajanan khas yang memang dibuat oleh orang Bangka yang merantau di sana. Jajanan khas itu ialah hok lo pan (martabak manis atau martabak terang bulan) dengan merek "Martabak Asen" (Gunung Guntur), dan kue jungkong (bubur sumsum) dengan merek "Puspitasari".

Kue Jungkong Air Ruay Sungailiat (Dokpri)
Kue Jungkong Air Ruay Sungailiat (Dokpri)
Dokpri
Dokpri
Mudik pun selalu meliputi "mudik selera" atau "memanjakan lidah asal"pula. Karena lahir hingga puber tinggal di Sungailiat, cita rasa asal sangat dipengaruhi oleh makanan atau jajanan khas sekitar rumah dan sekolah.

Bersama keluarga angkat di Air Ruay (Dokpri)
Bersama keluarga angkat di Air Ruay (Dokpri)
Sajian biasa di keluarga (Dokpri)
Sajian biasa di keluarga (Dokpri)
Mohon dimaklumi, setelah tamat SMP hingga sekian belas tahun lidah saya dipengaruhi oleh makanan khas Jawa, misalnya mendoan, tempe-tahu bacem, tahu susur, bala-bala, rondo royal, molen, combro, gudeg, lotek, pecel lele, dan lain-lain. Sekian tahun kemudian menjadi warga Balikpapan, lidah saya mengecap soto banjar, coto makassar, bubur samarinda, dan lain-lain.

Makanan yang umum lainnya, misalnya pisang goreng, tempe-tahu goreng, cilok/salome, batagor, bakso, mi ayam, dan lain-lain, bukanlah sesuatu yang istimewa di lidah saya sebagai kudapan bercita rasa Bangka. Biasa-biasa saja, dan tidak menjadi semacam bahan obrolan yang mampu menggoda selera asal saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun