Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Berjumpa Lagi dengan Keramaian dan Kemacetan

27 Oktober 2019   20:43 Diperbarui: 27 Oktober 2019   21:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kompromi dan Kompor Nih 
Mengapa pada 24/10 kembali, dan hari-hari selanjutnya hingga entah sampai kapan saya mau membaur dengan keramaian sekaligus kemacetan di sekitar Jakarta?

Ajakan atau panggilan bekerja adalah hal pertama. Artinya, saya tidak menyengajakan diri untuk datang, menggelandang sana-sini sambil menenteng map berisi ijazah, daftar riwayat hidup, dll., dan membaur atau menambahi kepadatan pinggiran Jakarta.

Hal kedua adalah ajakan atau panggilan itu seketika menantang jiwa petualangan saya, apalagi tenaga (kekuatan fisik) masih memadai. Berbeda halnya kalau kondisi kesehatan saya memang sudah tidak mampu lagi, 'kan?

Hal ketiga adalah  jiwa petualangan saya masih bergolak pada saat selama sepuluh tahun menghadapi situasi yang kurang mendebarkan, bahkan cenderung menurunkan kadar "bertahan hidup" (sintas; survive). Saya masih menginginkan debaran agar degupan selalu berlangsung.

Hal keempat, bahkan terpenting, adalah restu dari istri saya. Menjadi seorang suami sekaligus kepala rumah tangga, tentu saja, berbeda dengan bujangan. Istri atau pasangan hidup tetaplah berposisi penting dalam pengambilan keputusan.

Hal paripurnanya adalah tanggung jawab, baik tanggung jawab kepada keluarga, kawan, profesi maupun sekadar pengguna fasilitas umum. Apa pun situasi dan tuntutan realitas, tanggung jawab menjadikan semua selalu mendebarkan untuk direalisasikan. 

Sementara hal lainnya sudah saya tuliskan pada tulisan sebelumnya. Yang jelas, seperti peribahasa usang, "Ada asap, pasti ada api". Dapur harus selalu berasap, tentu saja perlu api.

Kepentingan Paling Hakiki
Terlepas dari segala urusan realitas dengan tunggangan kepentingan ekonomi dan tanggung jawab, saya masih memiliki satu hal yang paling hakiki dalam diri saya. Ya, apa lagi kalau bukan urusan tulis-menulis.

Dalam diri saya, semangat menulis selalu menggelora. Saya memerlukan daerah baru sebagai medan pertautan kata-kata yang kelak akhirnya tumpah dalam buku-buku karya tunggal saya.

Selama kondisi fisik dan segalanya mendukung, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dan debaran. Hidup cuma satu kali, kesempatan mengolah kapasitas diri dan kebahagiaan tulis-menulis selalu muncul berkali-kali. Iya, nggak?     

Begitulah kira-kira hingga saya tidak repot menimbang ini-itu serta berdiskusi panjang-lebar lagi. Eksekusi saja-lah. Toh, situasinya bukanlah asing atau baru, kecuali semangat berkarya yang harus selalu menggelora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun