Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagalnya Upaya Adu Domba Bikinan Seorang Oknum Mandor

27 Agustus 2019   23:07 Diperbarui: 28 Agustus 2019   08:07 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Lho, pekerjaan itu, 'kan, sudah selesai tiga bulan lalu?"

"Iya, tetapi, kata Pak Demun, kantor belum bayar."

Waduh, mandor fitnah macam apa ini, kok menyusup ke projek, pikir saya sambil mencari salinan bukti pembayaran mingguan untuk Demun yang terekam dalam selembar kertas.

Sebentar saja saya sudah menemukannya, lalu saya bentangkan di meja tripleks.

"Coba lihat ini," ajak saya sambil menunjuk urutan pembayaran untuk mandor mereka. Mereka mengikuti arah telunjuk saya.

Pada lembaran itu tertera nomor urut pengambilan upah mingguan sejak minggu pertama yang dilengkapi dengan tanggal dan tanda tangan Demun. Deretan angka sekian juta sampai pada minggu ke-13.

Kemudian saya lengkapi dengan lembaran kurva "S" berupa kemajuan dan bobot pekerjaan. Untuk pekerjaan galian dan fondasi, angka 100% sudah berada pada minggu pertama.

Artinya, dari urutan pertama sampai urutan ketiga saja sudah ada pembayaran. Artinya juga, pekerjaan awal berupa galian dan fondasi sudah terbayarkan.

Demi melihat data yang saya bentangkan, ketiganya saling memandang dengan air muka entah bagaimanalah. Berikutnya mereka memandang saya.

"Apakah kantor belum melaksanakan kewajiban untuk membayar hak kalian?"

"Sudah, ya, Pak? Tetapi kata Pak Demun..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun