Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Upaya Mengelola Sumber Daya Manusia (I)

7 Agustus 2019   21:01 Diperbarui: 9 Agustus 2019   23:55 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam dunia pekerjaan saya, sebagian besar SDM berorientasi pada materi (pragmatis). Orang-orang akan bekerja apabila jelas nilai nominal yang akan mereka peroleh. Kalau tidak ada projek, mereka bergegas ke pekerjaan di tempat lain.

Sedangkan di dunia pekerjaan Elcid, sebagian besar anak buahnya memiliki semangat pembelajar yang luar biasa. Orientasi mereka bukan melulu hal-hal finansial, melainkan juga belajar. Tidak heran jika sebagian rekan di IRGSC selalu melanjutkan pendidikan ke Strata II (Master), bahkan sebagian lagi meneruskan ke Strata III (Doktor).

Saya yang pernah aktif bahkan hiperaktif di kegiatan mahasiswa, tentu saja, sangat menyukai suasana pembelajaran yang takberkesudahan di IRGSC. Saya bisa belajar sekaligus bergaul dengan para pemikir, baik dari golongan muda (mahasiswa dan bujangan) hingga tua (tanpa perlu bangka, karena hanya saya dari Bangka). Ya, bisa kembali muda, rasanya.

Tidak jarang juga saya bisa bertemu dengan tokoh-tokoh muda dan tua yang memiliki kapasitas mumpuni di bidang masing-masing. Orang-orang biasa juga, sih. Mereka dari latar pendidikan dan status sosial yang berbeda, termasuk kawan-kawan dari latar Pekerja Seks Komersial (PSK) yang tergabung dalam OPSI (Organisasi Pekerja Sosial Indonesia) cabang Kupang.

Sesekali bertemu dengan orang-orang dari luar negeri, baik Jepang, Amerika Serikat, Australia, dan lain-lain. Lumayan untuk menambah pengetahuan saya, serta saya bisa belajar berbahasa asing.

Akan tetapi, saya harus realistis, bahwa saya sudah berkeluarga, bahkan saya kepala rumah tangga. Saya harus bertanggung jawab dalam perekonomian keluarga saya.

Lingkungan pekerjaan saya, khususnya di Kupang, juga berisi orang-orang yang berorientasi pada profit saja. Mereka tidak pernah berpikir soal belajar, militansi, idealisme, humanisme, dan sejenisnya. "Berapa rupiah" adalah fokus mereka.

Dengan fokus utama mereka pada "berapa rupiah", saya sering menjumpai hal-hal yang kontradiktif. Kontradiktifnya, misalnya, kapasitas tidak sesuai dengan kuantitas (hasil kerja), harga jasa yang "tinggi" tetapi mutu kerja yang "rendah", dan lain-lain. Juga kontraproduktif, semisal selalu ada acara adat-istiadat sehingga pekerjaan terganggu, molor, tertunda, dan lain-lain.

Ya, sebagian besar pekerja bangunan yang pernah saya pakai cenderung tidak pernah berkarier dalam pembangunan yang terkelola dengan baik, semisal projek berstandar tertentu. Mereka masih kerepotan ketika "membaca" gambar kerja (bestek; shopdrawing).

Apa boleh buat, mereka belum pernah merantau ke luar daerah, belajar membangun dengan gambar kerja yang ada, dan seterusnya. Mau-tidak mau saya harus mengajarkan tentang gambar kerja itu, meskipun sebagian di antara mereka tetap kebingungan.     

Oleh karena itu, selama di Kota Kasih suasana berpikir saya berada di antara para pragmatisme dan edukatisme. Tidak jarang, ada rekan dari IRGSC membantu saya di loksai projek, dan ada hal pragmatis yang perlu mereka peroleh pula, selain nilai pendidikan arsitektural-pembangunan yang saya ajarkan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun