Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tsunami Selat Sunda dan Garis Sempadan Pantai yang Tergadai

24 Desember 2018   00:37 Diperbarui: 25 Desember 2018   02:13 2592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(mediatataruang.com)

Ada juga Garis Sempadan Situ (waduk, bendungan, dam, atau danau). Di beberapa kota,  semisal Depok, Jabar, jarak antara bangunan dan tepi situ adalah 50 meter.

Bagaimana dengan Garis Sempadan Pantai (GSP)?

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai  yang ditandatangani pada 14 Juni 2016, yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, sedangkan batas sempadan pantai adalah ruang sempadan pantai yang ditetapkan berdasarkan metode tertentu.

Perhitungan dan penetapan GSP terkait erat dengan karakteristik alam, kebutuhan ekonomi, budaya, bahkan pengalaman empiris dan historis seperti sejarah kejadian, keberadaan faktor ancaman terkait gempa, tsunami, erosi/abrasi, badai, dan banjir dari laut.

Sedangkan analisisnya menggunakan pendekatan metode matematis. Gempa diukur dengan kekuatan gempa. Tsunami diukur dari tinggi gelombang. Erosi/abrasi diukur dari perubahan garis pantai. Dan lain sebagainya.

Fungsi Garis Sempadan
Di luar hal estetika dan sarana-prasarana, GSB juga berfungsi dalam hal keamanan, baik keamanan bagi sebuah rumah, antarrumah, lingkungan, maupun kelestarian lingkungan.

Misalnya garis sempadan sungai yang menjadi ruang terbuka hijau, dimana saluran pembuangan atau sampah penduduk sekitar tidak langsung dibuang ke sungai/parit, dan meluapnya sungai/parit pun tidak berakibat parah terhadap bangunan sekaligus penghuninya.

Sementara fungsi GSP, paling tidak, dapat melindungi masyarakat atau orang-orang di sekitar pantai dari ancaman abrasi atau tsunami secara langsung. Perihal ekologi, ekosistem, kelestarian alam, dan seterusnya, tentu saja, sudah melalui analisis yang panjang dan peraturan yang berkelanjutan.  

Antara Aturan dan Realitas
Segala peraturan, baik daerah maupun pusat, telah dibuat dan pemberlakuannya sering berkelanjutan. Peraturan dibuat/ditetapkan pun, sebenarnya, bukanlah untuk membatasi geliat kehidupan masyarakat sekitar pesisir. Sebaliknya, justru merupakan tanggung jawab pemerintah (daerah/pusat) untuk melindungi warganya sendiri.

Pemerintah daerah setempat pun sewajibnya melakukan sosialisasi secara rutin mengenai garis sempadan. Kalau di daerah pesisir, ya, tentunya juga tentang GSP. Hal ini dilakukan supaya semua kalangan selalu mengingat dan memperhatikan kondisi sekaligus perkembangan di sekitarnya. Intinya, demi kebaikan (keamanan-kenyamanan) bersama.

Realitasnya, tidak sedikit pelanggaran yang terjadi. Banyak tempat wisata pesisir yang tidak terdapat media sosialisasi itu. Pengelolaan pesisir untuk pariwisata sering berjarak sangat dekat dengan bibir pantai, meskipun jejak sejarah maupun posisi pantai tergolong rawan dari bahaya abrasi, erosi, atau tsunami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun