Mohon tunggu...
Agustinus Tamtama
Agustinus Tamtama Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Realitas

Realitas dengan segala kompleksitasnya telah menciptakan tatanan yang secara positif disebut budaya. Kebudayaan dari dalam dirinya sendiri adalah teks yang tidak akan pernah habis untuk digali secara hermeneutis. Fenomenologi menjadi minat yang besar untuk menguak realitas demi makna dan untuk makna,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukum Adat orang Dayak Krio tentang Pembunuhan

20 Juni 2020   00:42 Diperbarui: 20 Juni 2020   01:05 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pati Nyawa (Bahasa Dayak Krio, Kalimantan Barat) : Hal adat istiadat yang mengatur aneka bentuk pembunuhan.

Adat Pati Nyawa merupakan salah satu adat yang sangat serius dalam kehidupan orang Dayak Krio. Dikatakan demikian sebab tindakan pelenyapan nyawa seseorang merupakan kasus yang berat dan sangat pelik. Pembunuhan tidak hanya dilihat sebagai kejahatan tingkat tinggi, melainkan juga sebagai pencerabutan hak hidup yang keji. Adat Pati Nyawa memang hanya berlaku saat ada kasus terjadi. Namun nilai manusia yang begitu luhur dan dalam dipertaruhkan di sini. Perlakuan yang wajar sebagai manusia terhadap korban ditunjukkan secara jelas dan terang-terangan lewat Pati Nyawa. Jiwa dan roh, jenazah dan jasad orang yang meninggal tetap hidup dalam sanak saudara dan keluarga yang ditinggalkan. Adat Pati Nyawa mengurus nafas (nyawa) yang telah dimatikan (pati) oleh sang pencabut nyawa.

Kampung Sepanggang adalah rujukan utama dari praktek adat Pati Nyawa ini. Sepanggang merupakan satu dari tiga buah kampung yang membentuk Desa Benua Krio. Kampung yang lain, yaitu Sengkuang dan Mariangin, masing-masing terletak di hulu dan di hilir kampung Sepanggang. Ketiga kampung ini menjadi tempat yang tepat untuk melihat keseluruhan adat istiadat orang Dayak Krio secara murni dan yang masih dipraktekkan turun temurun hingga saat ini.

ketiga kampung ini tergabung dalam Kecamatan Hulu Sungai. Dikatakan sebagai hulu karena memang kecamatan ini jauh dari kota kabupaten, yaitu Ketapang. Namun justru karena jauh itulah maka orang Dayak Krio, khususnya di kampung Sepanggang masih sangat kental dengan pelaksanaan adat istiadat, termasuk adat Pati Nyawa ini. (Bdk. Head-Hunting. Gomes, 2004:72-85)

Pemangku adat yang bertugas menjalankan adat Pati Nyawa ialah Tuha Mantir (dewan adat) kampung yang dikepalai oleh Domong Adat (kepala adat). Seperti telah dikatakan, adat Pati Nyawa bersifat kasuistik, yaitu berlaku saat ada suatu kasus pembunuhan.

Pembunuhan tersebut bisa dibagi dalam dua kategori besar, yaitu pembunuhan yang tidak disengaja dan yang disengaja. Yang pertama bisa berupa kecelakaan, insiden tak terencana dan bersifat indirek dari kategori subjek pelaku. Yang kedua memang secara directum diingini dan diniati, diusahakan dan memang lantas dilaksanakan oleh subjek secara tahu, mau, bebas, terpola dan terencana dari dalam dirinya sendiri.

Tindakan pada kasus yang pertama sejatinya tidak bisa dikatakan sebagai pembunuhan, tetapi karena berakibat pada lenyapnya nyawa seseorang, maka aksi tersebut tetap ditindak dengan hukum adat yang berlaku. Contoh dari pembunuhan tak terencana ini ialah kematian seseorang akibat terkena belantik. (Bdk. Djuweng, 2003 : 24). Belantik ialah perangkap mematikan yang dipasang pemburu di dalam hutan. Perangkap ini dipasang tanpa diketahui oleh seorang pun, kecuali si pemasang sendiri.

Si pemasang sudah mempertimbangkan bahwa perangkap yang ia pasang bukan merupakan lintasan manusia, jauh dari jalur hutan yang biasa dilewati orang dan terletak di rimba-rimba yang jarang didatangi. Binatang hutan seperti rusa, kijang, beruang, babi hutan, pelanuk (kancil) dan binatang lain merupakan sasaran utama belantik ini.

Seperti pegas yang bergerak sangat cepat, belantik bisa dalam waktu singkat menghujamkan bambu yang runcing untuk melukai binatang yang lewat. Bukan hanya melukai, belantik bisa menembus perut seekor babi sedalam dua meter. Itulah sebabnya belantik sangat mematikan karena praktis jika manusia yang melintasinya, orang tersebut pasti mati. Kematian akibat dari kecelakaan tobak belantik (terkena belantik) ini dipandang sebagai ketidaksengajaan. Maka  hukuman atas kasus pertama ini disebut Tangul Setongah (adat sebagian atau setengah). Dikatakan setengah karena bobot kesalahan pelaku lebih ringan daripada bobot pada kasus yang kedua.

Kasus yang kedua dilihat sebagai kejahatan tingkat tinggi. Hukum atas kasus yang dikatakan bejat dan biadab ini ialah Tangul Ponuh (adat yang penuh utuh) atau Pati Mulia (adat pembunuhan yang paling tinggi).

Pati Mulia ini menjadi patokan dan acuan baku bagi Pati Setongah (adat sebagian) di atas. (Bdk. Djuweng, 2003:25). Secara sederhana Tangul Setongah ialah setengah dari adat penuh yang harus wajib diberikan kepada keluarga korban. Karena yang paling penting untuk disimak ialah Pati Mulia atau Tangul Ponuh, maka sorotan terperinci akan diarahkan pada adat yang penuh ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun