Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Meniru Tanpa Nalar: Ketika Kebiasaan Mengalahkan Logika Bahasa

9 Oktober 2025   04:15 Diperbarui: 9 Oktober 2025   04:23 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meniru Tanpa Nalar (Dokumentasi Pribadi)

Bahasa yang hidup bukanlah sekadar kumpulan bunyi atau rangkaian kata yang terdengar indah di telinga; ia adalah cermin dari nalar yang terjaga. Setiap kata yang dipilih dengan sadar adalah bukti bahwa manusia masih berpikir sebelum berbicara. Dalam konteks inilah, menghidupkan kesadaran berbahasa menjadi keharusan, sebuah upaya untuk menata kembali hubungan antara makna dan logika. Seperti ditegaskan oleh Gorys Keraf (Diksi dan Gaya Bahasa, 2009), ketepatan dalam memilih kata tidak hanya menentukan kejelasan pesan, tetapi juga menunjukkan ketelitian berpikir penuturnya. Maka, berbicara dengan logis berarti menghormati makna; menulis dengan cermat berarti menjaga martabat bahasa.

Guru, pembawa acara, dan media publik memegang peran yang tidak kecil dalam menumbuhkan nalar berbahasa di tengah masyarakat. Mereka adalah penjaga gawang bahasa yang menentukan arah rasa dan nalar publik. Ketika seorang guru mengajarkan anak didiknya untuk tidak sekadar berbicara, tetapi memahami sebelum mengucap, maka ia sedang menanam benih berpikir kritis. Ketika pembawa acara memperbaiki tuturnya agar tepat dan wajar, ia sedang memulihkan kesadaran publik tentang keindahan logika dalam bahasa. Dan ketika media menggunakan kalimat yang jernih, seimbang, dan bertanggung jawab, ia sedang membangun kepercayaan publik bahwa bahasa yang logis adalah bahasa yang bermoral.

Bahasa yang logis, sebagaimana diingatkan oleh Richard Paul & Linda Elder (The Miniature Guide to Critical Thinking: Concepts & Tools, 2019), mencerminkan pola pikir yang tertib dan bertanggung jawab. Nalar adalah napas dari bahasa; tanpanya, kata menjadi kosong dan makna kehilangan arah. Maka, marilah kita menata kembali cara kita bertutur, dengan pikiran yang jernih, hati yang terbuka, dan kesadaran bahwa setiap kalimat yang kita ucapkan adalah cerminan dari bagaimana kita berpikir tentang dunia dan manusia di dalamnya.

Akhirnya, bahasa bukan sekadar alat untuk menyampaikan maksud; ia adalah cermin dari cara kita menata dunia di dalam pikiran. Di setiap kata yang kita pilih, tersimpan jejak nalar dan ketulusan berpikir. Ketika logika tergelincir, makna pun kehilangan pijakannya, dan di situlah bahasa mulai kehilangan jiwanya. Meniru tanpa nalar ibarat membiarkan pelita padam perlahan: terang makna meredup, sementara kebiasaan yang keliru terus diwariskan tanpa tanya. Sudah saatnya kita kembali mendengarkan bahasa dengan hati dan pikiran yang jernih, menjadikan ketepatan berbahasa sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan moral, bukan sekadar kebiasaan formal. Sebab berbahasa dengan benar bukan hanya urusan tata kalimat, melainkan wujud dari kecerdasan budaya, sebuah kesadaran bahwa logika, rasa, dan tutur yang selaras akan melahirkan masyarakat yang lebih arif dalam berpikir dan lebih santun dalam berbicara. (*)

Merauke, 09 Oktober 2025

Agustinus Gereda

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun