Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belas Kasih: Solidaritas Tertinggi dalam Cahaya Kasih Allah

23 September 2025   04:25 Diperbarui: 22 September 2025   18:30 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam esai sebelumnya, kita menapaki jejak belas kasih, yang tampak sebagai dasar etis yang menuntun manusia melampaui sekadar empati menuju tanggung jawab bersama (Kompasiana.com, 22 September 2025). Namun kini, langkah kita beralih. Kita menyelami kedalaman yang lebih dalam, tempat solidaritas manusiawi menemukan kepenuhannya dalam terang iman. Di sinilah belas kasih (compassion) bukan lagi hanya getaran moral, melainkan pancaran kasih Allah sendiri. Dalam partisipasi pada kasih yang menyelamatkan dan memulihkan, manusia diundang untuk hadir bukan sekadar bagi sesama, melainkan bersama Allah yang selalu lebih dahulu mengasihi. Belas kasih menjadi jembatan antara kemanusiaan dan ketuhanan: ia mengakar pada pengalaman konkret hidup manusia, tetapi sekaligus menyingkapkan misteri kasih yang melampaui batas nalar. Dengan demikian, setiap tindakan belas kasih bukan hanya solidaritas horizontal antarmanusia, melainkan juga tanggapan vertikal terhadap panggilan Allah yang menuntun kita menuju kehidupan yang lebih penuh, adil, dan bermakna.

Dasar Biblis dan Teologis

Dalam tradisi iman Katolik, belas kasih menemukan fondasinya pada pribadi Yesus Kristus, yang disebut Paus Fransiskus sebagai "wajah belas kasih Allah" (Misericordiae Vultus, 2015). Kehidupan, karya, dan pengorbanan-Nya memperlihatkan bahwa kasih Allah bukanlah teori abstrak, melainkan nyata dalam kesediaan menyembuhkan, mengampuni, dan merangkul yang tersisih. Perumpamaan tentang Orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25--37) menjadi cermin konkret solidaritas yang melampaui batas etnis dan agama. Di sana, belas kasih tampil bukan sekadar rasa iba, tetapi keberanian untuk berhenti, menyentuh luka, dan merawat hidup orang asing.

Ajaran sosial Gereja Katolik pun menegaskan hal yang sama. Sejak Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891) hingga Fratelli Tutti (Paus Fransiskus, 2020), benang merahnya jelas: solidaritas sejati hanya mungkin jika berakar dalam belas kasih. Ia menolak logika utilitarianisme yang mengukur sesama dengan untung-rugi, dan meneguhkan martabat manusia sebagai citra Allah. Belas kasih, dalam hal ini, melampaui sekadar rasa keadilan formal; ia menuntun pada keadilan yang dipenuhi roh cinta, yang memampukan manusia melihat orang lain bukan sebagai masalah, melainkan sebagai saudara.

Dengan demikian, belas kasih bukan sekadar perasaan lembut, tetapi jalan teologis yang menghubungkan kasih Allah dengan praksis manusia. Ia menjadi roh yang menggerakkan Gereja untuk keluar dari dirinya dan hadir di tengah penderitaan dunia. Di sanalah iman diwujudkan dalam tindakan yang menyelamatkan dan memulihkan: sebuah etika hidup yang bukan hanya memberi jawaban pada krisis kemanusiaan, tetapi juga membuka horizon baru bagi peradaban kasih yang didambakan semua orang.

Belas Kasih sebagai Puncak Solidaritas

Solidaritas manusiawi, meski mulia, menemukan kepenuhannya ketika berakar dalam belas kasih ilahi. Di titik ini, ikatan sosial yang biasanya lahir dari simpati dan empati ditransfigurasikan menjadi partisipasi dalam kasih Allah sendiri. Paus Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est (2005) menegaskan bahwa kasih Kristen bukan sekadar emosi, melainkan perjumpaan dengan Allah yang "mengubah hati dan mengajarkan kita melihat dengan mata-Nya." Dengan kata lain, solidaritas sejati bukanlah sekadar rasa kebersamaan yang rapuh, melainkan daya rohani yang menuntun manusia masuk ke dalam dinamika kasih Allah yang tak terbatas.

Karena itu, belas kasih lebih dari sekadar empati yang berhenti pada rasa turut merasakan. Ia adalah kasih yang menyelamatkan, menyembuhkan, dan memulihkan martabat manusia yang terluka oleh dosa, penderitaan, maupun ketidakadilan. Belas kasih menembus batas identitas, melampaui sekat ras, agama, atau bangsa, karena di dalamnya manusia belajar memandang sesama sebagai saudara dalam Allah yang satu. Walter Kasper dalam Mercy: The Essence of the Gospel and the Key to Christian Life (2014) menekankan bahwa belas kasih adalah inti Injil yang menggerakkan Gereja untuk tidak hanya berkhotbah, tetapi juga hadir nyata dengan tindakan yang memberi hidup: memberi makan yang lapar, menghibur yang berduka, dan membela yang tertindas.

Maka, di dalam belas kasih inilah solidaritas mencapai puncaknya, sebuah ruang perjumpaan antara hati manusia dan hati Allah, yang melahirkan transformasi pribadi sekaligus perubahan sosial. Belas kasih bukan hanya etika relasi, melainkan spiritualitas hidup yang menghadirkan harapan baru di tengah dunia yang terkoyak oleh krisis. Di sana, manusia menemukan panggilan terdalamnya: menjadi saksi kasih yang memulihkan, menyalakan pengharapan, dan menenun dunia yang lebih adil, penuh damai, serta sungguh manusiawi.

Implikasi Teologis dan Pastoral

Gereja, dalam terang iman Katolik, dipanggil menjadi sakramen belas kasih Allah, yaitu tanda yang kelihatan dari kasih yang tak kelihatan. Paus Fransiskus dalam Misericordiae Vultus (2015) menegaskan bahwa wajah Gereja seharusnya memancarkan belas kasih, sehingga setiap perjumpaan dengan Gereja menjadi perjumpaan dengan Kristus yang mengampuni, menyembuhkan, dan menyelamatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun