Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Inilah 6 Ciri-ciri Copet dan 5 Kiat untuk Menghadapinya

16 Juni 2021   20:49 Diperbarui: 16 Juni 2021   21:21 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

FLASHBACK ....

"Lhoh?!! Duitkuuu! Duiiiitkuuu!!! Duitkuuu ilaaang!" 

Buyar lamunan saya ketika terdengar teriakan membahana itu. O la la! Laki-laki paruh baya yang sebangku dengan saya tiba-tiba menjerit histeris. 

Sejurus kemudian ia sudah melorot dari bangku penumpang. Terduduk di lantai bus sambil menangis keras. Kakinya bergerak-gerak liar. Sesekali tangannya memukuli lantai bus, juga dengan liar.

Saya terpaku dalam diam. Terjebak di antara kaget dan bingung. Siapa yang tak kaget kalau lamunan mendadak dibuyarkan tanpa ampun? Terlebih pembuyarnya bertingkah seperti anak kecil yang tantrum di depan umum. Tepat di sebelah kanan saya pula.

Perlahan-lahan saya mulai paham apa yang terjadi. Penumpang yang duduk di samping saya itu kecopetan. Uang sebesar Rp500.000,00 raib dari saku bajunya. Ia tersadar kalau uangnya hilang ketika hendak membayar ongkos bus kota.

Uang tersebut milik sang juragan dan berjumlah amat besar baginya. Bisa jadi, jumlah tersebut setara dengan lima bulan gajinya. Wajar kalau ia sehisteris itu. Pasti ia takut dipecat dari pekerjaan. 

Kalaupun tidak dipecat, hanya disuruh mengganti dengan cara mengangsur, itu pun sudah berat. Bayangkan betapa limbung perekonomian keluarganya bila ia mesti mengganti uang yang hilang.

Jangan lupa. Peristiwa berlangsung pada era 90-an. Berarti nilai Rp500.000,00-nya jauh lebih tinggi daripada sekarang.

"TAK ADA YANG BOLEH TURUN! KUNCI PINTUNYA!"

Tiba-tiba sopir berteriak seraya tancap gas. Kedua kondektur sigap menutup pintu depan dan belakang. Bus kota yang kami naiki pun menggila kecepatannya. Sopir baru menurunkan kecepatan setelah kedua pintu tertutup rapat (beberapa jam setelahnya saya baru paham, kecepatan gila itu disengaja supaya tak ada penumpang terduga copet yang nekad melompat keluar bus).

Ketika berhenti di sebuah perempatan lampu merah, sopir menengok ke arah penumpang dan berkata, "Nuwun sewu. Mohon maaf semuanya. Terpaksa kula (saya) merepotkan dan merusak rencana panjenengan sedaya (Anda sekalian) pagi ini. Kita nanti baru berhenti di kantor polisi depan Gramedia."

Sudah pasti semua kecewa mendengar perkataan sopir. Namun, sekaligus paham takdir apa yang pagi itu mesti dijalani. Termasuk saya yang berencana tidak bolos kuliah pagi untuk pertama kalinya, tapi ternyata mesti bolos lagi. 

Akhirnya bus kota memasuki area kantor polisi pada pukul tujuh kurang lima belas menit. Sebenarnya amat ideal bagi saya untuk tiba di kelas pagi tanpa terlambat. Bunderan UGM sudah di depan mata.  Sementara lokasi fakultas saya tak jauh dari situ. 

Akan tetapi, saya tak bisa pergi sebelum diizinkan pak polisi yang menggeledah semua penumpang. Yeah ....

Sopir mematikan mesin. Ia turun, mengunci pintu depan, lalu bergegas melapor ke polisi yang jaga. Tak lama kemudian sopir mengetuk salah satu pintu, meminta kondektur membukanya. 

Seorang polisi dengan dipandu salah satu kondektur mendekat ke kursi yang kududuki bersama penumpang yang kecopetan tadi. 

O, ya. Kondektur yang memandu adalah kondektur yang berhasil menenangkan si penumpang. Setelah semua pintu bus terkunci, ia kembali menghampiri penumpang apes tersebut. 

Selain menenangkannya sekali lagi, kondektur membisikkan rencana begini, "Tenang saja. Nanti kalau ditanya polisi, sampeyan (Anda) ngomong saja kalau curiga pada orang yang bertopi itu, juga yang bawa tas lebar itu, lalu yang duduk di pojokan belakang sana. Enggak usah takut salah tuduh. Mereka memang copet."

Berbekal "briefing singkat" dari kondektur, si penumpang apes pun lancar menghadapi interogasi polisi. Ketika polisi bertanya, "Lhah sampeyan mencurigai penumpang yang mana?" 

Dengan yakin ia menyebutkan tiga sosok yang dibisikkan si kondektur. Alhasil, ketiganya digiring masuk ke kantor polisi oleh dua polisi lainnya. Si korban kemudian dibimbing polisi yang menginterogasinya untuk mengikuti mereka.

Apakah urusan selesai dan bus bisa melanjutkan perjalanan? Oh, ternyata tidak serta-merta begitu. Masih ada polisi lain yang "menyeleksi" penumpang yang tersisa di bus. 

Tercokok tiga orang lagi. Ketika mereka dibawa turun dari bus kota, sekonyong-konyong seseorang pindah duduk ke sebelah saya. Menempati kursi penumpang yang kecopetan tadi.

"Duh, lama ini. Enggak segera jalan busnya," katanya memecah kesunyian. 

Saya menoleh ke arahnya dan merespons demi kesopanan, "Iya. Bikin telat kuliah."

"Aku juga telat kuliah," katanya lagi sembari mengawasi arloji di tangan kanannya. Ekspresinya gelisah. Saya diam tak merespons. Peristiwa konyol yang sedang kami alami membuat saya malas bicara.

Beberapa menit berlalu. Kali ini sopir datang bersama seorang polisi. Keduanya memasuki bus. 

Sopir menuju kursinya, tapi bukan untuk menyetir. Ia mengawasi penumpang satu per satu. Demikian pula polisi yang berdiri di ujung pintu masuk penumpang bagian depan. 

Satu kondektur tampak bersiaga di pintu belakang yang tertutup rapat. Satunya lagi bersiaga di belakang polisi, dekat pintu yang terbuka.

Tak ada seorang pun yang berbicara. Tentu saja suasana menjadi tidak nyaman. Masing-masing penumpang pasti merasa diawasi. Terlebih saya sebagai kawan sebangku si korban pencopetan. 

Iya, lho. Sejujurnya saat itu saya cemas sekali. Khawatir kalau ikut dicokok. Maka saya hampir terpekik ketika polisi mendekat. Berhenti di bangku yang saya duduki, lalu dalam sekejap mencokok penumpang yang duduk di sebelah.

Astagaaa. 

Ternyata  cowok bermuka polos yang mengeluh telat kuliah itu anggota komplotan copet juga. Benar-benar tak disangka. Penampilannya tak berbeda dengan penampilan anak kuliahan pada masa itu.

Memang sih, ya. Jangan menilai orang dari penampilan luar belaka. Syukurlah kru bus kota sudah hafal dengan komplotan tersebut. Meskipun agak lama menemukan anggota terakhir yang dicokok, akhirnya mereka sukses mengenali dan memberitahu polisi yang bertugas menangkapnya.

Sungguh. Pagi itu menjadi salah satu pagi yang luar biasa bagi saya. Mulanya saya memang sangat kesal karena pada saat tumben-tumbenan bersemangat berangkat kuliah pagi, eh, malah dipaksa keadaan untuk bolos.

Namun, kemudian saya menyadari satu hal. Saya memang bolos kuliah akademik. Tampaknya merugi, padahal sesungguhnya justru beruntung. Bukankah sebagai gantinya, saya mendapatkan kursus singkat terpadu mengenai copet dan lika-liku dunia percopetan?

Sebelum peristiwa tersebut saya sebetulnya telah kerap berurusan dengan para copet. Jadi korban sekali, selebihnya jadi saksi yang sama jahatnya dengan mereka. Bagaimana enggak jahat kalau saya sekadar menyaksikan? Tidak berani berteriak demi menghentikan proses pencopetan.

Terusterang saya takut bila berteriak. Desas-desusnya, orang yang berusaha menghalangi kerja para copet bakalan diancam dan dilukai. Termasuk kru bus kota. 

Kalau begitu, mengapa pagi itu sopir beserta kondektur bus kota yang saya tumpangi nekad melapor ke kantor polisi? Saya tidak tahu pasti alasan mereka. Akan tetapi saya meyakini, rasa iba mereka yang kuat terhadap si korbanlah yang menjadi alasan terbesar. 

6 Ciri-ciri Copet

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya selama bersinggungan dengan para copet, inilah ciri-ciri umum mereka.

BERTOPI (1)

Waspadalah bila menjumpai pria/wanita bertopi di transportasi umum. Terlebih yang cara mengenakannya nyaris menutupi muka. Normalnya, orang akan terganggu jika muka/mata tertutup. Lain halnya dengan orang yang memang punya niat bersembunyi 'kan? 

BERJAKET RAPAT (2)

Waspada pula jika di kendaraan umum, terutama saat cuaca gerah, ada pria/wanita yang berjaket rapat, tangan di dalam kedua saku, apalagi ditambah topi yang menutup setengah wajah. Plus bahasa tubuh yang mencurigakan.

MEMBAWA SLING BAG (3)

Pada umumnya kaum pria, yang bukan mahasiswa tingkat akhir atau karyawan kantoran yang mesti membawa berkas-berkas penting, enggan membawa tas model sling bag. Jika barang bawaan banyak, ransel lebih menjadi pilihan. Terlebih kalau bepergian dengan transportasi umum. 

Oleh karena itu, waspadalah jika menjumpai pria yang selalu memeluk erat  tasnya (terutama kalau tasnya itu tampak  kosong) di transportasi umum, pada jam-jam di luar jam berangkat/pulang kantor. 

Fokuskan perhatian pada tangannya. Tingkatkan kewaspadaan jika tangannya selalu ditutupi tas. Yup! Tas tersebut dimanfaatkan sebagai pelindung tangannya yang "bergerilya".

PANDANGAN MATA LIAR (4)

Kiranya ini adalah ciri-ciri yang paling mudah dikenali. Jika ada pria/wanita di transportasi umum yang matanya ke sana kemari, ia sungguh patut dicurigai sebagai copet. 

TERLALU RAMAH (5)

Bersikaplah waspada bila ada penumpang yang terlalu aktif beramah tamah; selalu mengajak ngomong, sedangkan Anda sudah menunjukkan sinyal kalau enggan diajak ngomong. Anda pasti kesal menghadapinya. Namun, jangan lengah. Jangan sampai rasa kesal membuncah membuat Anda lalai menjaga barang bawaan sehingga berpotensi dicopet.

NAIK BARENGAN (6)

Bersikaplah waspada kalau mendadak ada serombongan penumpang baru yang orang-orangnya saling diam, tetapi cara berpakaiannya tampak satu selera. Pada umumnya penumpang serombongan akan hiruk-pikuk dengan celotehan 'kan? Kalau saling diam, cobalah teliti. Jangan-jangan mata mereka saling memberi kode ketika sudah mendapatkan target korban.

5 Kiat untuk Menghadapi Copet

JANGAN MELAMUN (1)

Transportasi umum bukanlah tempat yang cocok untuk melamun. Selain bisa menyebabkan terlewat tujuan, kita bisa menjadi target empun kaum copet. Jika melamun, kita pastilah tidak waspada. Iya 'kan?

BERDOA (2) 

Ketimbang melamun, memang lebih baik kita berdoa/berzikir di sepanjang perjalanan. Selain berpahala, doa/zikir bakalan membuat kita waspada terhadap marabahaya termasuk kecopetan. 

BERSIKAP RESPONSIF (3)

Tingkatkan radar kewaspadaan ketika ada orang yang mepet-mepet Anda. Atau, yang menunjukkan 6 ciri-ciri seperti yang telah dijelaskan di atas. 

TAK USAH MAIN HP (4)

Tak usah main HP di sepanjang perjalanan atau di tempat umum. Main HP bisa bikin lengah, sementara HP-nya bisa menjadi target lirikan kaum copet. Kalaupun mesti menelepon atau menerima telepon penting, pastikan HP tersebut dimasukkan kembali ke dalam tas, di bagian yang betul-betul aman, setelah selesai.

SIAPKAN UANG SEPERLUNYA (5)

Sebelum memulai perjalanan, siapkan uang secukupnya di tempat yang mudah dijangkau. Jadi, kalau butuh membayar apa-apa di tempat/transportasi umum, Anda tak perlu pamer dompet. Bahaya kalau ketahuan copet.

***  

Demikian kisah dan pengetahuan saya tentang copet. Semoga berfaedah bagi Anda sekalian. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun