Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Founder #purapurajogging

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Terlalu Tampan: Menasihati Tanpa Nada Menggurui

4 Februari 2019   14:56 Diperbarui: 4 Februari 2019   15:19 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbak? Bisa ikut nobar? Film Indonesia. Judulnya Terlalu Tampan.

DEMIKIAN isi pesan WA dari seorang teman Kjog. Saya spontan ter-wow-wow membacanya. Judul fimnya itu, lho. Sungguh bikin trecep-trecep di jiwa. Langsung mengingatkan saya pada seorang kawan semasa SMP. Yang dulu pernah mengeluh dengan nada sombong, "Apa aku ini terlalu tampan, ya? Cewek-cewek itu selaluuu saja mengerubutiku. Merepotkan saja. Jangan-jangan kamu sebenarnya juga begitu. Ingin ikut mengerubutiku juga? Benar begitu toh?" Dih!

Tapi saya tak serta-merta terjebak dalam kubangan nostalgia. Faktanya, WA ajakan nobar tersebut langsung saya terima tanpa pikir panjang. Selain penasaran, hitung-hitung sebagai jeda penyejuk di tengah panasnya suhu politik negeri. Iya 'kan?

Alhasil pada 31-1-2019 siang, di hari pertama penayangan Terlalu Tampan, saya duduk manis di Studio 3 Empire XXI. Tentu sebelum film dimulai, benak saya diliputi tanda tanya. Bagaimana jalan ceritanya nanti? Siapa yang terlalu tampan? Gombalan cinta macam apa yang bakalan tersuguh?

Hingga tibalah saatnya Terlalu Tampan mulai diputar.  It's time to movie. Saya pun berkonsentrasi untuk menontonnya.

Tapi .... O la la! Begitu adegan pembuka berlangsung, ketika sang tokoh utama bernarasi memperkenalkan diri, saya terhenyak. Tak menyangka kalau Kulin, sang tokoh utama yang terlalu tampan wajahnya, ternyata bernama lengkap Witing Tresna Jalaran Saka Kulina. Sungguh sebuah nama tak lazim dan bikin cengar-cengir.

Cengiran saya berlanjut ketika satu per satu anggota keluarga Kulin muncul. Ckckck! Nama mereka ternyata tak kalah ajaib dari nama Kulin. Demikian pula tingkah laku mereka yang kocak. Rasanya kurang matching dengan paras rupawan mereka.      

Cengiran saya berubah jadi tawa tatkala kedua orang tua dan kakak laki-laki Kulin kompak bersiasat. Yakni bersiasat untuk membujuk Kulin agar mau bersekolah di sekolah umum. Tidak homeschooling terus. Demi menumbuhkan keberanian Kulin dalam menghadapi dunia. Idenya bagus, sih. Tapi siasat yang mereka jalankan sungguh lucu.  

Tawa saya tak hilang-hilang seiring berjalannya adegan demi adegan. Apa boleh buat? Saya telah salah menyiapkan mental. Sudah bersiap menikmati aneka gombalan cinta ala remaja, eh ternyata yang tersuguh malah rangkaian kekocakan. Bahkan di beberapa adegan, ada yang kadar kekocakannya terasa kartun banget.

Usut punya usut, Terlalu Tampan memang adaptasi dari cerita komik yang ada di Webtoon. Yang sejauh ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Keren juga ya pencapaiannya itu? Daya kerennya pun bertambah sebab Terlalu Tampan menjadi film pertama di Indonesia yang diangkat dari cerita komik Webtoon.

Dan konyolnya, saya baru tahu semua informasi tersebut setelah pulang menonton. Wah, wah, wah. Ternyata absurd juga saya ini. Sama absurd dengan Kulin dan keluarganya. Haha!

Namun menjelang film usai, tawa saya sempat mereda. Saya mendadak baper karena melihat Kulin menanggung aneka kesedihan. Yakni kesedihan yang justru diperoleh setelah ia berusaha menghadapi dunia. Saya pun makin baper saat menyimak nasihat sang mama kepadanya. Yang rasanya cocok pula dinasihatkan kepada saya.

Pada intinya sang mama menyemangati Kulin agar mau bergaul seluas mungkin. Tak usah takut kecewa ataupun patah hati. Sebab faktanya, dunia pun sering membuat kita jatuh cinta dan bahagia. Meskipun wajah terlalu tampannya acap kali merepotkan, sebaiknya Kulin tak kemudian menutup diri dari pergaulan.  

Kedengaran aneh, ya? Cowok berwajah tampan kok tidak nyaman berhadapan dengan dunia? Bukankah banyak si wajah tampan yang malah memanfaatkan kelebihan fisiknya tersebut? Menjadi seorang playboy kelas kakap. Atau minimal, mempunyai stok percaya diri yang melimpah seperti kawan SMP saya itu.

Tapi harus diakui. Meskipun termasuk anomali, cowok tampan yang bersikap seperti Kulin kenyataannya memang ada di dunia nyata. Tidak hanya di dunia kartun. Walaupun mungkin perbandingannya, satu banding seribu.    

Seperti kisah populer pada umumnya, cerita berakhir bahagia. Sepulang dari menontonnya kita bisa ikut tertawa-tawa. Tak bakalan terbebani pertanyaan yang berat-berat. Tapi jangan salah. Kekocakan yang disuguhkan Terlalu Tampan tidaklah kosong makna. Di sela-sela kekocakan tersebut, tetap ada nilai-nilai positif  yang ditawarkan kepada penontonnya. Kalau saya istilahkan sih, Terlalu Tampan merupakan film komedi inspiratif.

Mau tak mau saya mesti mengakui, Terlalu Tampan tidaklah sereceh yang saya bayangkan. Sejujurnya semula saya underestimate terhadapnya. Tapi faktanya, Terlalu Tampan justru menawarkan inspirasi. Terkhusus inspirasi mengenai cara menghadapi dunia yang kerap kali bikin kita patah hati. Paling tidak dari film ini saya tersadarkan, para empunya wajah terlalu tampan tak selalu berbakat playboy. Haha!

Salam,

Tinbe Jogja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun