Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid, PHK dan Covid (Lagi?)

29 Juni 2021   13:22 Diperbarui: 29 Juni 2021   13:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini cerita Covid, yang akan menjadi bagian dari sejarah hidup saya. Minimal, selama satu setengah tahun ini. 

15 Februari 2020, Kompas menulis, "1500 orang lebih meninggal dunia terinveksi corona, dan 60 ribuan orang dideteksi terinfeksi. di minggu yang sama, saya dipanggil oleh Ibu Komisaris pemilik perusahaan yang mengontrak kami. Tidak sendiri. ada enam orang dipanggil. Tetiba ada yang menyatakan saya akan di-BKO-kan. Dipecat. Alasannya, kinerja tidak baik. Was-was iya. Ada waktu satu minggu untuk memutuskan, apakah saya memiih mengundurkan diri, atau dipecat begitu saja dengan alasan tersebut. Saya dan lima kawan lainnya, bersepakat. Tidak akan mundur, kecuali ada hitam diatas putih yang menyatakan kinerja kami berenam memang buruk.

berproses kami, melawan? tidak. hanya memperjuangkan hak, sekaligus ingin tahu, lembaga pemerintahan nomor dua tertinggi di negeri ini, apakah cukup punya keberanian untuk membeberkan alasan logisnya memecat kami berenam. 

30 Maret 2020. Pemerintah umumkan data terbaru kasus virus Corona di Indonesia. Kasus positif COVID-19 yang terkonfirmasi bertambah 129 kasus, kasus positif yang berakhir dengan meninggal dunia bertambah 8 orang, dan kasus positif yang sembuh bertambah 11 orang. Ditanggal yang sama, sudah sebulan lebih kami berjuang meminta kejelasan kepada si penanggung jawab yang memecat kami. Tidak ada tanggapan cepat. kesan yang kami tangkap, mereka mengulur waktu, dan tidak mau bertanggung jawab. Perusahaan yang mengontrak kami, juga mengungkapkan hal ini. 

Dihari tersebut, kami putuskan untuk ungkap permasalahan ini ke media. Jejaring kami hubungi. Kami mintai bantuan. Rilis kami siapkan. Hasilnya? ada 17 ribu lebih pintasan yang muncul, hasil  search engine google mencari kata kunci Pecat Tenaga Ahli Stunting. Tuhan baik. Media juga baik kepada kami. 

1 Juli 2020. Kami berenam dikontrak kembali. kontrak baru, dengan jangka waktu satu tahun. Pasal-pasal dalam kontrak berubah. Baiklah, dengan itikad baik, kami terima kontrak ini. Asumsinya, we close file dengan masalah yang kemaren. betul-betul selesai. Kita berenam bisa bekerja kembali dengan profesional. Dihari yang sama, dua kawan kami yang ikut berjuang, tidak ikut menandatangani kontrak. Alasannya masuk akal; mereka berdua sudah berkontrak dengan tempat lain, dimana mereka merasa lebih dihargai profesionalitasnya. Di tanggal yang sama, terdapat penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.385 pasien. Penambahan kasus itu menyebabkan kini ada 57.770 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.

1 Agustus 2020. Pertahanan kantor kami jebol. Satu rekan kami, yang kebetulan satu ruangan dan satu tim dengan saya, dinyatakan positif covid. Kantor di lockdown. November 2020, kejadian terulang. satu kawan satu tim juga dengan saya, dinyatakan positif covid. Berikutnya, giliran staf sekaligus partner in crime saya dikantor di bulan Maret 2021 -akibat kelelahan membantu saudaranya kebanjiran di Karawang, dinyatakan positif covid. Mereka sudah sembuh sekarang. Dari mereka, saya cukup mendapat informasi bagaimana covid itu nyata ada, dan benar-benar membahayakan.

Selama hampir satu tahun bekerja, ada setidaknya 9 kegiatan yang diadakan di kantor saya, yang harusnya saya dapat berkontribusi. Tapi, ya...mungkin Tuhan terlalu baik kepada saya, dari sembilan kegiatan itu, saya hanya ditugasi satu kegiatan. tidak lebih. Lainnya? diserahkan kepada rekan satu tim saya, dengan alasan yang tidak pernah diungkapkan. Mungkin, karena pimpinan di lembaga teresbut masih sakit hati lantaran kami berani menentang keputusan otoriternya yang sepihak memecat kami. Atau, mugkin ada hal lain yang membuat para pihak yang memiliki kepentingan terhadap kegiatan-kegiatan yang harusnya dibawah scope of work saya merasa terganggu karena keberadaan saya? who knows...God secret. sampai sekarang. sampai saat saya mengetik tulisan ini.

Akhir Mei 2021. Aktifitas saya dengan beberapa jejaring tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Jakarta, memberikan keuntungan tersendiri bagi saya untuk menyikapi perkembangan Covid di Indonesia. Dihari itu, saya berdiskusi panjang tentang munculnya varian baru covid 19, di India, Eropa, dan kemungkinan munculnya gelombang kedua serangan covid di Indonesia paska lebaran.

18 Mei 2021, sebuah email terusan masuk. Team Leader saya yang terhormat, mengabarkan kepada pimpinan pengguna jasa kami, bahwa akan diselenggarakan kegiatan offline besar-besaran dalam rangka penandatanganan komitmen daerah untuk mencegah stunting. Intuisi saya bergerak. Saya balas email itu, dengan singkat. "sebaiknya dipikirkan kembali rencana untuk mengadakan kegiatan offline di hotel dengan melbatkan banyak orang. Ada kemungkinan pandemi covid muncul lebih besar." Email itu tidak dibalas. Sampai sekarang.

Mei 2021. Kantor tetep keukeuh mengadakan kegiatan offline. Saya sempat diusulkan masuk dalam surat perintah penugasan. Untuk setiap aktifitas kegiatan, protokol keadministrasian di kami, akan merilis surat perintah penugasan, dimana nama-nama yang masuk dalam surat perintah tersebut, harus berkontribusi di hari H pelaksanaan kegiatan. Kompensasinya, dapat honor tambahan tentunya. Komposisinya? antara PNS dengan Konsultan ya...tau sendirilah. Lebih banyak nama pihak yang mana, dan yang lebih banyak bekerja pihak yang mana. Nama saya sempat diusulkan untuk masuk dalam sprint. Tapi, sekali lagi, saya keukeuh untuk tidak mau menghadiri acara offline yang melibatkan lebih dari 50 orang dalam satu waktu. Bukan menentang perintah, tapi semata ingin konsisten dengan aturan yang dibuat oleh Pemerintah juga, bahwa sebaiknya tidak menghadiri kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa berkumpul lebih dari 50 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun