Oleh :
Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., CMILT.
(Guru Besar Supply Chain Management - Master of Logistics Management Department -- Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional -- ULBI)
"If you always do what you've always done, you'll always get what you've always got," kata Henry Ford, sebuah pengingat penting tentang bahaya mempertahankan cara lama di tengah perubahan zaman yang sangat dinamis. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia masih terjebak dalam kebiasaan lama yang justru menghambat pertumbuhan dan daya saing.
Fakta mengejutkan datang dari  World Bank Logistics Performance Index 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 63 dari 139 negara, sangat jauh di belakang Singapura (7) dan Vietnam (43).Â
Sementara itu, Global Competitiveness Report 2023 dari World Economic Forum memperlihatkan posisi Indonesia yang hanya menempati peringkat 50 dalam efisiensi pasar barang dan peringkat 60 dalam kualitas infrastruktur. Padahal, kedua faktor ini adalah tulang punggung supply chain yang vital dalam perdagangan modern.
Mengapa Indonesia Terjebak?
Di saat dunia telah mengadopsi teknologi canggih seperti AI, blockchain, dan digitalisasi supply chain untuk mempercepat arus barang dan informasi, Indonesia masih harus berjuang melewati birokrasi yang panjang dan regulasi yang ketinggalan zaman. Fenomena ini dikenal sebagai Teori Kuda Mati (Dead Horse Theory)--- kondisi di mana regulasi usang dan kebijakan yang tidak responsif terus dipertahankan, sehingga malah menjadi beban bagi pelaku usaha.
Salah satu contoh nyata adalah peraturan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Aturan ini memang bertujuan baik untuk mendorong penggunaan produk lokal, tetapi di lapangan sering menimbulkan hambatan administratif yang memperlambat proses impor bahan baku penting. Akibatnya, biaya produksi naik tanpa diimbangi peningkatan daya saing produk di pasar global.
Selain itu, Indonesia masih menghadapi regulasi perizinan yang berlapis dan rumit. Prosedur yang panjang ini membuat investor asing dan pelaku usaha lokal enggan berinovasi dan memperluas bisnis. Pembatasan modal asing yang terlalu ketat serta sistem perpajakan yang kompleks juga menambah beban bagi pengusaha, terutama UMKM dan startup yang sedang tumbuh.
Â