Sehingga, untuk duduk rapi di ruangan khusus, para ibu-ibu sebagai sasaran penyuluhan agak sulit dilakukan.
Perlu Pendampingan
Mengacu pada permasalahan yang dikemukakan diatas maka upaya revitalisasi Posyandu paling tidak bisa menyoroti 2 masalah yaitu; meningkatkan pemantauan status gizi dan intervensinya untuk mencegah status gizi buruk dan stunting serta peningkatan kapasitas Kader dalam pengelolaan Posyandu maupun dalam menyampaikan pesan penyuluhan.
Kalau dua fungsi ini bisa jalan maka Posyandu akan jadi hidup dan meriah.
Dari 2 masalah diatas, maka titik tolaknya adalah dari peningkatan kemampuan 5 orang Kader yang ada dalam pengelolaan Posyandu di tingkat Dusun agar sesuai Pedoman.
Dan di era kuatnya struktur keuangan pemerintah desa sekarang ini, permasalahan ini jelas akan bisa secara bertahap diatasi.
Dalam upaya itu maka pemerintah desa perlu mendapatkan masukan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat Kecamatan yaitu apa yang mesti dianggarkan serta berapa nilai kegiatannya di APBDes. Karena kurangnya atau terbatasnya pemahaman, maka aparat desa terkadang juga tidak memahami apa yang mesti dianggarkan untuk upaya revitalisasi Posyandu.
Dalam hal ini pemerintah Kecamatan, Puskesmas, UPTD KB, UPTD Dikbud, dan KUA bisa bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah desa dalam memberikan masukan untuk penyusunan anggaran dalam upaya revitalisasi Posyandu.
Untuk penguatan kapasitas kader dibutuhkan kegiatan pelatihan serta pendampingan agar Kader bisa mengelola Posyandu dan menyampaikan pesan dengan baik. Banyak modul-modul pelatihan kader yang sudah tersedia, tinggal  dukungan APBDes.
Selain itu perlu ada kebijakan yang diterapkan oleh Desa yaitu paling tidak Kader bisa baca tulis. Karena ada beberapa Kader yang faktanya tidak bisa membaca, yaitu khususnya istri Kadus atau sekarang disebut Kawil (Kepala Kewilayahan).
Hal itu karena istri Kawil mendapatkan hak preogratif untuk menjadi Kader karena dia istri Kawil.