Mohon tunggu...
Agusman Syahputra Gulo
Agusman Syahputra Gulo Mohon Tunggu... Aktif Menulis

Menyukai Menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cerita Meja Makan: Drama Nilai Nol

1 Agustus 2025   10:16 Diperbarui: 1 Agustus 2025   10:16 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Diedit oleh Penulis

Aku tak menyangka ibu akan membongkar aib itu. Padahal aku sudah bilang, jangan beri tahu siapa pun. Rasanya campur aduk---kesal, malu, dan pasrah. Aku cuma bisa senyum cengengesan, meski nafsu makanku langsung hilang.

Adikku yang paling kecil malah tertawa kecil melihat aku dapat nilai nol. Dia jelas tak mengerti apa arti angka nol itu, tapi entah kenapa, tawanya membuatku makin jengkel.

Aku bangkit dari meja makan, diam-diam berniat pergi tanpa sepatah kata. Terserah mau dihukum apa malam ini; aku sudah malas ada di sini.

"Duduk kamu," suara berat itu memerintah, suara ayah. Begitu tegas, begitu otoriter, dan aku tahu aku tak punya pilihan selain menurut. Aku hanya duduk, menunduk, dan berusaha menahan air mata. Tapi dada ini rasanya semakin sesak, kepalaku penuh dengan rasa takut akan eksekusi macam apa yang menunggu.

Dan akhirnya, semuanya pecah begitu saja.
"Iya, iya... aku dapat nilai nol... ampun Yah... janji nggak akan ngulangin lagi... janji belajar giat, nggak main-main terus... Udahlah ya... aku mau tidur..."

Tangisku meledak, tak sanggup lagi aku tahan. Andai saja aku tak pernah bercerita pada ibu soal nilai itu, mungkin drama malam ini tak akan pernah ada.

Aku sesekali melirik ke arah sosok itu. Ayah. Ia tampak sibuk mencari sesuatu di kantongnya, lalu beranjak dari meja makan. Hatiku makin gelisah---apa ia sedang mengambil sesuatu untuk mengeksekusiku malam ini? Rasa cemas menggumpal di dada.

Tak lama, ayah kembali lagi, tapi tidak membawa apa pun. Sedikit rasa lega muncul, sampai ia mengeluarkan korek api dari saku. Mataku langsung terbelalak. Apakah aku akan dibakar hidup-hidup malam ini?

Ia menatapku dengan tatapan tajam, penuh isyarat yang tak bisa kuterjemahkan. Tangisku masih mengalir, berharap ada sedikit ampunan. Ayah memutar koreknya, mencoba menyalakan api.
"Kok apinya kecil ya..." gumamnya, sambil membenarkan posisi korek itu agar apinya lebih besar.

Aku semakin panik. "Ampun Yah..." suaraku bergetar, makin parau dan serak.

Tapi ayah hanya membakar rokoknya. Setelah rokok itu menyala, ia menoleh padaku dan berkata, "Habisin itu mi kamu. Kasihan ibu udah capek masak malam ini. Kamu main pergi aja. Selesaikan apa yang kamu mulai, dan jangan lari dari tanggung jawab."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun