Fenomena netizen Indonesia menyerbu kolom komentar akun Presiden Brasil (Lula) dan platform Google Maps untuk memberikan rating jelek pada Hutan Amazon telah mencuri perhatian sejak insiden pendaki Brasil meninggal di Gunung Rinjani (Juni 2025). Artikel ini mengkaji fenomena itu dari perspektif perilaku kolektif media sosial, identitas nasional, dan teori lintas budaya digital, dengan tone ringan---bukan pasukan berkuda, tapi rame-rame pakai emoji.
Latar Belakang & Kronologi Fenomena
Tragedi Rinjani: Pada 20 Juni 2025, pendaki asal Brasil, Juliana Marins, jatuh ke jurang di Gunung Rinjani dan meninggal setelah beberapa hari pencarian yang tersendat karena medan ekstrem dan kabut tebal
Reaksi Brasil: Ribuan warganet Brasil menyerbu kolom Instagram Presiden Prabowo dengan tagar seperti #savejuliana, menuntut penjelasan atas lambatnya evakuasiÂ
Balas Serangan Indonesia: Sebagai counter-shock, netizen Indonesia menyerbu akun Presiden Brasil @lulaoficial dan memberi rating bintang satu di Google Maps untuk Hutan Amazon.
Attitude agresif online & anonim
Menurut survei Digital Civility Index Microsoft (2020), netizen Indonesia masuk kategori paling "tidak sopan" secara online. Di internet, "topeng ramah" dilepas, menimbulkan komentar kasar & berlebihan
Greater Internet Fuckwad Theory
Teori ini menyorot bagaimana anonimitas merubah orang biasa jadi agresif. Hal ini terlihat saat netizen Indonesia komentar berani di akun luar negeri, menggunakan bahasa lokal dan sindiran sarkastik.
Identitas nasional & diplomasi digital tidak resmi
Penelitian tentang "digital nationalism" (Hutchings & Toland, 2022) menunjukkan netizen menggunakan platform digital sebagai arena ekspresi identitas kolektif. Aksi menyerbu kolom komentar Brasil adalah bentuk "membela tanah air" dalam era siber---netizen jadi semacam diplomat tak resmi, berperang dengan emotikon dan meme.