Mohon tunggu...
Dr. Agus Hermanto
Dr. Agus Hermanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hukum Keluarga Islam

Dr. Agus Hermanto adalah dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Lampung, selain itu juga aktif menulis buku, jurnal, dan opini. Penulis juga aktif di bidang kajian moderasi beragama, gender dan beberapa kajian kontemporer lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Mudik sebagai Sarana Silaturahmi

30 April 2022   04:47 Diperbarui: 30 April 2022   05:13 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Mudik dalam tradisi masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah pulang kampung, dikatakan pulang kampung karena pada umumnya masyarakat berbondong bondong untuk rujuk ke kampung halamannya baik pada akhir ramadhan atau pertengahannya, namun bahkan ada sebagian lainnya jauh di awal ramadhan. Istilah mudik ini sudah sangat populer di telinga kita, dan bukan barang baru, tradisi ini juga dialami oleh beberapa masyarakat di negara tetangga, seperti Malaysia, Brunai dan Singapura. 

Kegiatan mudik bertujuan untuk menyambung tali silaturahim, selama sekian lama berkisar satu tahun perjalanan yang disibukkan dengan aktivitas keseharian bekerja mencari nafkah untuk anak istri atau keluarga, dan pada even lebaran yang ditunggu tunggu dapat kesempatan bersilaturahmi dengan orang tua, keluarga, dan sanak sahabat di kampung halaman. 

Tradisi pulang kampung kerap kali dilakukan oleh kalangan yang sudah berkeluarga atau bahkan pemuda yang merantau ke kota mencari pengalaman kerja atau sekedar mencari nafkah di kota, yang dengan kemeriahan lebaran menyempatkan untuk bersungkem kepada kedua orang tuanya, jika masih ada atau sekedar ziarah makam jika telah meninggal. Kemeriahan mudik ini sudah menjadi sebuah tradisi yang menyatu si masyarakat, hingga dalam waktu tiga tahun diterpa corona, hingga menjadi penghalang mudik, hingga akhirnya pada tahun ini kegiatan mudik kembali membumi di tengah masyarakat kita. 

Walaupun kondisi mudik telah berubah dikarenakan tantangan globalisasi, misalnya dahulu diramaikan dengan antrian tiket pembelian di stasiun kereta atau loket bus antara wilayah, yang kemudian hingga berjubel dan antri panjang. Namun pada saat ini transportasi kendaraan baik bus, kereta bahkan pesawat sudah begitu maju perkembangannya, hingga perjalananan antar wilayah tidak lagi ditempuh dalam waktu lama, melainkan dengan cepat, terlebih pada saat ini telah ada tol sebagai penjembatan antar wilayah, sehingga banyak masyarakat yang pulang dengan membawa kendaraan mandiri bersama keluarga dan anak anak. 

Suasana mudik tidak akan surut karena perkembangan zaman atau majunya pola hidup masyarakat modern bahkan majunya teknologi seperti majunya alat komunikasi, namun mudik tetap dijalankan oleh lapisan masyarakat kita dengan spirit silaturahmi dengan keluarga di even yang mulia dan membahagiakan. 

Kegiatan mudik termasuk kegiatan yang tercatat sebagai hari hari yang membahagiakan bagi lapisan masyarakat Indonesia yang memiliki tujuan mulia yaitu menyambung tali silaturahmi dengan keluarga. Terkadang tradisi mudik tidak memandang pada banyaknya uang saku yang dibutuhkan dan tidak pula memandang antrian panjang, namun spirit silaturahmi yang begitu kuat dan melekat pada lapisan masyarakat itulah yang kemudian ada nilai keunikan secara tersendiri. 

Lebaran adalah hari kemenangan bagi umat Islam karena telah melakukan satu kewajiban besar yaitu melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh, artinya berkisar antara 28, 29, atau 30 hari sesuai ketentuan hilal yang diumumkan oleh pemerintah. 

Di hari lebaran yang penuh filosofi, lebaran yang berarti lebur yaitu hilangnya dosa, dan saling bermaafan, labur yang berarti warna putih yang kerap dahulu menjadi warna cet rumah saat menjelang lebaran, karena dengan mewarnai warna putih di rumah berarti ada itikat kembali kepada fitrah, bersih suci kembali setelah berpuasa dan berzakat fitrah. 

Lebaran juga identik dengan halal bi halal, yang berarti zero by zero, sama sama kosong seperti kertas putih yang tiada warna dan tiada kotoran yang mewarnai nya, dengan menjalin silaturahmi berarti adanya itikat untuk meminta maaf dan memaafkan, khilaf atau dosa yang datang dari perkataan, tutur yang menyakitkan atau menyindir orang lain kini menjadi sirna dengan saling bersalaman dan saling memaafkan. 

Suatu kemuliaan yang terikat dalam ukhuwah islamiyah, yang dalam ajaran agama bahwa manusia adalah makhluk yang senantiasa berdosa dan khilaf, namun Allah memberikan jalan baik kepada hambanya, jika itu berupa dosa pada sang Pencipta hendaklah bertaubat, namun jika itu datang dari manusia hendaklah bermaafan dan saling mengingatkan agar semoga menjadi jalan terbaik dalam kebersamaan dan dalam ikatan ukhuwah islamiyah yang diajarkan dalam islam dalam bentuk syariah, yaitu aturan yang dibuat untuk kemaslahatan manusia, agar manusia terlepas dari bentuk kemudharatan, yang akan menjerumuskan pada hati yang membatu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun