Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Dari Gerbang Dukuh Zamrud: Catatan Warga yang Melintas tentang Polemik Pengajian Umi Cinta

15 Agustus 2025   09:27 Diperbarui: 15 Agustus 2025   13:37 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua MUI Kota Bekasi Syaifuddin Siraj dan Putri Yeni alias Umi Cinta di Kantor Kelurahan Mustikajaya.(ACHMAD NASRUDIN YAHYA/KOMPAS.com)

Belajar dari Pengalaman di Tempat Lain

Sebagai warga yang juga pernah mengikuti pengajian di komplek lain, saya melihat betapa pentingnya transparansi. Di komplek saya, ada majelis ta'lim yang juga menggunakan rumah sebagai tempat pengajian. Bedanya, sejak awal identitasnya jelas dan terbuka.

Di depan rumah majelis itu, terpampang plang besar berwarna biru-putih dengan logo organisasi, nama resmi majelis taklim, hingga nomor Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Papan itu mudah dibaca siapa saja yang lewat. Setiap kegiatan diumumkan di grup warga dan selalu ada koordinasi dengan RT/RW.

Sebuah Pengajian Majlis Taklim di komplek Perumahan (Sumber: Dokumen Pribadi)
Sebuah Pengajian Majlis Taklim di komplek Perumahan (Sumber: Dokumen Pribadi)

Jamaahnya memang datang dari berbagai daerah, bahkan luar kota. Tapi karena warga sekitar sudah tahu, parkir bisa diatur, keamanan terjaga, dan tidak ada rasa curiga. Justru suasana yang tercipta hangat dan saling mendukung.

Contoh ini meyakinkan saya bahwa kegiatan keagamaan di rumah pribadi bisa berjalan baik, asalkan transparansi dijaga dan komunikasi dengan warga tidak terputus.

Menjaga Suasana, Menjaga Tetangga

Kasus Umi Cinta menunjukkan bahwa gesekan kecil yang dibiarkan bertahun-tahun bisa memuncak karena satu isu yang viral. Dalam konteks kehidupan bertetangga, sebaiknya komunikasi dan keterbukaan dijaga sejak awal, apalagi jika kegiatan bersifat rutin dan melibatkan banyak orang.

Kini, rekonsiliasi sedang diupayakan. Sebagai warga yang setiap hari melintas di gerbang itu, saya berharap semua pihak dapat mengambil hikmah. Kegiatan keagamaan tetap berjalan dengan damai, warga merasa aman dan nyaman, dan tidak ada lagi prasangka yang meruncing.

Karena pada dasarnya, hidup bertetangga adalah seni menjaga harmoni ketika: keterbukaan, saling menghargai, dan kepedulian adalah kunci.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun