Pendahuluan
Saya bukan penentang mobil listrik. Justru sebaliknya, saya mendukung penuh gerakan menuju kendaraan ramah lingkungan. Masa depan memang milik energi bersih. Udara yang kita hirup semakin terpolusi, bumi semakin panas, dan transportasi menyumbang porsi besar terhadap emisi karbon global.
Tapi, di antara gegap gempita peluncuran mobil listrik, insentif pemerintah, dan narasi masa depan ramah lingkungan, saya ingin mengajukan pertanyaan sederhana sebagai warga biasa: Apakah mobil listrik memang sudah siap menggantikan mobil konvensional khususnya bagi kami yang hidupnya masih dalam irama ekonomi sederhana dan realistis?
Seorang teman saya yang tinggal di pusat kota baru saja membeli mobil listrik. Ia antusias sekali, sampai saya tertarik bertanya-tanya. Tapi belum lama, ia terdengar mengeluh lewat grup watsapp: Di daerahnya SPKLU sering penuh, dan pengisian di rumah butuh waktu 5-6 jam. Dia bilang: "Kalau dipakai jarak dekat oke, tapi untuk mudik atau perjalanan panjang, saya masih andalkan mobil lama saya.”
Mobil Konvensional LCGC: Simpel, Terjangkau, dan Sudah Teruji
Saat ini saya dan keluarga menggunakan mobil konvensional jenis LCGC. Bukan karena tak ingin berubah, tetapi karena mobil itu sudah seperti sahabat: Kami paham betul karakternya, biaya perawatannya, dan yang terpenting kami mampu memilikinya tanpa harus mengorbankan stabilitas ekonomi keluarga.
Mobil listrik, sejauh ini, masih terasa seperti barang mewah yang dibungkus dalam narasi peduli lingkungan. Tentu narasi itu bagus. Tapi apakah adil jika perubahan besar ini harus ditanggung terlebih dahulu oleh masyarakat menengah ke bawah yang masih berjuang hidup kembang-kempis?
Mobil LCGC kami memang tidak mewah, tapi sangat membantu mobilitas keluarga kecil kami. Saat anak-anak sakit dan harus buru-buru ke klinik, saya tidak perlu bingung cari taksi online. Saat belanja ke pasar tradisional, barang-barang bisa langsung dibawa tanpa ribet. Hemat BBM, pajaknya ringan, dan suku cadangnya mudah ditemukan.
Infrastruktur dan Pengetahuan Masih Terbatas
Saya perhatikan makin banyak orang mulai melirik mobil listrik, bahkan membelinya. Tapi kemudian muncul pula banyak keluhan: Soal charging station yang terbatas, waktu pengisian daya yang tak secepat mengisi bensin, hingga kekecewaan pascajual. Belum lagi pemahaman teknis dari pemilik maupun teknisinya yang kadang masih sebatas permukaan.