Mohon tunggu...
Agus Cahyono
Agus Cahyono Mohon Tunggu... -

Seorang penulis independen, penikmat kopi, tetapi anti rokok

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komite Etik yang Bekerja dengan Penuh Profesional

7 April 2013   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:34 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Draft surat perintah penyidikan (sprindik) untuk mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diduga bocor. Bocornya sprindik diduga dilakukan di level pimpinan KPK. Kasus bocornya sprindik ini memicu Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaksanakan rapat pimpinan atas terjadinya peristiwa dugaan pembocoran draf sprindik tersebut.

Rapat tersebut mengacu pada Undang-Undang KPK dan Peraturan Pimpinan KPK tentang Kode Etik KPK. Pimpinan KPK akhirnya memutuskan untuk membentuk Komite Etik, yang suratnya ditandatangani sejak Jumat, 22 Februari 2013. Oleh KPK, Komite Etik diberi tugas untuk menelusuri, mencari keterangan, dan memeriksa siapapun, yang tujuannya untuk menemukan orang-orang yang bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai pelaku dugaan perbuatan pembocoran draf sprindik. Pengusutan harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

Perlu diketahui bahwa di KPK terdapat dua macam kode etik, yakni kode etik pegawai dan kode etik pimpinan. Jika pegawai melakukan pelanggaran kode etik, maka yang memprosesnya adalah pengawas internal, kemudian dibentuk DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai) sebagai  majelis pemeriksaan yang hasil keputusannya diserahkan kepada pimpinan untuk dieksekusi. Sementara pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan, akan diproses oleh komite etik yang terdiri atas unsur pimpinan, penasihat, dan eksternal KPK yang  memiliki integritas dan kredibilitas.

Berdasarkan surat keputusan (SK) pimpinan KPK, Komite Etik dibentuk dengan format 5 orang, yakni 2 orang berasal dari internal KPK dan 3 orang dari pihak eksternal. Pihak internal terdiri atas unsur pimpinan KPK, yakni Bambang Widjojanto, dan unsur penasihat KPK, yakni Abdulllah Hehamahua. Ditambah tiga orang unsur dari luar, yaitu Abdul Mukhtie Fajar (akademisi), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), dan Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK),

Pemilihan kelima orang yang menduduki Komite Etik bukan tanpa pertimbangan yang yang matang. Dipilihnya Bambang Widjojanto dan Abdullah Hehamahua, selain integritas yang tak perlu diragukan, juga karena dianggap tidak memiliki 'public of interest' atau konflik kepentingan. Tiga tokoh masyarakat dari unsur eksternal KPK dipilih karena mereka dinilai memiliki komitmen yang cukup tinggi kepada KPK.

Bambang Widjojanto adalah seorang pengacara kenamaan Indonesia. Kiprahnya dalam gerakan pembetrantasan antikoruspi tak perlu diragukan lagi. Bambang Widjojanto pernah memimpin Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan termasuk pendiri Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) bersama almarhum Munir. Ia juga termasuk pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Bambang Widjojanto merupakan alumnus Universitas Jayabaya tahun 1984.

Di awal kariernya, Bambang Widjojanto banyak bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH), seperti LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus pada periode 1995-2000. Bambang juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009). Bambang pernah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan menjadi pengacara/Tim Penasehat Hukum KPK. Bambang Widjojanto pernah menjadi anggota Tim Gugatan Judicial Review untuk kasus Release and Discharge, dan anggota Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu). Bambang Widjojanto sekarang menjabat sebagai wakil ketua KPK.

Abdullah Hehamahua, putra kelahiran Ambon, 18 Agustus, saat ini tercatat masih menjabat sebagai Penasihat KPK. Ia malang melintang dalam pergerakan mahasiswa. Beberapakali ia keluar masuk penjara. Pria berpenampilan sederhana dengan ciri khas peci hitam yang selalu dipakainya ini pernah ditunjuk sebagai Ketua Komite Etik KPK saat kasus Bibit-Chandra mengemuka. Abdullah Hehamahua pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/PKPN, pada 2001 hingga 2004, sebelum melebur ke KPK. Kehidupan kesehariannya sejak dulu memang sederhana, beliau tidak menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, lebih suka naik ojeg ketika berkunjung ke daerah daripada naik mobil pejabat daerah yang didatanginya, karena dikhawatirkan mempengaruhi penilaiannya terhadap pejabat tersebut.

Abdul Mukthie Fadjar, pria kelahiran Yogyakarta, 24 Desember 1942 ini menghabiskan karirnya dalam dunia pendidikan. Ia merupakan luluasan FH Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1970. Ia menjadi Dosen Biasa di Universitas Brawijaya sejak 1971 hingga sekarang. Abdul Mukthie Fadjar memiliki seabreg pengalaman dalam memegang jabatan di lembaga pendidikan maupun lembaga pemerintahan. Ia pernah menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur (Mei-Agustus 2003), Ketua Asosiasi Pengajar HTN/HAN Jawa Timur, Ketua Dewan Etik Malang Corruption Watch (MCW), Dewan Penyantun Malang Lawyers Club, Ketua Dewan Pakar Institute for Sterngthening Transition Society Studies (In-TRANS), dan anggota Experts Meeting Koalisi untuk Konstitusi Baru.

Tumpak Hatorangan Panggabean, kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943 adalah mantan Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar yang harus non-aktif dari jabatannya yang terlibat dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 jabatannya digantikan oleh Busyro Muqoddas. Tumpak menamatkan pendidikan di bidang hukum di Universitas Tanjungpura Pontianak. Seusai lulus, Tumpak memilih langsung untuk mengabdi kepada negara dengan berkarier di Kejaksaan Agung pada 1973 hingga 2003.

Tumpak merupakan sosok pekerja keras. Tak heran ia mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karua Satya XX Tahun 1997 dan Satya Lencana Karya Satya XXX 2003. Karena dedikasinya ini, Tumpak kemudian diusulkan oleh Jaksa Agung RI untuk bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2003. Setelah memimpin KPK periode pertama, pada 2008 Tumpak diangkat sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Pesero), sebelumnya akhirnya dipilih oleh presiden untuk menduduki posisi pejabat sementara (Plt) pimpinan KPK bersama Waluyo dan Mas Achmad Santosa.

Anies Baswedan, lahir di Kuningan pada 7 Mei 1969, adalah Rektor Universitas Paramadina, Jakarta sejak 2007. Anies mendapatkan gelar doktor dalam ilmu politik di Northern Illinois University pada tahun 2005 dan gelar Master dari School of Public Policy, University of Maryland, keduanya di Amerika Serikat. Gelar sarjana diperolehnya di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Anies menerima sejumlah penghargaan tingkat dunia. Anies kerap diundang di beberapa pertemuan internasional.

Oleh koleganya di Komisi Etik, Anies Baswedan ditunjuk menjadi Ketua Komite. Sementara jabatan wakil ketua komite etik dijabat Tumpak Hatorangan Panggabean. Di antara kelima anggota Komite Etik yang terpilih, Anies merupakan anggota paling muda. Bahkan dalam segi pengalaman, keempat anggota Komite Etik jauh lebih senior. Saya rasa Anies Baswedan dapat diterima oleh semua pihak karena kematangan mental dan intelektualnya.

Dalam awal pembentukan Komite Etik, Anies Baswedan sempat diragukan tidak bisa obyektif, seperti dikutip dari artikel Teguh Santosa di RMOL (lihat di http://www.rmol.co/m/news.php?id=100400): "Anies bersama-sama dengan Anas ada di bawah payung Paramadina. Mungkin tidak banyak yang tahu, namun sampai hari ini Anas masih menjabat sebagai salah satu ketua Yayasan Wakaf Paramadina, yang menaungi Universitas Paramadina, tempat Anies menjadi rektor." Tudingan ini terbantahkan dengan sendirinya setelah Komite Etik mengeluarkan rilisnya ke publik.

Dipilihnya Anies sebagai Ketua Komite Etik sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan. Pol-Tracking Institute  pada Oktober 2012 mengeluarkan hasil rilis survei opinion makers dan pakar dalam mencari kandidat muda potensial calon presiden 2014. Hasil riset ini didapat melalui 13 aspek assessment, dimana salah satu aspek yang dinilai adalah aspek kapabilitas para kandidat muda tersebut.

Dalam penilaian pada aspek kapabilitas dan kapasitas intelektual dalam menyelesaikan persoalan bangsa tersebut, lima besar kandidat muda yang memperoleh poin terbesar adalah Anies Baswedan (80,5), Sri Mulyani (77,7), Joko Widodo (74,9), Pramono Anung Wibowo (70,5), dan Gita Wirjawan (70,4).

Anies Baswedan dan Sri Mulyani dalam rekam jejaknya tidak dibesarkan oleh partai politik atau tidak mempunyai riwayat sebagai fungsionaris partai. Hal ini menunjukkan potensi Anies Baswedan untuk menyelesaikan berbagai kemelut persoalan bangsa. Tak terkecuali kasus dugaan bocornya sprindik, yang sebenarnya bila dirunut lebih jauh, hanyalah kasus biasa. Dan kita melihat bahwa Komite Etik dengan Ketuanya Anies Baswedan, telah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan secara profesional. Bravo Komite Etik!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun