Mohon tunggu...
Agustine Ranterapa
Agustine Ranterapa Mohon Tunggu... Guru

Aku seorang Guru SD. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak pernah berjalan diatas air dan aku juga tidak mampu membela lautan. Tetapi yang aku tahu, aku adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mencintai anak-anak didikku. Karena menurutku seni tertinggi seorang guru adalah bagaimana ia menciptkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan". Alhamdulillaah ditakdirkan menjadi seorang guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Terbaik Adalah Kegagalan: Membangun Resilience Melalui Siklus Mendengar-Mencoba

4 Oktober 2025   16:24 Diperbarui: 4 Oktober 2025   20:42 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber  Dokumentasi Pribadi

Di sisi lain, masyarakat yang memiliki keberanian mencoba dan mengimplementasikan inovasi baru, baik dalam sistem pemerintahan, ekonomi, maupun teknologi akan mampu beradaptasi dan menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dengan lebih efektif. Tanpa keberanian kolektif untuk bertindak dan bereksperimen, masyarakat akan tertinggal dan stagnan, terperangkap dalam status quo yang usang. Dalam konteks globalisasi dan dunia yang saling terhubung, dialog antarbudaya adalah kunci perdamaian, dan dialog tersebut mutlak membutuhkan keterampilan mendengarkan yang mendalam dan empati. Sementara itu, kemajuan teknologi yang masif dan cepat senantiasa menuntut keberanian mencoba untuk mengadopsi dan mengembangkan solusi-solusi baru. Dengan demikian, peradaban yang benar-benar maju dan berkelanjutan lahir dari kemampuan kolektif untuk secara simultan menghargai suara yang beragam (mendengarkan) sekaligus keberanian mengimplementasikan ide-ide baru (mencoba). Keseimbangan yang tercipta dari dialektika antara reseptif dan aplikatif ini menegaskan bahwa mendengarkan dan mencoba adalah fondasi kemajuan peradaban manusia di segala lini.

Belajar sejati adalah perjalanan panjang yang menuntut keseimbangan harmonis antara mendengarkan dan mencoba. Dua elemen ini adalah pilar yang saling mendukung dalam proses penemuan dan pengembangan diri manusia. Mendengarkan yang didefinisikan secara luas sebagai kemampuan reseptif untuk menyerap informasi, kritik, dan perspektif baru yang mengajarkan kita kerendahan hati untuk mengakui bahwa pengetahuan kita terbatas, melatih kesabaran dalam memproses ide yang kompleks, dan menumbuhkan keterbukaan terhadap kebenaran, dari mana pun sumbernya. Ini adalah tahap reflektif dan penerimaan. Sebaliknya, mencoba yaitu keberanian untuk mengimplementasikan teori ke dalam tindakan nyata yang mengajarkan keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman, melatih keteguhan dalam menghadapi kegagalan, dan menanamkan kesungguhan untuk menghadapi risiko. Ini adalah tahap aplikatif dan empiris yang menghasilkan pengalaman autentik. Mereka yang mampu mengintegrasikan kedua keterampilan ini menjadikan hasil mendengarkan sebagai input dan hasil mencoba sebagai feedback yang akan mampu mencapai kebijaksanaan dan kedewasaan sejati. Dalam konteks ini, belajar tidak lagi sekadar proses akumulasi informasi yang dangkal, tetapi menjadi jalan menuju transformasi diri dan sosial yang berkelanjutan. Pertumbuhan sejati tidak pernah hadir dari teori semata. Ia terlahir dari keberanian untuk mencoba dan bertindak nyata, setelah terlebih dahulu mendengarkan dengan saksama apa yang telah dipelajari, dialami, dan disarankan.

Dalam perspektif Islam, keseimbangan antara mendengarkan dan mencoba (mengamalkan) merupakan inti dari adab menuntut ilmu dan jalan menuju kesempurnaan spiritual (kamal al-insan). Secara reflektif, Islam memandang ilmu ('ilm) sebagai cahaya yang membutuhkan wadah yang bersih (hati yang rendah hati) dan pergerakan (amal saleh) untuk memberikan manfaat. Mendengarkan dalam konteks ini bukan hanya aktivitas fisik telinga, tetapi ketaatan batin (istima') untuk menerima kebenaran. Al-Qur'an secara eksplisit mengajarkan pentingnya kesiapan reseptif ini, sebagaimana firman-Nya, "Maka berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman." (QS. Adz-Dzariyat: 55). Ayat ini menyiratkan bahwa hati yang beriman akan secara naluriah siap mendengarkan dan menerima nasihat. Mendengarkan dengan adab adalah manifestasi dari kerendahan hati (tawadhu'), yang menjadi kunci pembuka pintu hikmah. Namun, Islam secara tegas menolak ilmu yang mandul. Rasulullah SAW menegaskan pentingnya amal setelah ilmu, sebab ilmu tanpa amal (al-'ilmu bila 'amalin) diibaratkan pohon tanpa buah, indah dilihat namun tidak memberikan manfaat bagi orang lain dan pemiliknya sendiri. Oleh karena itu, setiap Muslim dituntut untuk mendengarkan ilmu dengan rendah hati, kemudian segera mencoba mengamalkannya dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Melalui sinergi ini di mana mendengarkan adalah pondasi teoritis dan mencoba adalah pengujian praktis dimana kita menapaki jalan menuju kebijaksanaan (hikmah), kedewasaan spiritual, dan yang terpenting, ridha Allah SWT. Dengan demikian, belajar dalam Islam bertransformasi dari sekadar proses intelektual menjadi ibadah yang mengantarkan manusia pada ketinggian akhlak (makarim al-akhlaq), menegaskan bahwa tujuan ilmu adalah perbaikan diri dan bermanfaat bagi semesta. Akhirnya, mari mengingat bahwa belajar sejati adalah transformasi, bukan sekadar informasi. Jangan pernah lelah untuk terus menyeimbangkan dua kekuatan utama dalam diri kita yaitu kerendahan hati untuk mendengarkan segala kebenaran, dan keteguhan hati untuk mencoba mewujudkannya. Dengan menapaki dialektika ini, kita tidak hanya menemukan kedewasaan pribadi, melainkan juga menunaikan peran sebagai agen perubahan yang sejati bagi peradaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun