Apalagi jika jumlahnya banyak dan tidak menyadari bahwa dirinya adalah mohon maaf "patogen" ekosistem bumi. Maka kekacauan rantai makanan, yang berimbas pada kekacauan sirkulasi energi di bumi tidak bisa dihindari. Dan manusia sendiri yang akan menuai getahnya.
Apa yang harus manusia lakukan
Manusia harus berusaha menjaga alam ini sebagai bentuk tanggung jawab. Manusia selayaknya berterima kasih, diberi kesempatan untuk menempel serta menyerap sari makanan dari alam. Ini sudah sebuah anugerah. Oksigen gratis, air minum melimpah, tetumbuhan rindang. Maka kewajiban manusia jangan sampai mencederai alam.Â
Manusia selayaknya memberi panggung mulia bagi air, pohon, udara, tanah dan juga hewan yang ada di dalamnya. Manusia bisa punah tanpa mereka ini.Â
Dan anehnya, selama ini manusia menganggap dirinya adalah makhluk yang sangat istimewa yang berada dipuncak rantai makanan. Dan seolah-olah alam harus tunduk pada keinginan manusia. Jelas ini pemikiran yang kurang bersahabat terhadap alam dan juga berbahaya bagi manusia sendiri.
Alam punya mekanisme sendiri. Jika manusia mengganggunya alam akan menyeimbangkan agar kondisinya kembali stabil. Pada proses menyeimbangkan itulah manusia akan mengalami banyak kesusahan.Â
Peradaban industrialisasi adalah "peradaban tak ramah" yang diciptakan manusia. Kemajuan penciptaan mesin perang, mesin industri, dan juga pola konsumsi yang rakus dengan mengekstrak alam secara membabi buta adalah sebab utama kerusakan. Ibarat manusia mengali lubang kuburnya sendiri.
Spesies manusia harus merevolusi pemikirannya--kaitannya membangun relasi manusia dan alam. Manusia tidak bisa semena-mena lagi terhadap alam yang dianggap mati ini.Â
Alam adalah "organisme hidup" yang di situ ada patogen manusia. Jika inangnya mati, maka patogent tersebut akan mengalami hal sama.Â
Mau pindah ke inang lainnya? manusia harus berfikir ulang. Ke mana? Ke Mars, ke Bulan atau ke planet yang ada kehidupannya? Sampai detik ini hanya bumi yang layak ditinggali. Selebihnya masih praduga tanpa kepastian.
Manusia tidak selayaknya serakah. Kecerdasan otaknya, yang mampu menciptakan berbagai mahakarnya simbol peradaban, tak ada artinya, kalau dirinya mati akibat teknologi yang dia ciptakan.Â