Anugerah yang diberikan Tuhan pada kita semua sebagai mahluknya adalah, keberagaman sebagai kondisi realitas kehidupan yang harus kita terima, hadapi dan jalani secara bersama-sama. Kita terkondisikan pada lingkungan yang beragam dengan orang-orang disekeliling kita. Tentunya hal ini merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa kita hindari, adapun yang menjadi perbedaan dalam keragaman biasanya berasal dari : suku, agama, ras, budaya dan antar golongan. Biasanya perbedaan ini merupakan kepemilikan kelompok secara komunal artinya, setiap orang didalamnya diikat oleh kesamaan SARA tadi.
Terciptanya kelompok komunal orang-orang atas dasar persamaan dalam nilai-nilai yang diyakini sebagai pedoman hidup merupakan suatu modal sosial berharga bagi suatu bangsa. Karena apabila disatukan dengan kelompok-kelompok non komunal lainnya, tentunya akan menjadi suatu kekuatan besar sebagai identitas bangsa dalam suatu negara. Namun realitasnya karena manusia adalah mahluk dinamis, dari kumpulan kelompok orang-orang inilah dinamika hubungan kerap terjadi dengan kelompok non komunal lainnya yang berbeda nilai. Terkadang apabila terdapat suatu persoalan-persoalan kerapkali terjadi gesekan. Banyak hal yang menjadi pengaruh terjadinya gesekan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Yohanes Heri Widodo (2019) “Semakin banyaknya relasi non komunal membawa konsekuensi melemahkan interaksi dan interdepedensi kehidupan bertetangga yang berdampak negatif terhadap psikologis dan fisik bagi individu-individu di dalamnya,”
Padahal sebenarnya apabila kita telaah lebih jauh kebersamaan kelompok komunal dengan kelompok non komunal sudah terbukti dan terjadi. Faktanya terdapat juga kerukunan, keharmonian dua kelompok yang berbeda komunal dapat hidup bersama-sama. Bahkan turun temurun dari leluhurnya. Misal kampung Susuru desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kebupaten Ciamis, hidup dalam kurun waktu yang lama warga disana dalam ragam keagamaan dengan kedamaian dan penuh harmoni: Sunda Wiwitan, Islam, protestan dan khatolik. Tempat ibadahnyapun berdiri tegak saling berdampingan.
Sikap yang dilakukan
Kebersamaan dalam melihat saudara-saudara kita yang berbeda dan beragam dengan kita, tentunya diperlukan kesadaran untuk selalu merawat kerukunan, kedamaian dan keharmonian yang ajeg agar hidup kita senantiasa ada dalam keberadaannya secara realitas dan positif.
Kesadaran dalam melihat orang-orang disekeliling kita yang mempunyai nilai dan gaya hidup yang berbeda, hindari sikap eksklusif atau menghakimi terhadap individu yang memiliki pandangan yang berbeda. Kita harus memahami bahwa keberagaman adalah aset bukan ancaman.
Senantiasa berkomunikasi dengan komunikasi inklusif dalam suatu kegiatan pertemuan-pertemuan dan saat mengambil suatu keputusan, selalu memastikan ada saluran terbuka dengan orang-orang atau kelompok non komunal di lingkungan kita. Undang masukan dan pertimbangkan perspektif mereka, meskipun pada akhirnya keputusan mungkin berdasarkan nilai kelompok komunal.
Hal yang tidak kalah penting adalah selalu menghargai ruang individu, adalah sangat penting untuk menghargai ruang pribadi dan kebutuhan akan privasi individu non komunal. Hindari paksaan atau tekanan untuk bergabung dalam setiap kegiatan. Selanjutnya saling berbagi manfaat dan sumber daya. Misal fasilitas umum yang dikelola oleh kelompok komunal. Pastikan aksesnya terbuka dan adil bagi semua warga termasuk kelompok non komunal. Hal ini dalam rangka membangun rasa memiliki secara bersama-sama dan mengurangi potensi konflik.
Dengan menyikapi hal-hal diatas, baik kelompok komunal dan non komunal dapat bergerak melampaui perbedaan dan menemukan cara untuk hidup berdampingan secara harmonis. Kuncinya adalah saling menghargai, komunikasi terbuka dan kemauan untuk beradaptasi demi kebaikan bersama.
Semoga...