“Aku ingin keren.” Jawabannya, “Kamu keren hari ini.” “Ternyata kamu keren juga.” Istilah-istilah ini biasa kita temukan dalam keseharian kehidupan masyarakat kita. Berlaku bagi siapa saja tanpa terbatas pada siapapun tua muda, laki-laki ,perempuan siapapun akan mendapatkan istilah keren selama manusia ada dalam keberadaannya.
Semua orang sepertinya menginginkan mendapatkan pengakuan keren oleh siapapun, selama tampilan selalu ada terlihat oleh lingkungannya bahkan oleh masyarakatnya. Ada kepuasan bahkan kebanggaan tersendiri ketika pengakuan keren disematkan pada seseorang sepertinya kita mempunya kelebihan, keunggulan maupun nilai yang berbeda dibanding dengan yang lainnya.
Namun makna keren itu sendiri, sifatnya cair dan umum karena semua orang mempunyai hak untuk menyampaikan dan menerima status keren. Artinya tidak ada standarisasi baku bahwa keren itu masuk pada ukuran-ukuran tertentu, semua orang mempunyai ukurannya masing-masing secara subjektif untuk memilikinya dan menyampaikannya. Keren dapat dilihat dari tampilan, kapasitas, keahlian, sikap, perilaku dan cara kita memperlakukan orang lain. Hal tersebut terkait dengan pendapat Gemilang (2020) bahwa keren itu ialah menghargai orang lain tanpa mengabaikan diri sendiri
“Aku ingin keren” tidak akan pernah berhenti selama manusia saling berinteraksi dan berkomunikasi, kebutuhan akan keren senantiasa ada karena merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kebutuhan manusia, meminjam istilah Abraham maslow, salah satunya kebutuhan untuk self esteem adanya pengakuan dari pihak lain, merupakan kebanggaan tersendiri dalam self esteem, dimana hal ini akan berwujud pada keinginan untuk mendapat validasi keren.
Hal-hal positif dalam keren tentunya realitas hidup yang diinginkan oleh semua manusia, walaupun sedikit terkadang ada unsur pretensinya. Dalam konteks positif kebutuhan “Aku ingin keren” apabila disertai dengan bukti-bukti nilai kerennya yang dapat terlihat oleh siapapun tentunya merupakan dorongan positif bagi pihak lain sebagai latar belakang untuk berkiprah dalam kehidupan sosial secara positif. Dan dapat menjadi penyemangat dalam hidup yang mampu menularkan nilai-nilai positif pada orang-orang sekitarnya maupun pihak lainnya.
“Aku ingin keren” akan terkait dengan konsep hidup tentang keinginan seseorang untuk diterima dan diakui sebagai mahluk sosial, biasanya juga terkait dengan citra diri dan kepercayaan diri seseorang, ketika merasa menarik atau memiliki kualitas yang dihargai. Selain itu yang tidak kalah penting adalah sebagai wujud ungkapan diri dalam suatu lingkungan untuk menyampaikan siapa diri mereka kepada dunia. Mempunyai keberdayaan, karena memiliki atribut yang dianggap keren dan memiliki kontrol atas bagaimana orang lain mempersepsikan seseorang.
Keren berlebihan
Untuk menjadi keren adalah hak setiap orang semua boleh menampilkan keren bahkan menyematkan keren pada pihak-pihak lainnya yang memang dianggap keren, bisa dengan menggunakan ukuran yang sama yang disepakati atau dengan ukuran versi masing-masing. Menjadi keren sepertinya sebuah keharusan dan tuntutan bagi seseorang yang terlanjur di cap sebagai orang keren. Bagi yang belum keren mungkin perlu belajar dan persiapan untuk menjadi keren.
Pertanyaannya adalah, “Aku ingin keren” untuk siapa? Teman, sahabat, pimpinan atau saudara sekalipun. Jangan sampai istilah keren yang kadung dimiliki oleh seseorang menjadi hal-hal yang negatif. Artinya menjadi sebuah kepalsuan yang dibangun hanya untuk sekedar mempertahankan status keren yang multitafsir bagi orang lain atau status keren yang disematkan sebenarnya hanyalah berupa realitas-realitas semu tanpa makna. Sehingga menjadi tekanan bagi seseorang untuk tetap mempertahankan kekerenannya walaupun harus dengan cara-cara yang tidak rasional. Misal tampilan seseorang mengenakan pakaian, sepatu atau barang-barang terlihat mahal diatas uang hasil pinjam sana-sini, ada juga seseorang yang sudah berambut ubanan putih dicat putih setiap dua bulan sekali karena ingin dilihat muda dan keren.
Seolah-olah dunia yang dibangun merupakan pujian-pujian dari orang lain yang dijadikan validasi oleh seseorang menjadi modal kebanggaan yang membuatnya bahagia, namun tidak disadari bahwa dunia hidup keren yang dijalani, tidak pernah menjelaskan kekerenannya secara faktual justru sebaliknya memaknai tidak keren.