Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemerdekaan Itu Milik Siapa?

18 Agustus 2025   19:46 Diperbarui: 18 Agustus 2025   19:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEMERDEKAAN ITU MILIK SIAPA?

Oleh: Agus Sjafari*

Tidak terasa Indonesia sudah menikmati kemerdekaannya yang ke -- 80 pada tahun 2025 ini. Banyak lika liku yang sudah dialami bangs aini selama kurun waktu 80 tahun ini. Dimulai dari terbebasnya Indonesia dari belenggu penjajahan negara asing kurang lebih 350 tahun. Setidaknya terdapat tiga fase besar bangsa Indonesia di dalam mengarungi 80 tahun kemerdekaan. Pembagian tiga fase besar ini seiring dengan perubahan rezim yang panjang yang menunjukkan perbedaan karakteristik rezim di dalam mengelola bangsa ini. Fase pertama dan kedua ditandai oleh karakteristik kepemimpinan dan rezim yang berkuasa dengan figur ketokohan pemimpin masing -- masing pada fase pertama dan kedua. Fase pertama dengan Soekarno sebagai pemimpin rezimnya, dan pada fase kedua dengan figur Soeharto sebagai pemimpin rezimnya. Sedangkan pada fase ketiga ditandai dengan perubahan tata kelola pemerintahan yang sangat mendasar dengan silih bergantinya pimpinan rezim penguasa yang kurang lebih telah terjadi enam kali pergantian kepemimpinan rezim setelah era orde lama dan orde baru.

Fase pertama dikenal dengan fase National Building yaitu membangun semangat nasionalisme dan persatuan bangsa. Pada fase ini penekanan utamanya ada pembangunan fondasi nasionalisme kebangsaan setelah masa penjajahan Belanda dan Jepang yang sangat memakan korban jiwa raga, harta benda, serta pengorbanan kehormatan sebagai bangsa yang merdeka. Pada fase ini juga, di internal negara masih sangat rawan terhadap disintegrasi bangsa dengan ego sektoral kebangsaan lokal dengan rasa nasionalisme yang sangat sempit. Kita sangatlah bersyukur para founding father kita bisa menyatukan nasionalisme yang sempit itu kepada sebuah nasionalisme kebangsaan yang kuat dengan membawa Pancasila sebagai fondasi dasarnya, UUD 1945 sebagai konsitusi utamanya, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai velue pemersatu yang menguatkan kita sebagai bangsa yang besar.

Pembangunan nasionalisme kebangsaan yang menjadi orientasi utama para rezim penguasa pada waktu itu membawa konsekuensi yang sangat berat, dimana kemakmuran ekonomi rakyat kurang menjadi perhatian dan agak terbengkalai. Kondisi masyarakat yang masih dibelenggu dengan rendahnya pendidikan dan tingginya kemiskinan belum mampu mengangkat harkat martabat kehidupan ekonomi rakyatnya. Krisis ekonomi dan politik di pertengahan tahun 60an berujung kepada "pemakzulan" Presiden Soekarno yang akhirnya memilih Soeharto menjadi pemimpin rezim berikutnya.

Pada fase kedua adalah fase development oriented, tepatnya orientasi pada pembangunan ekonomi. Pada fase ini ditandai dengan adanya peralihan kepemimpinan dari rezim Soekarno dengan orde lamanya kepada Soeharto dengan rezim orde barunya. Terdapat perubahan orientasi yang sangat mendasar pada masa fase kedua ini, dimana pembangunan negara diarahkan kepada pembangunan ekonomi dengan menekankan kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas politik yang kuat, serta program keadilan sosial. Pada fase kedua ini, dua orientasi pertama dikategorikan cukup berhasil, dimana Indonesia sempat dikategorikan sebagai "macan asia" serta sempat juga menikmati swasembada pangan dengan program bidang pertaniannya yang dianggap berhasil. Namun pada orientasi yang ketiga yaitu keadilan sosial menyisakan pekerjaan rumah yang sangat besar dengan maraknya perilaku KKN di lingkungan pemerintahan khususnya eksekutif serta kesenjangan ekonomi yang masih menganga. Pada akhirnya rezim orde baru juga tumbang ditandai dengan gerakan reformasi Tahun 98 yang berhasil melengserkan rezim Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Krisis ekonomi nasional dengan mengguritanya praktek KKN di lingkungan eksekutif pemerintah menekan Presiden Soeharto untuk meletakkan jabatannya dan dilanjutkan oleh BJ Habibie sebagai presiden di masa transisi sekitar kurang lebih dua tahun.

Fase ketiga adalah fase pembangunan demokrasi. Fase ketiga ini merupakan fase "antitesis" dari fase yang kedua, dengan asumsi dasarnya adalah bahwa pembangunan ekonomi dirasa sudah cukup yang dilakukan pada fase kedua sedangkan demokrasi dirasa dicederai dikarenakan pada fase kedua lebih menekankan stabilitas politik dengan model pendekatan otoritarianisme ala rezim Soeharto yang sama sekali membungkam kebebasan berbeda pendapat, kebebasan berekspresi. Tesis yang dibangun pada fase ketiga ini adalah bahwa dengan membangun demokrasi kehidupan bernegara akan lebih baik dimana akan terjadi check and balance kekuasaan yang berimbang antara diantara tiga pilar kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Singkatnya pada fase membangun demokrasi ini terdapat enam kali pergantian kepemimpinan nasional, ada presiden yang hanya mampu menjalankan kurang lebih 2 tahun, dan beberapa presiden lainnya mampu menjalankan masa kepemimpinannya sampai dua kali periode yaitu Presiden SBY dan Jokowi. Fase pembangunan demokrasi di era yang kita namakan sebagai era reformasi, ternyata sampai saat ini negara kita belum mencapai cita -- cita sejatinya yaitu kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang tidak semakin membaik. Di sisi lain kondisi politik dan hukum masih tetap saja "jalan di tempat" dimana korupsi di era orde baru  hanya terpusat pada eksekutif, tetapi pada fase ketiga ini korupsi justru semakin menggurita dan menyebar ke semua pilar kekuasaan legislatif dan yudikatif, bahkan menyeruak ke semua sendi -- sendi kehidupan masyarakat. Sepuluh sampai dengan lima belas tahun awal perjalanan era reformasi relatif berjalan dengan baik, harapan masyarakat tumbuh dan tersemai sangat tinggi agar Indonesia menjadi negara yang maju, berdikari, dan dihormati oleh negara -- negara lain.

Dalam perjalannya khususnya pada lima tahun terakhir era kepemimpinan Jokowi periode kedua ternyata telah mencederai  demokrasi dan hukum serta menyisakan beban hutang yang begitu besar. Para pejuang reformasi yang dengan susah payah membangun pilar demokrasi dan hukum ternyata runtuh dengan sekejap melalui penerapan demokrasi yang palsu serta politisasi hukum untuk kepentingan rezim penguasa. Demokrasi dan hukum kembali ke titik nadir dan membutuhkan waktu yang lama lagi untuk membangun kembali peradaban demokrasi dan budaya hukum yang sehat dan kuat.

Apakah Kita Sudah Merdeka?

Secara substansial bahwa kemerdekaan itu tidak saja ditandai dengan terbebasnya negara dari penjajahan dari negara lain, justru musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan adalah dari internal bangsa kita sendiri. Musuh kemerdekaan itu antara lain rezim yang otoriter, kebodohan dan kemiskinan, budaya korup pemimpin yang juga diikuti oleh sikap masyarakat yang permissive terhadap perilaku korupsi, masyarakat yang malas dan tidak disiplin serta aspek -- aspek lainnya yang menggerogoti kemerdekaan kita ini. Kesemua itu diibaratkan sebagai "musuh dalam selimut" yang sangat sulit serta membutuhkan waktu yang lama untuk mengalahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun