Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Makna Keindonesiaan dari Rama Kanjeng

28 September 2020   01:47 Diperbarui: 28 September 2020   02:23 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : merdeka.com

Bagi Anda yang sudah menonton film Soegija, tentu masih ingat dengan Banteng -- salah seorang pemuda nasionalis yang tampil lugu dan apa adanya. Di awal film, Banteng muncul bersama beberapa orang warga pribumi yang tengah mengalami pemeriksaan kartu identitas di kota Semarang oleh tentara Belanda. 

Tiba-tiba muncul komandan tentara Belanda bernama Robert (Wouter Sweers) yang kala itu membonceng fotografer Belanda Hendrick van Maurick (Wouter Braaf) yang bermaksud menghadiri upacara pentahbisan Mgr. Soegija sebagai Vikaris Apostolik Semarang. 

Robert berhenti di lokasi tersebut, lalu menanyakan kepemilikan secarik kertas yang fungsinya mirip KTP kepada orang-orang pribumi yang telah berada dalam posisi jongkoknya masing-masing. 

Pemuda bernama Banteng menyerahkan dokumen dimaksud yang bertuliskan namanya; namun ketika komandan pasukan Belanda meminta ia membacakan namanya sendiri, ternyata Banteng tidak menjawab apa-apa karena tak bisa baca tulis. Kisah Banteng ternyata berlanjut pada bagian lainnya dalam film Soegija.

Semangat Banteng untuk belajar membaca ternyata terus berlanjut, namun teramat sayang karena ia tampak seolah-olah sudah puas ketika baru mampu mengeja kata "merdeka." 

Meski begitu, Banteng ternyata punya semangat dan jiwa nasionalisme yang luar biasa untuk mengangkat senjata demi merebut sekaligus mempertahankan kemerdekaan Indonesia bersama rekan-rekannya sesama pasukan tentara republik. 

Pemuda Banteng sepertinya ingin mewakili sebagian dari masyarakat kita yang selalu merasa "cukup puas" dengan apa yang telah atau mampu diraih saat ini, tanpa mau berpusing ria untuk meraih sesuatu yang lebih dan lebih lagi.

Adegan lainnya yang kental akan nuansa keindonesiaannya adalah ketika menjelang film berakhir, Mgr. Soegija berdialog dengan pemuda Lantip. Kala itu Rama Kanjeng tengah membahas tentang nilai-nilai kebangsaan dan politik.

"Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri sendiri." ucap Rama Kanjeng bijak. Mgr. Soegija melanjutkan, "Kalau mau jadi politikus, harus punya mental politik, jika tidak punya maka politikus hanya jadi benalu negara," seraya berdiri sembari menyerahkan bendera merah putih berukuran kecil yang semula digenggamnya kepada Lantip.

Kisah-kisah Penting yang Terjadi Sekitar tahun 1940 -- 1950 dan Sesudahnya

Pada tahun 2011 lalu, tepatnya pada tanggal 3 Januari, hierarki Gereja Katolik Indonesia merayakan pesta emasnya (50 tahun-red). Peristiwa bersejarah tersebut tidak cukup hanya untuk dikenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun