Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Panggilan Cinta

9 Juli 2013   12:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:48 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hayya atau nama facebooknya adalah: 'Bendot Van Kopen' adalah sahabat saya yang mempunyai tulisan yang luar biasa! Saya menaruhnya kembali tulisannya disini agar lebih banyak orang dapat menikmati karya-karya tulisnya yang luar biasa ini!

Silahkan menikmati tulisannya yang sarat akan makna hidup ini:

----------------------------------------------------------------------------------

PANGGILAN CINTA

Hawa yang semilir di ruang pendopo itu memang terasa sejuk dan menentramkan. Sehingga sebeberapa lama pun orang akan tetap nyaman bertahan berada diruangan itu. Seperti hal nya jelang sore itu, beberapa tamu tengah berbincang bincang dengan sang pemilik rumah. Dan aku termasuk diantara dua belas tamu yang berkunjung saat itu. Keberadaan ku disana bersama kedua belas orang disana tidak lah satu kepentingan dan beda alasan. Keberadaan mereka atas undangan sang tuan rumah. Sementara aku disana dalam rangka berkunjung dan sebagai utusan simbah untuk menyampaikan sesuatu pada salah satu anggota keluarga.


Bapak bapak sekalian hari ini atas nama keluarga dan atas nama anak saya Sekar..saya sampaikan beribu terima kasih atas semua niatan baik dan upaya yang telah bapak bapak lakukan untuk kesembuhan anak kami…dan sesuai dengan apa yang bapak bapak sampaikan bahwa anak saya kondisi nya secara fisik atas upaya pengobatan bapak bapak sekalian..sudah semakin membaik…sangat terima kasih atas ketekunan dan waktu yang bapak sediakan untuk perawatan anak saya….” Begitu kalimat yang disampaikan sang pemilik rumah yang aku dengar…


Aku tak sepenuh nya mendengarkan apa yang disampaikan sang pemilik rumah karena saat itu sebenarnya pikiran ku sedang fokus untuk melakukan penyelarasan energy kepada salah satu anggota keluarga itu…dan aku lakukan itu secara diam diam..tanpa sepengetahuan sang pemilik rumah.
Begitulah memang yang aku lakukan selama ini., pengobatan diam diam. Sebuah upaya pengobatan dan penyembuhan yang aku lakukan diam diam.. dalam diam.
Tanpa sepengetahuan dari keluarga besar itu yang anak nya sedang tergolek ,bahkan kadang juga tanpa sepengetahuan dari si penderita itu sendiri. Ini sesuai dengan rerasan dan juga pesan amanah yang disampaikan simbah beberapa tahun silam.

Le…apa yang kamu pelajari selama ini sudah waktunya kamu amalkan di kehidupan nyata, kamu boleh memilih jalan mu sendiri… dengan pengetahuan aneka pengobatan yang kamu pelajari selama ini kamu bisa saja menyatakan diri sebagai Sang Penghusada… dan membuka warung untuk melayani orang orang yang memerlukan bantuan pengobatan yang mengharapkan kesembuhan..dan itu menjadi sumber kehidupan mu….NAMUN…boleh juga kamu memutuskan untuk menjadi manusia mulia yang menggunakan pengetahuan pengobatan mu untuk berbhakti pada semesta dan berbagi pada sesama, dengan cara melakukan apa yang menurut mu tepat atas pengetahuan pengobatan mu tanpa menunjukan apa yang kamu perbuat secara terang terangan…dan itu lah sebaik baik nya..LELAKU..”

Dan saat itu aku entah kenapa condong untuk memilih jalan yang kedua. Melakukan aktifitas pengobatan dan penyembuhan sebagai bagian dari lelaku. Itu lah yang kulakukan kini pada wanita ayu yg tengah tergolek itu. Upaya penyembuhan diam diam sebagai wujud rasa kasih_ku. Sepi ing pamrih.. sebagai bagian.. dari lelaku sang lelaki. dengan jalan diam.. sebagai lelakuKu.
“….. dan untuk kamu Raka….saya pun sangat berterima kasih atas waktu mu membawakan jejamuan yang di racik oleh Simbah mu itu….sampaikan salam hormat dan rasa terima kasih kami kepada beliau..yang mengutus mu menghantarkan jejamuan..sampaikan kepada beliau jika saat nya tepat saya akan berkunjung dan bersilahturahmi dengan beliau…DAN…saya rasa hari ini CUKUP bagi mu untuk pengabdian mu pada Simbah menghantarkan semua jejamuan ini…Kami skeluarga sepakat untuk memberi waktu istirahat bagi Sekar dalam masa pemulihan nya ini…agar saat Sekar harus dipersandingkan dengan calon suami nya nanti benar benar tampil prima…Kami menyadari kehadiran dan keberadaan mu menemani Sekar menjadikan nya terhibur dan bahagia..bahkan melupakan rasa sakit nya...namun kurasa itu cukup sampai disini saja Raka…kami tak menginginkan ada hal lain terjadi pada anak ku..Sekar…sebagai lelaki yang lama didik simbah tentu kamu paham itu khan..Raka… ??”


Oh… tebasan pedang di leherpun tak akan mengagetkan ku seperti ini. Sambaran petir pun tak sedahsyat gelegar kalimat yang kudengar sore ini.
Kalimat halus yg disampaikan sang pemilik rumah pada_ku..pada lelaki yang di panggil nama nya Raka. Yaa… hari itu secara halus aku tak lagi boleh menemui putri nya yang tergolek itu. Hari itu aku tak lagi boleh bertemu dan menyapa putri kinasih nya itu. Aku tak lagi boleh jumpa dan menyapa Sekar. Wanita ayu lembut berwajah teduh. Kekasih hati_ku. Sang putri kinasih. Pengisi mimpi menjelang
pagi_ku ….

“…baik lah Romo…jika demikian kehendak romo..mohon ijin saya undur diri dari pasowanan ini..akan saya sampaikan salam dari Romo pada simbah..ada pun tentang bawaan ini yang berupa udang simbah berpesan agar segera di rebus dan diolah dengan sapta tirta dari tujuh sumber…sebelum cahaya senja sepenuh nya sirna…demikian pesan simbah..romo..”


“Baik lah..Raka terima kasih atas upaya ini..segera kami laksanakan amanat Simbah _mu itu..sekali lagi terima kasih atas rasa welas asih nya pada anak_ku Sekar…Kami tentu tak akan hendak melupakan semua upaya dan kepedulian nya….”


“Sebelum saya undur diri mohon ijin boleh kah kiranya..saya sejenak untuk menyapa Adi mas Sekar ..Romo.. ada sesuatu yang harus saya tunaikan…”

“Tidak Raka… kali ini Romo tak mengijinkanmu… Sekar benar benar butuh istirahat… maaf Raka..”

“baik lah.. saya pamit kembali kerumah Simbah jika memang demikian kehendak Romo…”
“Silah kan Raka… ada baik nya sebelum gelap menyergap mu..segera lah kembali… doa restu ku smoga segera simbah temukan wanita pilihan yang tepat untuk mendampingimu.. Raka…!!”
……

Selepas ashar mustinya langit masih terlihat terang dan pucuk dedaunan masih terlihat warna hijau nya. Namun tidak demikian hal nya dengan Raka. Ia merasakan sore itu langit lebih terlihat gelap dari biasanya.Ia bahkan kesulitan membedakan mana arah barat mana arah utara, meski sang bagaskara menggantung di langit barat. Sesungguhnyalah Ia lupa akan jalan pulang.
Pukulan keras yang melukai kedalaman bathin nya membuat nya linglung. Untuk sementara Ia kehilangan daya nalar, kehilangan daya ingat, bahkan ia kehilangan daya bathin nya. Daya bathin yang menjadikan nya bukan lelaki biasa. Ia lelaki linuwih, lelaki yang terbiasa olah bathin. Namun tetap saja luka oleh ulah polah daya asmara. Yaa.. lelaki itu terluka kelelakian nya demi mendengar apa yang disampaikan sang pemilik rumah yang di panggil nya dengan sebutan hormat Romo itu. Romo yang merupakan orang tua wanita ayu bewajah teduh yang di gandrungi nya itu,baru saja memintanya untuk meninggalkan rumah dimana kekasih nya itu tinggal.
Bahkan sekedar menyapa pun tak di ijinkan nya. Hal yang membuatnya semakin nggregel hati nya adalah karena Ia tak diberi kesempatan untuk menyelesaikan apa yang seharusnya tinggal selangkah lagi untuk membebaskan kekasih nya itu dari sakit nya.Satu tindakan lagi untuk menyempurnakan kesembuhan bagi kekasih nya itu. Satu tindakan kecil namun membebaskan kekasihnya dari kemacetan daya hurip dari aliran energy yang selama ini macet.. terhambat.. dan menjadikan tubuh nya lemah tak teraliri tenaga.. Dan itu harus dilakukan secara langsung, tidak dengan cara yang biasa Ia lakukan yaitu dengan mengalirkan getaran energy dari jarak jauh. Ia harus menekan dan membuka titik titik energy tubuh nya yg macet.


Titik titik energy yang terlihat jelas saat Ia manembah dan menghening di sanggar pamujan sore hari sebelum nya. Sebuah pencerahan yang Ia peroleh saat lelaku pasrah. Namun Ia tak berkesempatan melakukan nya…. Seperti yang biasa Ia akukan secara diam diam pada kekasih nya itu, pun juga pada kebanyakan orang yang di bantu nya. Ini yang mendorong munculnya gegetun, rasa sesal karena Ia tak tuntas menolong kekasih nya.

Namun apa daya sebagai lelaki Ia memahami gaya bahasa lelaki, dan Ia pun menaruh rasa hormat atas semua perilaku kehidupan,baginya apa yang diputuskan Romo itu tak sepenuhnya atas kemauan diri nya, Ia memaknai apa pun yang terjadi juga apa yg dilakukan kanjeng romo adalah skenerario semesta kehidupan yang mesti terpentaskan. Maka Ia perankan apa yang mesti dilakukan dengan sebaik baik nya. Meski dengan rasa luka di kedalaman diri nya. Dan Ia pun menyadari rasa luka itu pun harus Ia terima dan hayati sepenuh nya untuk menyempurnakan gelaran sandiwara kehidupan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun