Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wacana Perpanjangan Jabatan Jokowi hingga 2027, Begini Cara Bacanya

3 September 2021   10:49 Diperbarui: 3 September 2021   10:49 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengambilan sumpah jabatan Presiden Jokowi periode 2019-2024 (Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay).

Wacana Jokowi tiga periode muncul bertubi-tubi. Setelah hal itu mendapat penolakan kini naik isu perpanjangan masa jabatan. Harusnya selesai 2024, tetapi karena pandemi diusulkan berakhir 2027.

Terkait usulan tersebut Hendri Satrio menyentil JoMan, proses demokrasi harus berjalan normal meski ada pandemi. JoMan sebagai salah satu penikmat masa berkuasanya Jokowi tak pantas mengatakan kekuasaan Jokowi perlu ditambah. Begitu kata pendiri Kedai Kopi tersebut.

Hendri Satrio, (detik.com, 03/09/2021):

"Ya kalau Joman berpendapat bahwa Pak Jokowi perlu diperpanjang 3 tahun ya saya sih ketawa aja. Karena dia kan salah satu penikmat berkuasanya Pak Jokowi. Jadi artinya dia menikmati jabatan dia seperti sekarang. Tapi harusnya memang sebagai intelektual yang saya percaya punya integritas, Eben itu, dia sebaiknya juga memikirkan hal-hal lain selain alasan-alasan yang dia utarakan."

Lantas apakah relawan Jokowi sebegitu keras kepala tak mendengar aspirasi publik dan bahkan pernyataan Jokowi sendiri?

Dugaan adanya kelompok kepentingan yang ingin memanfaatkan isu dan atau perpanjangan jabatan itu sendiri sangat terbuka. Bagaimanapun dalam kubu petahana terdapat banyak komponen kepentingan.

Namun berkaca dari perjalanan pemerintahan yang terus diganggu maka sedikit kreativitas politik kadang diperlukan.

Sejak periode pertama Jokowi diganggu oleh desakan mundur atau impeachment. Alasannya tak pernah jelas. Kadang karena terlalu lembek, kadang karena dianggap diktator.

Bentuk gangguan tak hanya dalam bentuk tagar di medsos atau pernyataan opositif, tetapi juga dalam bentuk demo berjilid-jilid.

Pada masa pandemi gangguan tak berkurang. Dianggap tak bagus mengelola wabah Jokowi dituntut berhenti di tengah jalan. Menterinya korupsi juga menjadi persoalan meski sudah diadili secara terbuka.

Pola itu sudah terbaca. Ketika pandemi mengalami pelonggaran tak lama kemudian atraksi politik lalu digelar. Selain di ruang maya, aksi turun ke jalan juga lebih memungkinkan.

Saat ini kondisi sudah sedikit melonggar. PPKM turun derajat dari 4 terus 3 terus 2. Aktivitas ekonomi semakin membaik.

Dengan adanya perbaikan tersebut pola serupa yang terjadi pada waktu lalu --gangguan dan kegaduhan-- setiap saat dapat berkembang.

Daripada repot meladeni akal-akalan dan kegaduhan yang menguras tenaga, lontaran wacana pengimbang dapat menyangga beban akibat tekanan politik oposisi.

Bukan maksud perpanjangan jabatan yang menjadi tujuan, tetapi lebih pada manuver preemptive mendahului serangan lawan.

Sasaran utamanya adalah kelompok netral --akademisi, non-politis-- agar menyuarakan penolakan. Aspirasi untuk menolak perpanjangan jabatan presiden dan tuntutan mematuhi konstitusi berarti mengamankan masa jabatan normal presiden itu sendiri.

Pengamanan masa jabatan normal saat ini penting terutama karena masa kritis pandemi belum lewat. Juga proses pemulihan ekonomi yang mungkin perlu waktu bertahun-tahun.

Sangat disayangkan jika energi untuk fokus terhadap masalah utama harus teralihkan gara-gara kegaduhan yang tak perlu.

Selain penanganan pandemi, pemerintah juga sedang mengejar aset-aset negara yang puluhan tahun dikuasai segelintir elit politik dan ekonomi di masa lalu. Jumlahnya ratusan triliun, yang sudah diketahui.

Salah satu kabar baik yang masih hangat yaitu upaya Kemenkeu dan Satgas BLBI mendapatkan aset Rp 110 triliun dari obligor dana BLBI. Jumlah yang tidak sedikit.

Baca: Kemenkeu kejar aset Rp 110 T dari obligor BLBI

Selain BLBI, kasus-kasus lainnya masih dalam proses seperti Jiwasraya, Asabri, dan lain-lain. Tanpa stabilitas politik yang kuat, kasus-kasus itu bisa menguap lagi dan terlupakan.

Mewaspadai kelompok kepentingan yang ingin Jokowi terus berkuasa itu perlu. Namun mengawasi kepentingan para koruptor dan perampok aset negara juga tak kalah penting.

Waspadalah, waspadalah!. #BangNapi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun