Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah KLB Demokrat, Mampukah Narasi "Kudeta Capres" PDIP Bertahan Lama?

27 Mei 2021   10:46 Diperbarui: 27 Mei 2021   10:52 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo dan Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul di Semarang, 2015 (Foto: Suara Pembaruan/ Willy Masaharu).

Ketika Demokrat bermain isu kudeta partai dan KLB, perhatian media dan netizen lumayan besar. Berhari-hari hingga hitungan bulan tema tersebut tayang media. Terakhir saat lebaran tiba. Sempat dorong-dorongan antar kubu siapa yang harus minta maaf sama Jokowi, tetapi tak banyak ditanggapi.

Moeldoko sebagai tokoh "antagonis" sekaligus Ketum Demokrat versi  Kongres Luar Biasa sudah tidak kelihatan sosoknya sebagai ketua partai. Harusnya Moeldoko berani klaim bahwa prestasi Demokrat menduduki  urutan 3 elektabilitas partai menurut  survei ARSC (Akar Rumput Strategic Consulting) adalah hasil kerjanya.

Jika dihitung menurut berita yang muncul di media awal Februari lalu, isu kudeta partai, begal partai, atau KLB, yang diangkat Demokrat itu durasinya sekitar 3-4 bulan. Dari mulai warming up, klimaks, dan antiklimaks. Yang pas habis lebaran itu.

Belum tahu apakah AHY punya rencana plot baru ataukah justru dari pihak Moeldoko. Saat ini kedua pihak tampaknya sedang sama-sama rehat sejenak.

Berbeda dengan kasus Demokrat, isu kudeta capres ala PDIP tampaknya lebih cepat meredup. Isu yang dimulai dengan pengucilan Ganjar Pranowo dalam acara Puan ini sekilas melesat bak meteor tetapi sekarang menurun. Baik di kanal berita maupun trending medsos, antusiasme warga belum tinggi, atau menunggu sentuhan plot baru.

Tampaknya ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa narasi yang dibangun PDIP --entah beneran atau cuma dagelan-- itu mati angin. Ada dari faktor eksternal, ada dari internal.

Faktor eksternal tentu saja akibat ulah Demokrat yang pentas duluan. Akibatnya publik menjadi resisten terhadap isu semacam itu dan berhati-hati sambil menunggu apakah perlu ditanggapi ataukah tidak.

Faktor internal menyangkut timing, plot, dan pembagian peran.

Dalam menentukan pemeran narasi, Demokrat terlihat cukup jeli memilih figur yang diajak main. Membawa KSP Moeldoko sebagai "orang istana" menjadi pintu masuk untuk menekan Jokowi yang seolah-olah ada di balik layar. Mencolek Jokowi sama saja dengan main api. Fans beratnya siap turun gelanggang tanpa komando dan akhirnya dibikin rame.

Setelah umpan masuk pengembangan berikutnya lebih mudah. Sebagai contoh, meskipun terlihat begitu telanjang kejanggalan prosesi KLB Demokrat di Deli Serdang, tetapi toh beritanya luar biasa. Antara media dan medsos bersahut-sahutan saling menimpali.

Dari ranah akademis sejumlah intelektual  juga  turut bersuara yang semakin meyakinkan publik. Baru kemudian setelah masalah legalitas dibawa ke meja hijau situasi akhirnya reda dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun