Mohon tunggu...
dr Agung Budisatria MM
dr Agung Budisatria MM Mohon Tunggu... Dokter - Melayani dan membagikan untuk perubahan dan kemajuan bangsa

Melayani dan membagikan untuk perubahan dan kemajuan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kemenangan Samurai Biru, Menampar Wajah PSSI

21 Juni 2018   12:43 Diperbarui: 3 Juli 2018   13:09 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhelatan World Cup 2018, di group H yang mempertemukan Jepang melawan Kolumbia menjadi menarik untuk kita simak, karena Jepang sebagai salah satu wakil Asia melawan kekuatan dari Amerika Selatan. Fakta pertemuan kedua tim berbicara bahwa Jepang pernah menderita kekalahan 4-1 melawan Kolombia pada World Cup 2014. Disamping itu, tim samurai biru Jepang ini juga belum pernah memetik kemenangan melawan tim yang berasal dari benua Amerika Selatan. Sedangkan Kolumbia pernah menorehkan prestasi yang lebih mentereng, dalam catatan diajang Piala Dunia dan tidak pernah menderita kekalahan melawan Jepang.

Tapi seperti yang kita sudah saksikan bahwa Jepang berhasil mengalahkan Kolumbia 2-1 melalui permainan yang rapi, umpan datar pendek satu dua, menusuk ke pertahanan lawan dan diakhiri oleh tembakan penyerang mereka. Gol pertama Jepang memang dicetak oleh shinji Kagawa melalui titik putih, setelah carlos Sancez dianggap memegang bola dengan sengaja. Gol kemenangan Jepang dilesakkan oleh sundulan Osaka setelah menerima umpan lewat sepak pojok dari Honda. Dari statistik permainan, ball posession yang menunjukkan penguasaan bolapun, Jepang lebih unggul dari kolumbia, dimana pada babak pertama Jepang menguasai 52% dibanding kolumbia 48%. Secara keseluruhan, permainan Jepang mengagumkan, sebagai salah satu wakil Asia yang tidak pernah absen keikutsertaannya di World Cup sejak 1998.

Dan kemenangan tim samurai biru ini, semakin menegaskan mimpi 100 tahun Jepang, untuk bisa menjuarai piala dunia, tepatnya pada tahun 2092! Luar biasa memang, mimpi negara yang baru meluncurkan J-League nya pada tahun 1993, yang kala itu baru diikuti 10 tim. Negara yang sebelum memulai kompetisi profesionalnya sempat melirik dan belajar dari kompetisi kita yang saat itu bernama kompetisi Liga Utama (Galatama).  Tapi apa sebenarnya yang membuat sepakbola Jepang ini seperti lari cepat 100 meter, dan kita sendiri bertahun -tahun masih aja menapakkan kaki kita di garis start?  Dan mengapa mimpi Jepang menjuarai World Cup begitu lama, sampai 100 tahun, padahal dengan prestasi yang stabil dan makin seimbang dengan negara Eropa maupun amerika latin, seharusnya bisa lebih cepat,  mungkin bisa 10 atau 20 tahun?

japan-goal-afp-625x300-1529416793212-5b2b2a8b16835f176762ef25.jpg
japan-goal-afp-625x300-1529416793212-5b2b2a8b16835f176762ef25.jpg
Karena Jepang adalah negara yang menjaga kualitas segala produknya dan menyadari kelemahannya sendiri.   Bagaimana produk- produk mobil buatan Jepang terkenal dengan kualitasnya, walaupun masih kalah dengan produk Eropa, tetapi mereka terus berusaha meningkatkan kualitas dan terus menyempurnakan diri.   Sepakbolapun juga demikian, mereka begitu bersungguh- sungguh, dan memiliki mimpi yang panjang tapi juga disertai dengan target yang terukur dan pengurus sepakbolanya dikelilingi oleh orang- orang profesional yang tulus untuk memajukan sepakbola Jepang.   J League sendiri yang awalnya hanya diikuti oleh 10 peserta, saat ini sudah berkembang pesat menjadi 18 tim, dan sudah memiliki 7 tingkat dalam piramida kompetisinya.  Demikian juga dengan lapangan bola, mereka menerapkan standar dengan rumput berkualitas yang di bangun di seluruh pelosok Jepang, dan sekolah -sekolah juga di haruskan memiliki lapangan bola dengan standar internasional.   Hal seperti inilah yang ikut melahirkan pemain- pemain Jepang yang merumput di Eropa, seperti Kagawa, Nagatomi dan banyak lainnya.  Semuanya itu tidak bisa instan dan merekapun masih menunggu 100 tahun lagi untuk bisa menjuarai World Cup.

Bagaimana dengan Indonesia sendiri ?  Kesalahan yang dibuat bertahun- tahun dan tidak pernah di perbaiki oleh pengurus PSSI adalah bagaimana mereka mau mereformasi tubuhnya sendiri dan niat tulus memajukan sepakbola nasional.  Sampai saat ini tidak pernah ada perubahan, kongres PSSI ganti pengurus, tetap saja diisi oleh orang- orang partai politik, pejabat,  yang tentunya memiliki kepentingan lain dan tidak akan fokus pada perubahan kemajuan sepakbola Indonesia.  Sehingga kesalahan- kesalahan akan  selalu saja di buat.  Penulis masih ingat saat di bangku pendidikan dasar, waktu itu baru terbit harian Bola, yang masih jadi satu dengan Kompas, sehingga bisa senantiasa mengikuti perkembangan sepak bola nasional.  Kesalahan pertama yang penulis bisa analisis adalah saat peleburan kompetisi Perserikatan dan kompetisi Galatama, yang terkesan sangat dipaksakan.  Coba kita bayangkan, yang satu amatir (Perserikatan) sebagai contah Persib, yang pada saat itu semua pemainnya amatir, artinya pemainnya ini  bekerja dalam profesi lain, misalnya mereka bekerja sebagai pegawai PLN, dan menyalurkan hoby nya dengan main bola.  Tetapi tim dengan pemain seperti ini dipaksa untuk menjadi Profesional dengan digabungkan dengan Galatama.  Sedangkan Liga Utama yang dulu pernah dilirik Jepang dalam mengembangkan J Leaguenya, memang masih SemiPro, tetapi para pemainnya memang kehidupannya dari bola, mereka di kontrak dan di bayar oleh klubnya, contoh Pelita jaya atau Arema.   Sebenarnya ini cikal bakal dari klub profesional kalau PSSI saat itu tetap mempertahankan Liga Utama ini sebagai kompetisi strata atas, bukan mengganti atau dilebur dengan Perserikatan.   Karena hal yang lebih aneh adalah perserikatan itu tinggalan dari kolonial Belanda, untuk orang orang yang hobby main bola, dan 1 perserikatan itu mempunyai banyak Klub, dimana mereka berkompetisi sendiri diantara klubnya.  Sebagai contoh Persebaya itu dulunya bukan klub, tapi gabungan dari beberapa klub, karena memiliki banyak klub seperti suryanaga, asyabab, sehingga nanti dipilih pemain dari klub-klub ini untuk mewakili Persebaya bertanding di Kompetisi Perserikatan.   Jadi Perserikatan itu sebenarnya tidak punya pemain, pemain adalah milik suryanaga bukan Persebaya.   Kompetisi perserikatan juga untuk memutar roda kompetisinya dengan  menggunakan dana APBD, yang notabene uang rakyat, karena perserikatan ini milik pemda, sedangkan kompetisi Galatama mandiri dalam hal pendanaan.  Alasan penggabungan waktu itu karena karena kompetisi Perserikatan lebih rame dari Galatama.  Hasilnya bisa ditebak saat digabung, banyak klub  Galatama yang gulung tikar karena melawan Perserikatan yang notabene banyak pendukungnya.  Bandingkan dengan Jepang yang tetap ada pemisahan tegas antara J League (profesional) dan JFL (Amatir).  Kesalahan kedua PSSI adalah tidak mau mereformasi dirinya, selalu saja tiap kongres PSSI, selalu saja terpilih orang yang bukan profesional,  seperti politikus, pejabat, birokrat, sehingga prestasi tidak akan bergerak sampai kapanpun.  Karena bekerjanya pasti tidak akan tulus, tidak fokus, tidak profesional.  Saat PSSI dibekukan beberapa tahun lalu, sempat ada harapan bahwa kepengurusan baru akan ada di tubuh PSSI, ternyata tetap saja dipenuhi dengan politikus, dan birokrat.   Kesalahan ketiga sejak bertahun tahun tidak pernah membangun sarana yang layak, baik lapangan bola, stadion sampai ke pelosok desa.  Kemudian kompetisi yang dikelola tidak profesional, sehingga masih saja melahirkan permasalahan klasik, tawuran, permainan kasar, bahkan skema permainan di Liga Indonesia gak berubah dari saya dulu kecil, mengandalkan lari cepat, umpan lambung asal kedepan, itu saja.  ada yang bilang liga kita Liga J (Liga jadul).  Jadi sekarang apa yang seharusnya dilakukan? 

Jika PSSI mau jujur  mengakui ketinggalan jauh dari Jepang  adalah kesalahannya, dan mau berubah maka ada hal yang perlu dilakukan.  Pertama harus mau mereformasi total pengurus PSSI pada kongres nanti.  Pengurus PSSI harus diisi oleh kaum profesional yang mengerti bola, mengerti pengembangan bisnis olahraga dan tidak boleh diisi oleh politikus, pejabat, dan birokrat.

 Yang kedua sarana harus dibenahi dan di perbanyak sampai pelosok penjuru, dan peserta Liga Indonesia harus memiliki stadion dengan standar GBK dan setiap kursi bernomor.  Jika tidak bisa menyediakan itu tidak bisa berkompetisi di kasta teratas.  Jangan melihat jumlahnya pesertanya saja, karena kualitas kompetisi kita di Asia Tenggara pun urutan terbawah.

 Hal yang penting lainya adalah skema permainnan harus standar dan kebijakan terkait regulasi pemain.   Timnas Indonesia harus memiliki ciri khas bermain dan itu sudah dilahirkan oleh coach Indra Sjafrie dengan tiki taka di Timnas U 19, harusnya itu menjadi pola baku di seluruh tim peserta kompetisi Liga Indonesia.  Karena terbukti kita bisa mengalahkan Korea saat timnas U19, tapi saat pemain ikut kompetisi Liga kita, dengan skema jadul, lari cepat, umpan lambung asal, melakukan pelanggaran yang gak perlu, sehingga saat senior timnas kita akan ditelan habis oleh negara lain.  Kalau kita lihat, bahwa skema permainan tim tim di Piala Dunia saat ini, semuanya memainkan umpan datar, tiki taka, sampai menusuk pertahanan dengan umpan terobosan, bahkan diarea sekitar kotak penalty, mereka menghindari umpan lambung, karena memang lebih mudah menendang bola ke gawang daripada menyundul bola.  Bahkan Inggris pun sudah meninggalkan gaya jadul kick and rush.   Bandingkan dengan permainan  timnas senior kita, pasti umpan dari sayap pasti umpan lambung ketengah,  padahal kelemahan kita bola bola atas karena postur yang pendek belum lagi memakai skema jadul asal lari cepat, umpan lambung langsung kedepan,takling kasar.

dua-supoerter-sejati-timnas-indonesia-islandia-5b2b3f3b5e13730cfd51c7a2.jpg
dua-supoerter-sejati-timnas-indonesia-islandia-5b2b3f3b5e13730cfd51c7a2.jpg

Kemudian Regulasi pemain di kompetisi LI harus dirubah, 50% tim harus diisi oleh pemain usia 19 tahun, dan dimainkan sejak menit awal, karena kita belum memiliki kompetisi usia muda yang bagus.  Kemudian melarang pemain asing berkiprah dikompetisi kita, sampai kita benar benar siap dengan prestasi timnas atau minimal kompetisi kita sudah terbaik di Asia tenggara, bolehlah melirik pemain asing.  karena imbas penggunaan pemain asing yang belum waktunya, kita kesulitan mencari pemain untuk posisi tertentu, seperti Luis milla yang kesulitan mencari Striker tajam untuk timnas U23, ya karena semua tim di Liga Indonesia  menggunakan jasa pemain Asing.  

Yang terakhir ambil dan pertahankan pelatih dengan visi pembinaan pemain muda dalam jangka lama, minimal 10 tahun seperti Indra Sjafrie timnas U 19 dan Luis Milla untuk timnas U23.  Lupakan dulu timnas senior karena " timnas tua"  kita itu sudah salah asuh karena berkubang di kompetisi yang salah.  Bandingkan saja permainan timnas senior dan timnas U 23 saat melawan tim peserta piala dunia Islandia, mana yang lebih baik.   Akhirnya  Biarlah timnas U 23 asuhan Luis Milla  dan timnas U 19 nantinya menggantikan timnas senior sehingga bisa mengharumkan nama Indonesia pada waktunya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun