Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 4 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 4 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung “Menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi merawat jiwa dan meninggalkan jejak makna.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Ulama Salaf Menjawab Kritik dengan Doa, Bukan Debat?

29 September 2025   07:01 Diperbarui: 29 September 2025   07:11 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menerima kritik dengan lapang dada adalah jalan ulama salaf dalam menjaga ukhuwah dan menguatkan dakwah.|Image: Muliawan

"Kritik yang diterima dengan tawadhu' akan berubah menjadi nasihat yang menumbuhkan keberkahan."

Dalam perjalanan dakwah, kritik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Bahkan para ulama salaf pun tidak pernah sepi dari kritik, baik dari murid, sejawat, politisi, maupun masyarakat luas dan netizen. Namun, yang membedakan mereka adalah bagaimana mereka menanggapi kritik itu dengan adab, kelembutan, dan kerendahhatian.

Sejauh ini, saya belum pernah melihat adab ulama salaf yang membantah secara frontal. Apalagi mematahkan argumen orang lain dengan nada tinggi. Sebaliknya, mereka tetap cool, calm and confident. Menenangkan, meredakan ego, menjaga ukhuwah, namun tetap meneguhkan prinsip syar'i dengan penuh wara'.

Tujuan artikel ini sederhana: meneladani adab salaf dalam mengkritik dan menjawab kritik. Sebab di sanalah letak kunci menjaga ukhuwah, meneguhkan wara', sekaligus meluruskan hal-hal yang bisa menyesatkan umat jika dibiarkan di ruang publik.

Kritik Adalah Cermin Perhatian

Para ulama terdahulu memandang kritik bukan sebagai serangan pribadi, melainkan sebagai bentuk perhatian. Kritik, seberat apa pun isinya, adalah tanda bahwa ada orang yang peduli terhadap amal kita. Tak berlebihan bila ada yang mengatakan bahwa mendapat kritik itu gratis. Konsultan gratis yang menyoroti kekeliruan kita, tanpa harus kita bayar.

Imam Asy-Syafi'i pernah berkata:
"Tidaklah aku membantah seseorang, kecuali aku berharap kebenaran tampak di lisannya."

Artinya, menerima kritik dengan hati terbuka adalah bagian dari adab seorang penuntut ilmu dan da'i.

Menjawab Kritik dengan Tawadhu'

Ketika seorang da'i menerima kritik, reaksi pertama bukanlah defensif atau merasa diserang. Justru yang lebih utama adalah menenangkan suasana dengan sikap tawadhu'.

Bila defensif, jusru terkesan arogan atau merasa paling benar, hingga merasionalisasi pengalaman panjang. Ini tentu jadi tak sehat, dan membuat suasana dakwah jadi panas, dan ukhuwah retak. Sikap defensif juga bisa menutup ruang dialog sehat, padahal kritik itu sendiri sering kali menjadi pintu masuk untuk memperbaiki kesalahan. Lebih jauh, sikap defensif juga bisa membuat jamaah atau orang awam bingung, karena yang tampak justru debat, bukan adab.

Jadi, jawaban yang baik bukan sekadar meredam perdebatan. Tetapi juga meredakan hati orang yang menyampaikan kritik. Ulama salaf mengajarkan agar kita tidak membela diri berlebihan, tidak memperpanjang debat, dan selalu menutup dengan doa kebaikan.

Contoh sederhana:
+ "Jazakallahu khairan atas perhatian dan nasihatnya."
+ "Semoga Allah memberi kita taufik untuk selalu ikhlas dan berhati-hati dalam berdakwah."

Dengan cara ini, ukhuwah tetap terjaga, perasaan lawan bicara tidak tersakiti, dan kita pun tetap meneguhkan prinsip.

Meneguhkan Prinsip Wara'

Walaupun jawaban harus lembut, bukan berarti prinsip boleh ditinggalkan. Justru adab salaf adalah menyampaikan nasihat syar'i dengan penuh kelembutan, tanpa menggurui.

Salah satu prinsip terpenting dalam dakwah adalah wara'- kehati-hatian. Mengapa? Karena dakwah bukan sekadar urusan pribadi, melainkan membawa dampak luas pada umat. Bila sebuah undangan, promosi, atau pernyataan disampaikan tanpa kehati-hatian, orang awam bisa salah paham, bahkan tersesat.

Dan bila itu terjadi, konsekuensinya bukan hanya salah tafsir, tetapi juga dosa jariyah bagi da'i yang menjadi sebabnya.

Jika Salah atau Kritik Disampaikan di Ruang Publik

Ada perbedaan besar antara kritik pribadi dan kritik yang muncul di ruang publik.

Dalam ruang privat, adab utama adalah menenangkan hati lawan bicara, menjaga ukhuwah, dan mengingatkan dengan penuh kelembutan.

Namun bila kesalahan atau kritik muncul di ruang publik, maka kewajiban seorang da'i adalah meluruskan di ruang publik juga.

Mengapa? Karena publik berhak mendapatkan klarifikasi. Apa yang salah lalu dibiarkan, akan membingungkan orang awam. Bila salah tafsir itu berlanjut, maka risikonya lebih berat: orang bisa terjerumus, dan pihak yang menyampaikannya bisa terkena dosa jariyah.

Inilah mengapa ulama salaf menekankan prinsip "nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran" bukan hanya secara pribadi, tetapi juga ketika masalahnya sudah diketahui publik.

Namun, meluruskan di ruang publik tetap harus dengan adab. Tidak menyerang pribadi, tidak mempermalukan, dan tidak merendahkan. Melainkan dengan bahasa teduh:

"Alhamdulillah, niat antum baik sekali. Hanya saja izinkan saya meluruskan agar tidak menimbulkan salah tafsir bagi pembaca..."
"Semoga Allah memberkahi dakwah kita. Ada satu poin yang perlu saya perjelas, agar umat tidak salah memahaminya..."

Dengan begitu, publik mendapatkan pencerahan, orang yang dikritik tidak merasa terhina, dan ukhuwah tetap terjaga.

Menutup dengan Doa dan Ukhuwah

Ulama salaf mengajarkan bahwa nasihat yang tidak ditutup dengan doa akan kering, dan kritik yang tidak ditutup dengan ukhuwah akan menimbulkan jarak.

Oleh karena itu, apapun kritik atau klarifikasi yang disampaikan, hendaknya ditutup dengan doa dan harapan baik:
"Semoga Allah meluruskan niat kita semua."
"Semoga ukhuwah kita tetap terjaga dalam kebaikan."
"Semoga amal kita diterima Allah sebagai ibadah."

Dengan cara ini, kritik bukan lagi sumber konflik, melainkan pintu keberkahan dan penguat ukhuwah.

Bekal untuk Kita di Ruang Publik

Dari adab ulama salaf kita belajar bahwa menjawab kritik bukan soal membela diri, tapi soal menjaga hati.

* Kita menenangkan, bukan memprovokasi.
* Kita meneguhkan prinsip, bukan menyerang.
* Kita meluruskan dengan santun, bukan mempermalukan.
* Dan bila salah muncul di ruang publik, kita pun berkewajiban meluruskannya di ruang publik. Tujuannya agar umat selamat dari salah tafsir, dan agar kita tidak menanggung dosa jariyah.

Dakwah bukan tentang siapa yang lebih benar, tetapi tentang siapa yang lebih ikhlas menjaga amanah ilmu.

Semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang mampu menjaga adab, menegakkan prinsip wara', dan tetap merawat ukhuwah dalam setiap kritik yang datang.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun