"Kesempitan bukan tanda Allah meninggalkanmu, tapi undangan untuk kembali mendekat dengan penuh sabar dan tawakkal."
Saat Ujian Rezeki Mengetuk Pintu Kehidupan
Sepulang sore hari memberikan training di Jakarta Pusat, saya naik sebuah taksi menuju Cikini. Sopirnya menyambut dengan ramah, tetapi sorot matanya menyimpan lelah yang tak bisa ia sembunyikan. Obrolan ringan tentang macet dan hiruk-pikuk kota pun bergulir, hingga saya bertanya, "Gimana Pak, penumpang hari ini ramai?"
Tiba-tiba ia tersenyum getir. Lalu mengalirlah kisah yang menusuk hati. Dulu ia bisa pulang ke Bandung setiap dua minggu sekali, melepas rindu pada istri dan anak-anak. Kini, karena penumpang makin sepi dan harga-harga kian melonjak, ia hanya bisa pulang sebulan sekali.
"Tidur pun saya tidak di kos lagi, Pak. Saya ikut tidur di pool taksi. Yang penting bisa makan, ada sedikit uang untuk dikirim ke Bandung tiap bulan," ujarnya lirih.
Saya coba berikan saran, "Kenapa tidak narik taksi di Bandung saja, biar lebih dekat dengan keluarga?"
Ia menggeleng pelan. "Wah, di Bandung lebih repot lagi, Pak. Di Jakarta ini, masih mending..."
Kisah sederhana ini adalah potret nyata banyak saudara kita yang diuji dengan sempitnya rezeki. Namun justru di sanalah letak ujian iman: bagaimana seorang hamba tetap sabar, tawakkal, dan yakin pada janji Allah, bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Setiap Insan Beriman Pasti Pernah Diuji
Setiap insan beriman pasti pernah diuji oleh Allah Swt. Ada yang diuji dengan kesehatan, ada yang diuji dengan keluarga, dan tidak sedikit yang diuji dengan rezeki. Suami mana pun pasti merasa berat bila pekerjaan tersendat, penghasilan seret, dan tabungan kian menipis. Apalai ia teringat istri dan anak-anak yang butuh nafkah hingga sekolah, di situlah iman dan kesabaran diuji dengan sebenar-benarnya.
Allah Swt menegaskan dalam Al-Qur'an:
"Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar."Â (QS. Al-Baqarah: 155)
Ayat ini menjadi penghibur hati, bahwa kesempitan ekonomi bukan tanda murka Allah, tetapi bisa jadi bentuk kasih sayang-Nya agar hamba kembali bersandar penuh kepada-Nya.