Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Insan Pembelajar

Agung MSG - Trainer Transformatif | Human Development Coach | Penulis Buku * Be A Rich Man (2004) * Retail Risk Management in Detail (2010) * The Prophet’s Natural Curative Secret (2022) 📧 Email: agungmsg@gmail.com 📱 Instagram: @agungmsg 🔖 Tagar: #haiedumain | #inspirasihati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ledakan Literasi Digital: Antara Penulis Brutal dan Penulis dengan Jiwa

8 September 2025   20:41 Diperbarui: 8 September 2025   20:41 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis brutal menulis asal-asalan, tapi penulis dengan jiwa menulis untuk meninggalkan makna.|AFM

Mengapa penulis brutal makin banyak, tapi tulisan bermakna makin langka?

Pertanyaan ini terus berputar di kepala saya dan menggoda di dada dalam tiga bulan terakhir. Betapa tidak, setiap kali menelusuri beragam platform kepenulisan, selalu saja ada tipikal penuls seperti ini. Fenomenanya jelas terlihat: hampir segala sesuatu kini bisa dijadikan tulisan. Dari pengalaman pribadi yang - mohon maaf - sepele, hingga promosi diri tanpa jeda. Setiap hari.

Bila yang lahir adalah tulisan berkualitas, tentu tak mengapa. Yaitu yang membangun gagasan, menyentuh nurani, dan memberi pencerahan, tentu itu patut kita apresiasi. Bahkan saya kagum pada penulis yang sehari bisa menulis 12 tulisan, dan semuanya dapat highlight. Wah, hebat!

Namun di balik itu, muncul gelombang lain: para "penulis brutal". Mereka sepertinya menulis serampangan. Sekadar untuk eksis, mengejar views, atau mencari popularitas instan. "Fenomena" ini yang membuat saya prihatin. Bukan semata karena kualitas tulisannya dipertanyakan, tetapi semata saya khawatir fenomena ini perlahan-lahan bisa mempengaruhi atau "menyeret" penulis lain terbawa-bawa. Ikut hanyut: asal menulis, asal muncul, asal viral.

Ramainya Tulisan, Sepinya Makna

Tak bisa dipungkiri, setiap hari, jutaan kata lahir di media sosial, blog, dan portal berita. Saat ini, kita sedang menyaksikan sebuah ledakan literasi digital. Semua orang bisa menulis, semua orang bisa berbagi. Tapi ironisnya, semakin deras arus tulisan, semakin sedikit yang benar-benar menembus hati.

Fenomena ini melahirkan istilah yang sering saya renungkan sebagai "Penulis Brutal". Mohon maaf, ini bukan dalam arti kasar, melainkan penulis yang menulis serampangan. Menulis apa saja, bahkan ruang pribadi pun dituangkan tanpa filter. Atau, sekadar mempromosikan diri tanpa pesan bermakna. Hasilnya, tulisan cepat lewat, hambar, dan sulit mendapat tempat di hati pembaca.

Apakah kesalahan ini sepenuhnya ada pada penulis? Saya rasa tidak. Budaya digital memang mendorong kita menulis cepat, singkat, dan sering kali asal-asalan. Namun di sisi lain, ada penulis yang tetap menulis dengan jiwa. Meski tanpa label highlight, meski tanpa headline. Tulisan mereka mungkin tidak viral, tetapi terasa tulus dan meninggalkan kesan mendalam.

Antara Algoritma dan Nurani

Sherry Turkle, profesor literasi digital MIT, pernah mengingatkan: "Kita semakin pandai berbicara dalam 140 karakter, tapi semakin miskin membangun percakapan bermakna."

Inilah dilema penulis hari ini: menulis untuk algoritma, atau menulis untuk nurani?
Riset Stanford (2022) menunjukkan konten dangkal lebih mudah viral dibanding konten reflektif. Otak manusia, didorong dopamin, lebih cepat terpikat pada hal-hal singkat, instan, dan emosional.

Tapi menulis ringkas bukan berarti menulis hampa. Bedanya ada pada niat dan ketulusan. Rhenald Kasali mengingatkan: "Teknologi mempercepat informasi, tetapi nurani penulislah yang menentukan maknanya."

Menulis dengan Jiwa, Bukan Sekadar Jari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun