Mohon tunggu...
Agung Kuswantoro
Agung Kuswantoro Mohon Tunggu... Administrasi - UNNES

Pengin istiqomah dan ingin menjadikan menulis menjadi kebiasaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pria Panggilan Tak Bertarif

11 Januari 2015   19:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Senin (5/1/2015) menjadi hari yang menyenangkan untuk saya. Mengapa? Karena, saya dapat dua tawaran dari dua organisasi. Kedua organisasi tersebut adalah Badan Konservasi Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) administrasi perkantoran, Kabupaten Pemalang.

Pagi, jam 10.00, Ibu Elfita, S.Pd menelpon ke hp saya, Beliau mengatakan, “Apakah pak Agung ada waktu untuk menjadi juri Lomba Kreativitas Siswa (LKS) administrasi perkantoran Kabupaten Pemalang?” Saya pun menjawabnya, “Oh ya Bu, nanti saya cek dulu dengan agenda saya, mudah-mudahan tidak ada kegiatan, nanti akan saya kabari besok.” Beliau merespon, “OK, pak Agung saya tunggu.”

Siang, jam 12.15, Prof. Dewi Liesnoer, M.Si meng-sms ke hp saya. Beliau mengatakan, “Mas Agung, kapan mulai kerja lagi? Tolong dibuat “reng-rengan biayanya.” Saya pun menjawab, “Oh ya Bu, nanti siang saya ke sana, tadi nunggu mas Alwi nyetak labelnya.”

Sore, pukul 16.00, saya bertemu dengan Prof. Dewi, sapaan Prof. Dewi Lisnoer, M.Si, beliau mengatakan, “Jangan lupa, Mas rincian dananya.” Aku menjawabnya, “Aku manut saja, Bu.” Beliau mengatakan, “Apa nanti tidak kurang?” Saya menjawabnya, “Intinya saya sudah senang bisa diajak bekerja sama dengan Badan Konservasi.” Beliau mengatakan, “OK, kalau begitu.”

Malam, jam 20.00, saya sms ke Ibu Elfita, saya mengatakan, “Alhamdulillah, saya bisa dalam kegiatan LKS untuk menjadi juri.” Beliau menjawabnya, “Terima kasih pak Agung, mohon maaf, kalau boleh tanya, berapa biayanya?” Saya mengatakan, “Saya manut aja, Bu.” Beliau menjawab “Njeh, matursuwun.”

Inti dari percakapan di atas, adalah memohon saya membuat rincian dana dari pekerjaan yang akan saya lakukan. Simple-nya adalah besaran tarif saya untuk melakukan pekerjaan. Hal ini menjadikan saya berpikir, bahwa ternyata orang menilai dari apa yang kita lakukan. Padahal, saya selama ini hanya bekerja, bekerja, dan bekerja tanpa memikirkan berapa biaya yang harus saya dapatkan dengan pekerjaan tersebut. Bagi saya, yang terpenting adalah saat saya melakukan sesuatu, dapat memberikan nilai manfaat kepada orang lain. Hati saya merasa senang jika ada orang yang menghubungi saya untuk minta tolong. Saya merasa dihargai dengan kemampuan saya saat ada orang yang mengatakan “Mas Agung, tolong saya dibantu mengarsip” atau “Mas Agung, tolong saya dibantu menjadi juri di lomba kami”.

Saya bersyukur, bahwa Tuhan memberikan saya kemampuan yang ada dalam diri saya berupa kesehatan dan ilmu. Doa saya dari kecil sampai sekarang adalah “mohon diberi ilmu yang bermanfaat” (ilman nafi’a). Melalui cara-cara sebagaimana di atas, menurut saya adalah bahwa Allah mengabulkan doa saya, yaitu ilmu yang saya pelajari bermanfaat untuk orang lain atau lembaga.

Ilmu dikatakan berhenti, jika tidak ada diamalkan. Ada korelasi antara ilmu dan amal. Kata amal yang dimaksud dalam konteks ini adalah dipraktekkan atau diajarkan kepada orang lain. Ilmu yang diamalkan ibarat pohon yang memiliki cabang. Semakin banyak cabangnya, maka semakin rindang dan kokoh pohon tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit cabangnya, maka semakin tak rindang pohon tersebut. Demikian juga ilmu, Semakin banyak ilmu yang diajarkan, maka semakin banyak pula orang yang memanfaatkan ilmu tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit ilmu yang diajarkan, maka semakin sedikit pula orang yang memanfaatkannya.

Dalam suatu maqolah dikatakan fa ‘alimun bi ‘ilmihi lam ya’malna, mu’adzabun min qobli ‘ubdadin watsan, fakullu man bi ghori lam ya’malu, ‘amaluhu mardudatun la tuqbalu (orang berilmu tidak mengamalkan ilmunya, maka siksanya lebih dahulu dibanding orang yang menyembah batu (berhala), siapa orang yang mengamalkan, tetapi tanpa menggunakan ilmu, maka amalnya ditolak tidak masuk dalam buku (tidak dikabulkan).

Sangat jelas penjelasan di atas, bahwa ilmu dan amal itu saling terkait. Dengan demikian, saya harus menjadi orang yang banyak belajar, sehingga semakin banyak ilmu yang dipelajari, akan semakin banyak memberi kemanfaatan untuk diri sendiri dan orang lain. Semoga kita semua, menjadi orang yang “ilman nafi’a” di masyarakat, bangsa dan negara ini. Amin.

Agung Kuswantoro, Pria Panggilan Tak Bertarif, HP 08179 599 354

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun